Sabtu, 02 April 2011

Ibadah yang Sejati

Kekristenan bukanlah kegiatan keagamaan atau praktek hidup kesalehan  yg dibatasi ruangan dan waktu yg sempit. Dimana dimensi keagamaan kita telah terformat dalam kegiatan kebaktian, dengan firman Tuhan, memuji Tuhan, memberi persembahan digereja. 
Lebih dari agenda keagamaan saja, kekristenan adalah praktek hidup yg terus menerus, memberikan hormat, pengabdian dan pengorbanan kepada Allah dimana dan kapan saja dengan kekuatan total.
Bagaimana kita dapat melakukakannya?


Roma 12:1.
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” 


Paulus mendesak jemaat Roma untuk melakukan ibadah sejati. 
Kata “menasihatkan” dalam terjemahan LAI terlalu halus. Terjemahan New American Standard Bible (NASB) menggunakan kata "urgent" = mendesak. Terjemahan Inggris lainnya menggunakan kata yang berarti memohon (beseech, plead,) 
Arti desakan Paulus:
a. Ini adalah permohonan dengan desakan Paulus kepada masing-masing individu jemaat Roma, bukan kolektif. Dengan kata lain, Tuhan melalui Paulus mengajar bahwa masing-masing pribadi jemaat bertanggung jawab menyampaikan persembahan secara langsung pada Allah. Ibadah sejati adalah respon kita secara pribadi meskipun tetap memperhatikan konsep persekutuan di dalam ibadah.

b. Desakan sangat penting karena menggunakan masa berlakunya sekarang (present tense). Artinya nasihat ini memiliki tingkat kepentingan yg tinggi. Tuhan melalui Paulus mengingatkan agar jemaat Roma setelah mendapatkan banyak doktrin iman Kristen, mereka langsung mengaplikasikannya secara aktif sekarang juga ke dalam kehidupan sehari-hari di dalam ibadah. 
Persolan persembahan sejati adalah masalah mayor, penting dan mendesak,  prioritas kekristenan.

Apakah yg menjadi Dasar Desakan Paulus:
Ini bukan desakan tanpa pondisi namun Paulus mengatakan bahwa nasihat ini diberikan demi kemurahan Allah. Kemurahan Allah atau belas kasihan Allah. Paulus menasihati jemaat Roma agar mereka beribadah secara benar kepada Allah dengan mengingat: Besarnya  jatuh cinta Tuhan kepada manusia yg tak berdaya membereskan dosa. Ini adalah belas kasihan-Nya yang telah memilih dan menetapkan mereka sebagai anak-anak-Nya yg sebenarnya tidak pantas dikasihani. 
Firman Allah mendorong kita untuk beribadah secara benar bukan dengan cara menakut-nakuti (intimidasi) tetapi mengingatkan secara logis bahwa sepantasnya kita memberikan respon proaktif tehadap segala yg sudah Tuhan kerjakan dalam diri kita. Inilah dasar persembahan kita kepada Allah, karena Allah sudah lebih dahulu memberikan yg paling baik, paling besar dan seluruhnya kepada kita.

Bagaimanakah model ibadah yg sejati?

I. ibadah sejati adalah memberikan totalitas hidup. 

Ibadah sejati bukanlah ibadah seremonial (upacara keagamaan), kelihatan sangat sibuk dengan berbagai kegiatan gereja. Ibadah sejati adalah ibadah yg melibatkan seluruh totalitas hidup kita, Tubuh, jiwa dan roh kita, pikiran, perasaan da kemauan kita 
* Bahasa Ibrani mengunakan kata ibadah ; "Abodah" yang memberikan pengertian sikap membungkukkan badan tanda hormat seorang hamba dihadapan tuannya. 
* Bahasa Yunani kata "latreia", "leitourgia" memberikan pengertian sikap tunduk serta mencium tangan sebagai tanda hormat seorang hamba kepada tuannya dan mengasihi. 

Jadi pengertian ibadah menyangkut sikap hormat, tunduk yang dilandasi oleh kasih dari seorang hamba kepada tuannya. Ini berbicara totalitas hidup
Konsep penyerahan adalah keberanian menyerahkan seluruh hidup kita dikuasai oleh Kristus sebagai Tuhan dan Raja yg berkuasa memerintah hidup kita. Ini adalah bentuk keberanian menyesuaikan hidup kita dengan kehendak Tuhan sekaligus menyangkal diri. 

Penyerahan dan Penyangkalan diri Rasul Paulus: 
Adalah bentuk totolitas persembahan hidupnya kepada Tuhan.
Paulus adalah salah satu rasul Kristus yang sudah menyerahkan totalitas hidupnya kepada Kristus (Flp. 1:21) namun pada saat yang sama, ia bersedia mematikan kehendaknya yang berlawanan dengan kehendak Allah. 
Ia pernah berdoa 3x memohon agar Tuhan mencabut duri dalam daging (kemungkinan gangguan penglihatan saat ia berjumpa dengan Tuhan di Damsyik), tetapi Tuhan menolaknya, Malahan Tuhan berargumentasi: justru dalam kelemahanlah kuasaNya menjadi sempurna dalam diri kita.  Bagaimana Paulus menanggapinya? Ia bersedia taat di dalam penderitaan, ia berani  percaya kepada-Nya (2 Tim. 1:12). Kehendaknya ditolak oleh Tuhan dan Tuhan memaksa untuk mempercayai rencanaNya. 
Adalah suatu kontradiktif jika kita yang menyanyikan “Aku Berserah”, tetapi pada saat yg sama masih percaya kepada kehendak diri yang lebih baik daripada kehendak Tuhan.

II. ibadah sejati adalah ibadah dengan hidup yg  sudah diperbaharui.


Demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, itu adalah pelayanan yg logis (masuk akal), bentuk ibadah spiritual lebih dari sekedar pemberian materi, talenta dan waktu,  ini adalah bentuk persembahan tubuh yang sungguh-sungguh di hadapan Tuhan.
Bukan saja sebagai persembahan yang hidup, namun juga mempersembahkan tubuh mereka sebagai korban yang kudus. Kudus berarti dipisahkan (separated). Dengan kata lain, dengan mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang kudus. 
Kita bukan mempersembahkan tubuh kita yang berdosa, tetapi tubuh yang telah ditebus oleh darah Kristus, yang ditebus bukan dengan emas atau perak tetapi oleh darah Anak Domba yang mahal dan yang tidak bernoda dan tidak bercacat itu. Dalam karya Kristus itulah diri kita yang telah diperbaharui ini kita persembahkan sebagai persembahan rohani. 

III. Ibadah sejati adalah ibadah yang berpusatkan Kristus. 


Kata “berkenan kepada Allah” diterjemahkan sebagai “menyenangkan Allah” ,dapat diterima atau memuaskan hati Allah"menyenangkan Allah". Dengan kata lain, ibadah yang berkenan kepada Allah adalah ibadah yang menyenangkan atau memuaskan hati Allah. 


Bagaimana ibadah bisa dikatakan menyenangkan Allah? 


Ibadah yg berpusatkan pada Kristus (God-centered worship).  Allah adalah motif, tujuan dan pusat dari segala aktivitas hidup kita. Tetapi ibadah yang berpusat pada Allah yang menyenangkan-Nya adalah ibadah yang memuliakan Dia saja (Soli Deo Gloria). 
Bukan hanya ibadah, pelayanan kita kepada Tuhan pun juga demikian. Pelayanan yang menyenangkan Allah adalah pelayanan yang berpusat dari Allah, oleh Allah, dan bagi Allah saja (Rm. 11:36). Sehingga pelayanan yang berpusat pada Allah adalah pelayanan yang tidak mencari keuntungan sendiri. 
Di dalam 2 Kor. 2:17, Paulus menyatakan konsep pelayanan palsu vs sejati, “Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya.” 
Paulus memaparkan pelayanan yang palsu adalah pelayanan yang bermotif cari untung sendiri, sedangkan pelayanan yang menyenangkan Allah adalah pelayanan yang memuliakan-Nya dengan memberitakan firman Tuhan secara murni dan jujur sesuai apa yang difirmankan-Nya.   Jangan pernah mengukur konsep pelayanan dari kuantitas, tetapi kualitas.
Apakah pelayanan itu God-centered atau man-centered. Biarlah kita menyelidiki motivasi sedalam-dalamnya hati kita tentang konsep pelayanan kita yang kita jalani.

Bagaimana kita menjalankan ibadah dan pelayanan yang memuliakan Tuhan? 

Sebuah kata bijak dari Rev. Dr. John S. Piper adalah, Allah paling dimuliakan di dalam kita ketika kita dipuaskan di dalam-Nya. Seolah-olah, slogan ini berpusat pada manusia, tetapi jika diselidiki kita menemukan kelimpahan maknanya. Allah itu paling dimuliakan di dalam kita BUKAN ketika kita merasa dipuaskan saja, tetapi dipuaskan DI DALAM Dia. Artinya, Allah itu sebagai sumber kepuasan yang di dalam-Nya kita menemukan anugerah, belas kasihan, kebenaran, keadilan, kejujuran dan di dalam Dia saja kita semakin memuliakan-Nya. 

Jadi, ibadah dan pelayanan yang memuliakan Allah adalah ibadah dan pelayanan yang menikmati Allah. 
Bagaimana menikmati Allah?
Apakah suatu pengalaman ekstase yang tidak sadarkan diri? TIDAK! 
Menikmati Allah adalah menikmati Pribadi Allah dan firman-Nya.

a. Menikmati Pribadi Allah berarti ada suatu pengenalan yang mendalam tentang Pribadi Allah. Paulus menikmati Pribadi Allah, sehingga ia berani mengatakan bahwa hidup baginya adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Flp. 1:21). Seorang yang tidak pernah menikmati Allah tak akan pernah mungkin mengatakan hal seagung itu. 

b. Menikmati Pribadi Allah tidak bisa dilepaskan dari menikmati firman-Nya. 
Ibadah dan pelayanan kita tidak pernah menyenangkan Allah ketika ibadah dan pelayanan kita tidak didasari oleh konsep firman Tuhan yang benar. 
Apapun dan bagaimanapun dalam pergumulan kehidupan kita, kita bisa mengatakan, Tuhan, biarlah kalau Tuhan ijinkan berlelah bagi Tuhan. Bukan hanya sekedar mencari kepuasan sendiri tetapi merasakan sungguh-sungguh keseriusan di dalam pelayanan. Pelayanan yg serius, pelayanan yg fokus dan pelayanan yg cerdas (smart) kita persembahkan untuk menyenangkan hati Tuhan


Marilah kita persembahkan yang paling baik, yg paling besar dan semuanya hanya bagi Tuhan Persembahan sejati bukanlah persoalan apa yang kita berikan tetapi bagaimana cara kita memberikannya, dengan hati yang bagaimana kita memberikan hidup kita bagi Tuhan?
Berilah kepada Tuhan bukan untuk mendapatkan apa yg lebih besar dari apa yg sudah kita berikan, namun berilah kepada Tuhan karena Dia sudah memberikan semuanya dan paling baik untuk kita.

Seindah apapun sebuah lilin, ia tidak dapat menerangi kegelapan disekitarnya, kecuali ia bersedia terbakar dan meleleh untuk menyalakan api.
Seindah apapun hidup ini, hanya akan dikagumi namun tidak meneranghi dan menyembuhkan kehidupan dalamkegelapan, sampai kita bersedia meleleh dalam kasihNyan dan menjadi persembahan yg hidup.


by Haris Subagiyo
Tinggal dikaki Merapi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar