Sabtu, 23 April 2011

Mengapa Kamu Mencari DIa Yang Hidup Di Antara Orang Mati ?



Kisah kebangkitan Kristus menjadi suatu tantangan penyelidikan ilmu sejarah dan para ahli ilmu pengetahuan. Karena dari sudut ilmu pengetahuan tidaklah mungkin seorang manusia yang telah mati dapat bangkit kembali. Kini buku-buku yang membahas Yesus sejarah yang menyoroti kemanusiaanNya bermuncullan di berbagai toko buku. Pada intinya buku-buku yang membahas Yesus sejarah itu tidak mempercayai alias menolak kisah kebangkitan Kristus. Bagi mereka, kisah kebangkitan Kristus yang disaksikan oleh Alkitab merupakan suatu ketidakmungkinan (impossible) dan bertentangan dengan prinsip hukum alam yang berlaku. Serangan-serangan dari para ahli sejarah dan ilmu pengetahuan yang menentang kisah kebangkitan Kristus umumnya diuraikan secara ilmiah, menarik dan sistematis. Sehingga tidak mengherankan apabila tulisan-tulisan mereka dapat menggoyahkan iman beberapa anggota jemaat, sehingga akhirnya anggota jemaat dapat ragu-ragu untuk mengimani peristiwa kebangkitan Kristus sebagaimana yang dihayati secara fundamental oleh iman Kristen. Keragu-raguan terhadap kisah kebangkitan Kristus juga terlihat dalam I Kor. 15:12, yaitu: "Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati?" Dalam konteks ini sangat jelas bahwa beberapa kalangan umat Kristen perdana menolak kisah kebangkitan orang mati. Sebenarnya sikap ketidakpercayaan terhadap peristiwa kebangkitan orang mati telah dikemukakan oleh orang-orang Saduki. Di Luk. 20:27 terdapat kesaksikan: "Maka datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui ada kebangkitan".
Metode penyingkapan kisah kebangkitan Kristus tampaknya tidak mungkin hanya dianalisa dan dibuktikan oleh ilmu sejarah dan pendekatan ilmu pengetahuan. Artinya metode pendekatan ilmu pengetahuan dan pembuktian ilmu sejarah bukanlah satu-satunya metode  yang tepat untuk menjelaskan rahasia kebangkitan Kristus. Metode ilmu pengetahuan dan pembuktian ilmu sejarah memiliki keterbatasan untuk menjangkau suatu rahasia ilahi. Dalam hal ini rasul Paulus berkata: "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu" (I Kor. 15:14). Dalam hal ini rasul Paulus menempatkan dasar iman Kristen berpijak kepada kematian dan kebangkitan Kristus. Sehingga manakala Kristus tidak dibangkitkan, maka  iman kita kepada Kristus menjadi sia-sia belaka. Bahkan lebih jauh lagi rasul Paulus menegaskan: "Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu" (I Kor. 15:17). Jelaslah bagi rasul Paulus, seandainya kebangkitan Kristus tidak terjadi secara faktual konsekuensinya akan menempatkan orang-orang Kristen  tetap hidup dalam dosa mereka. Dengan perkataan lain, iman kepada kebangkitan Kristus merupakan sesuatu yang begitu mutlak dan sangat menentukan keselamatan umat Kristen. Dengan kebangkitanNya, Kristus mengalahkan telah kuasa maut. I Kor. 15:26, rasul Paulus berkata: "Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut". Jadi tanpa kebangkitan Kristus, maka kuasa maut tetap menjadi penguasa bagi setiap umat manusia, sehingga akhirnya umat manusia tidak mampu hidup dalam keselamatan dan pengharapan kepada Allah.
Sebagai umat percaya, sebaiknya makna kebangkitan Kristus  dipahami sebagai karya Allah yang membangkitkan Kristus dari kuasa maut. Sehingga melalui kebangkitan Kristus, Allah telah menyatakan kemuliaan dan kuasaNya kepada umat manusia. Melalui peristiwa kebangkitan Kristus, Allah menyatakan karya kreatifNya terjadi di dalam sejarah kehidupan umat manusia. Di Yes. 65:17, disaksikan: "Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru, dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati".  Jadi kuasa kreatif Allah di dalam peristiwa kebangkitan Kristus sebenarnya bukan hanya bertujuan untuk membangkitkan Kristus dari kuasa maut atau kematian. Tetapi lebih dari pada itu melalui kebangkitan Kristus, Allah telah menaklukkan kuasa maut sehingga di dalam iman kepada Kristus, umat percaya kini dapat memperoleh keselamatan dan pengampunan dosa. Dengan demikian melalui peristiwa kebangkitan Kristus, terciptalah suatu kehidupan yang baru sebagaimana yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya,  yaitu penciptaan langit dan bumi yang baru. Karena itu yang lebih utama dalam memahami peristiwa kebangkitan Kristus bukan lagi mengenai soal kebangkitan Kristus dapat dibuktikan atau tidak secara ilmiah. Upaya tersebut akan sia-sia belaka dan kurang relevan dalam kehidupan iman umat percaya. Tetapi yang lebih penting dalam memahami makna kebangkitan Kristus adalah apakah umat percaya sungguh-sungguh dapat mengalami dampak dan pengaruh yang sangat signifikan kuasa kebangkitan Kristus. Manakala peristiwa kebangkitan Kristus hanya menjadi kisah yang mempesona dan indah untuk didengar dan dikhotbahkan, sesungguhnya berita kebangkitan Kristus hanya menjadi suatu kisah yang sia-sia belaka.
Spiritualitas iman Kristen seringkali masih berorientasi kepada kubur kosong dengan jenasah Tuhan Yesus yang telah sirna. Dengan spiritualitas yang demikian, iman Kristen tidak memiliki daya semangat hidup atau daya juang yang besar dalam menghadapi persoalan dan tantangan kehidupan yang terjadi. Pada hari Minggu itu para murid memang tidak menemukan jenasah Kristus, tetapi mereka belum percaya bahwa Tuhan Yesus bangkit. Dalam hal ini lenyapnya jenasah Kristus hanya dianggap oleh para murid karena  jenasahNya telah dipindah atau dicuri orang, sehingga mereka menjadi sedih dan gelisah. Yoh. 20:2 mengekspresikan perasaan dan dugaan para murid pada waktu itu, yaitu: "Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid-murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada  mereka: Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan". Spiritualitas kubur kosong tidak menghasilkan kekuatan iman yang berpengharapan. Sebaliknya spiritualitas kubur kosong yang dialami oleh para murid pada waktu itu hanya melahirkan perasaa kecewa, sedih, dan tanpa pengharapan. Mereka hanya kebingungan dan tidak tahu apa yang harus diperbuat ketika mereka menyaksikan jenasah Kristus tidak ada lagi di tempatnya. Di tengah-tengah kebingungan mereka, malaikat Allah bertanya kepada para murid, yaitu: "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati?" (Luk. 24:5). Manakala kehadiran malaikat Allah tersebut dianggap hanya sekedar suatu ilusi atau halusinasi belaka, maka seharusnya bentuk perkataan malaikat tidak ditampilkan dalam bentuk pertanyaan. Karena pengajuan pertanyaan dari malaikat itu akan menyentakkan kesadaran para  murid, bahwa Tuhan Yesus hidup kembali, dan Dia kini tidak lagi berada di antara orang mati.
Dengan spiritualitas kubur kosong, kita tidak akan sanggup menghadapi berbagai gejolak persoalan, kepahitan, kesusahan dan kegagalan dalam kehidupan ini. Sebab dengan spiritualitas kubur kosong orientasi kita seperti sikap para murid yang sia-sia mencari Kristus di antara jenasah orang-orang mati. Dengan orientasi demikian, kita menganggap karya keselamatan yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus telah berakhir. Bukankah kita menganggap peristiwa kematian seseorang sebagai akhir yang final dari seluruh kehidupannya? Kematian merupakan peristiwa penutup "buku kehidupan" seseorang. Tetapi sesungguhnya karya keselamatan Allah di dalam kematian Kristus tidak berakhir di dalam kubur. Di Mzm. 118:7, pemazmur berkata: "Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceriterakan perbuatan-perbuatan Tuhan". Dengan menyikapi berita kebangkitan Kristus dengan iman, kita dimampukan untuk melihat kenyataan kehidupan dan berbagai persoalannya dengan perspektif dan kekuatan iman yang baru. Spiritualitas yang didasarkan kepada kebangkitan Kristus bukanlah sekedar kompensasi karena kita gagal dan putus-asa dalam menghadapi kenyataan kehidupan. Sebaliknya spiritualitas yang didasarkan kepada kebangkitan Kristus memurnikan kita dari berbagai gejolak dan konflik-konflik masa lalu yang pahit. Sehingga kita dimampukan untuk menemukan makna kehidupan ini dengan lebih berhikmat dan ucapan syukur. Mzm. 118:1 berkata: "Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih-setiaNya". 
Jika demikian, bagaimana bentuk spiritualitas kita? Apakah spiritualitas kita berorientasi kepada kubur kosong, tanpa pengharapan dan tanpa Kristus yang bangkit? Dalam konteks ini kita lebih suka mencari "bukti-bukti" ilmiah dan yang rasional barulah kita mau  percaya kepada Kristus yang bangkit. Upaya pencarian bukti-bukti ilmiah perlu dilakukan dengan seris, tetapi dengan kesadaran bahwa metode ilmiah bukanlah metode satu-satunya untuk menjawab rahasia kebenaran iman Kristen. Ataukah kita lebih cenderung kepada upaya pembuktian secara nyata kuasa kebangkitan Kristus dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah keluarga, jemaat dan masyarakat? Dalam upaya pembuktian kuasa kebangkitan tersebut secara nyata, kita lebih mengutamakan kesediaan untuk berperan dalam karya keselamatan Allah di tengah-tengah "kematian" secara moral, etis dan hati-nurani. Kuasa kebangkitan Kristus memampukan kita untuk menjadi "agen-agen perubahan", sehingga di mana saja kita hadir di sanalah pencerahan iman dan daya transformatif yang membangun dan yang memulihkan dapat terjadi. Pertanyaan para malaikat kepada para murid, yaitu: "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati?" (Luk. 24:5), diubah menjadi suatu prinsip iman dalam kehidupan kita, yaitu: "Menghadirkan Kristus yang hidup di tengah-tengah kematian dan yang tanpa pengharapan". 
Posted Sunday, 1 April 2007
Last updated Saturday, 7 April 2007
halaman sebelumnya | artikel lainnya | Halaman Depan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar