Yes. 9:1-6, Mzm. 96, Tit. 2:11-15, Luk. 2:1-14
Kita akan dapat mengetahui gambaran yang tepat dari suatu kejadian atau peristiwa ketika kita mampu memahami latar-belakangnya. Demikian pula kita akan dapat memahami nubuat nabi Yesaya di Yes. 9 manakala kita dapat memahami latar-belakang umat Israel di Yehuda pada waktu itu. Dari Yes. 8 kita dapat melihat bahwa kerajaan Israel Selatan yaitu kerajaan Yehuda saat itu sedang berada dalam situasi bahaya. Sebab kerajaan Yehuda telah dikepung dan akan diserbu oleh kerajaan Asyur. Semula kerajaan Yehuda dan kerajaan Asyur menjadi sekutu. Dalam hal ini kerajaan Asyur dijadikan pelindung bagi kerajaan Yehuda. Tetapi kini kerajaan Asyur berbalik dan ingin merebut serta menguasai kerajaan Yehuda. Sebelumnya Allah menawarkan pertolongan dan perlindungan, namun raja Ahaz menolak, sebaliknya dia lebih memilih berlindung kepada kerajaan Asyur. Ternyata kemudian kerajaan Asyur berubah menjadi musuh mereka. Selain itu umat Israel pada waktu itu juga ikut berpaling meninggalkan Tuhan Allah. Mereka lebih percaya kepada petunjuk orang mati dan roh-roh peramal (Yes. 8:19). Itu sebabnya seluruh umat Israel di wilayah kerajaan Yehuda pada zaman itu berada dalam kesuraman.
Mereka terancam oleh serangan militer dari kerajaan Asyur. Secara politis mereka berada dalam situasi kritis. Sedang dalam kehidupan religius dan moral mereka telah kehilangan pegangan iman sehingga mereka lebih cenderung berjalan menurut kehendak mereka sendiri. Itu sebabnya kehidupan umat Israel di kerajaan Yehuda waktu itu hanya ditandai oleh kekacauan, kegelisahan dan situasi yang gelap sebab mereka telah terpuruk tanpa harapan. Juga mereka tidak lagi mempunyai penolong.
Namun sangat ajaib di tengah situasi yang kelam dan gelap itu, Allah berkenan menunjukkan anugerahNya. Umat Israel yang hidup di kerajaan Yehuda itu menerima nubuat dari Allah yang memberi pengharapan yang baru. Yes. 8:23 berkata: “Tetapi tidak selamanya akan ada kesuraman untuk negeri yang terimpit itu. Kalau dahulu Tuhan merendahkan tanah Zebulan dan tanah Naftali, maka di kemudian hari Ia akan memuliakan jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan, wilayah bangsa-bangsa lain”. Kerajaan Yehuda yang sedang terimpit oleh ancaman dan serbuan tentara kerajaan Asyur ternyata tidak ditinggalkan oleh Allah. Mereka memang telah berpaling meninggalkan Allah dengan menyandarkan diri kepada kekuatan politis dan militer kerajaan Asyur. Umat Israel saat itu juga telah berpaling dengan mencari nasihat roh-roh peramal dan orang mati. Tetapi kasih setia Allah melampaui segala dosa dan pemberontakan mereka. Karena kini Allah bertindak menyelamatkan umatNya berdasarkan anugerah dan kemurahanNya sendiri.
Allah mau menyatakan keselamatanNya, sehingga bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar, mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar (Yes. 9:1). Umat Israel yang semula berada dalam kekelaman dan kegelapan memperoleh anugerah Allah sehingga mereka dapat melihat cahaya baru yang memampukan mereka memiliki pengharapan. Bahkan terang dari Allah tersebut kelak akan mengubah kesedihan dan penderitaan mereka menjadi sukacita yang besar. Yes. 9:2 berkata: “Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapanMu, seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan”. Tentunya gambaran dari nubuat nabi Yesaya ini memberikan gairah pengharapan yang sama sekali berbeda dengan umat Israel yang semula terpuruk dan menderita. Umat Israel diajak untuk melihat ke depan, yaitu kepada janji Allah bahwa Allah akan mengaruniakan kepada mereka suatu “sukacita besar”. Zaman eskatologis sebagai zaman datangnya sang Messias akan ditandai oleh lenyapnya kekerasan dan kekuatan militer. Apabila semula makna atau kondisi perdamaian sering dipertahankan dengan penggunaan kekerasan dan militer, maka pada saat datangnya sang Messias perdamaian tidak lagi dipertahankan atau diperoleh dengan kekerasan dan kekuatan militer. Tetapi perdamaian yang kekal akan dikaruniakan oleh Allah melalui kelahiran sang Messias. Sebab sang Messias inilah yang akan memutuskan mata-rantai kekerasan, kekejaman dan kejahatan yang selama ini telah membelenggu kehidupan umat manusia.
Pola kehidupan umat Allah pada masa kini sering tidak mau belajar dari pengalaman umat Israel di waktu lampau. Sebagai negeri yang sangat kecil di tengah-tengah kerajaan yang kuat sepeti kerajaan Babel, Medi-Persia dan Asyur serta Mesir, umat Israel pada waktu itu sering terjebak dalam permainan politis dengan cara menjadikan salah satu dari kerajaan yang kuat sebagai sekutunya. Memang semula kehidupan umat Israel mampu bertahan dan terlindung, sebab negara sekutu tersebut memberikan perlindungan dan keamanan untuk sementara waktu. Tetapi ternyata kemudian negara sekutunya seperti kerajaan Asyur justru ingin menguasai dan menjajah mereka. Seandainya kelak umat Israel mampu menyusun kekuatan, maka mereka akan membalas dengan melakukan penyerbuan dan penyerangan kepada Asyur, dan seterusnya. Dalam konteks ini makna perdamaian tidak pernah bersifat tetap. Yang terjadi hanyalah perdamaian yang bersifat semu sebab masing-masing berjaga dan siap dengan kekuatan senjata dan militer. Jadi perdamaian yang kekal tidak dapat dicapai dengan mengandalkan strategi politik, kekerasan, militer dan kekuatan bersenjata. Demikian pula dengan kehidupan kita. Tidaklah mungkin bagi kita untuk memperoleh perdamaian yang kekal ketika kita terjebak oleh tindakan kekerasan, melakukan intimidasi dan perlakuan yang sewenang-wenang. Namun kita sering membalas kekerasan dengan kekerasan, kekejaman dengan kekejaman, dan tindakan yang sewenang-wenang dengan tindakan yang sewenang-wenang. Kita dapat melihat latar-belakang berbagai kasus pembalasan dendam karena mereka pernah dilukai sehingga mereka kemudian membalas kepada musuh dengan perlakuan yang sama. Sejarah kehidupan manusia sering lebih familiar memberlakukan hukum “gigi ganti gigi” dan “mata ganti mata”. Kita semua sering terjebak dalam lingkaran kekerasan dan kekejaman, sehingga kita terus-menerus mewariskan kemarahan, kebencian dan dendam kepada sesama atau musuh yang pernah menyakiti kita.
Di tengah-tengah kesuraman hidup dan rasa terluka karena mereka dikhianati oleh kerajaan Asyur yang semula adalah sekutunya, umat Israel memperoleh penghiburan dan pengharapan dari Allah. Sebab kini Allah menjanjikan datangnya seorang Messias yang akan lahir dari tengah-tengah mereka. Itu sebabnya di Yes. 9:5, nabi Yesaya memberikan nubuat demikian: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, Raja Damai”. Sang Messias yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya tersebut sangat jelas bukan sekedar seorang tokoh sejarah dan raja duniawi. Sebab sang Messias yang dinubuatkan itu memiliki sifat-sifat ilahi dan wibawa Allah yang menaungi Dia sehingga Dia dapat menjalankan pemerintahan kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Selain itu nubuat nabi Yesaya tersebut mengungkapkan identitas nama dari sang Messias, yaitu:
- Penasihat Ajaib: Sebagai penasihat ajaib, sang Messias memiliki roh hikmat Allah yang melampaui segala pengertian dan kebijaksanaan manusia sepanjang zaman. Dia memiliki hikmat yang tiada taranya sehingga seluruh dunia akan dipengaruhi oleh hidupNya. Jadi seluruh hidup sang Messias dipenuhi oleh pengertian dan kehendak Allah, sehingga Dia mampu memerankan diri sebagai sang Hikmat yang hadir dalam realita sejarah.
- Allah yang perkasa: Ungkapan gelar ini berlatar-belakang dari para pahlawan pada zaman dahulu yang mampu memimpin perang dan memenangkan peperangan secara gemilang, sehingga pahlawan itu disebut sebagai pahlawan yang perkasa. Demikian pula sebagai Messias, Dia akan menjadi seorang pahlawan Allah yang mampu memenangkan “peperangan” dengan musuh utama manusia yaitu kuasa dosa. Seluruh hidupNya dikuasai oleh wibawa Allah yang luar biasa, baik perkataan maupun tindakanNya sehingga kuasa dosa dan kegelapan akan takluk di hadapanNya. Hanya Dia yang mampu mengalahkan kuasa kegelapan dan dosa yang menguasai dan membelenggu hidup manusia.
- Bapa yang kekal: Dengan karakterNya yang khas, sang Messias akan menampilkan pemerintahan Allah sebagai Bapa. Karena itu ciri utama dari pemerintahanNya adalah kasih seorang Bapa. Umat manusia bukan dijadikan “hamba” atau “budak” tetapi mereka dijadikan sebagai “anak-anak Allah”. Sehingga pemerintahan kasihNya tidak pernah berkesudahan, tetapi senantiasa kekal. Sangat berbeda dengan pola pemerintahan dunia yang cenderung didasarkan kepada kekerasan dan kekejaman sehingga umumnya terbukti tidak pernah bertahan lama.
- Raja Damai: Kehadiran sang Messias sebagai Raja akan menciptakan damai-sejahtera dan keselamatan yang utuh bagi seluruh umat manusia. Sehingga dalam pemerintahanNya seluruh umat manusia mampu berdamai dengan Allah, berdamai dengan sesama dan alam, juga mampu berdamai dengan diri mereka sendiri.
Kini sang Messias yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya telah hadir dalam realita sejarah. Menjelang kelahiranNya Dia memang diberi nama “Imanuel” yang artinya: Allah menyertai kita sesuai dengan nubuat nabi Yesaya (Yes. 7:14). Apabila umat Israel yang hidup dalam wilayah kerajaan Yehuda saat itu sedang berada dalam ancaman dan serbuan tentara kerajaan Asyur, maka menjelang kelahiran sang Messias umat Israel juga sedang berada dalam penjajahan bangsa Romawi. Mereka juga sedang tertindas dan hidup dalam kegelapan. Secara politis dan militer umat Israel tidak memiliki kekuatan yang berarti untuk melawan kekuasaan bangsa Romawi. Namun Allah tidak memberikan pertolongan kepada umatNya suatu balatentara militer untuk melawan bangsa Romawi. Pada saat umat Israel berada dalam kegelapan dan penderitaan, Allah mengaruniakan sang Messias, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Cara kelahiran yang dialami oleh sang Messias juga tidak terjadi dalam lingkungan kerajaan yang gemerlap. Tetapi Kristus dilahirkan dengan cara yang paling sederhana. Luk. 2:6-7 memberi kesaksikan, yaitu: “Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan Ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan”. Messias yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya itu ternyata lahir dalam sebuah palungan, yaitu tempat makanan ternak. Walaupun di atas bahu Kristus terletak lambang pemerintahan Allah, yang mana Dia memiliki hikmat yang tiada taranya sebagai Penasihat Ajaib, Allah perkasa, Bapa yang kekal dan Raja Damai namun ternyata secara lahiriah Dia lahir dalam kesederhanaan dan kemiskinan. Dari sudut pandangan dunia, kelahiran dan kedatangan Kristus pada waktu itu sungguh-sungguh tidak termasuk dalam hitungan manusia.
Demikian pula pemberitaan tentang kelahiran Kristus menurut Injil Lukas disampaikan oleh Allah kepada orang-orang sederhana dan miskin, yakni para gembala yang saat itu sedang menjaga di padang Efrata. Allah mengutus para malaikatNya untuk menjumpai mereka dengan suatu berita: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juru-selamat, yaitu Kristus, Tuhan di kota Daud” (Luk. 2:10-11). Nubuat nabi Yesaya yang menyatakan umat Israel kelak akan menyaksikan suatu terang yang besar sehingga mereka akan mengalami kesukaan besar (Yes. 9:1), kini penggenapan nubuat firman Tuhan itu terjadi dan disampaikan para malaikat Tuhan kepada para gembala agar mereka mau menjadi saksi untuk memberitakan: “Kesukaan besar untuk seluruh bangsa”. Para gembala kemudian diutus oleh malaikat Tuhan menyaksikan berita besar tersebut agar seluruh bangsa dan umat manusia dapat mengalami kesukaan besar, sebab: “Hari ini telah lahir bagimu Juru-selamat, yaitu Kristus, Tuhan di kota Daud”. Sengaja berita dari malaikat Tuhan tersebut menekankan kata “hari ini” yang menunjuk kepada suatu waktu khusus dari peristiwa kelahiran Messias, yakni Tuhan Yesus Kristus.
Berita Natal yang utama adalah “hari ini telah lahir bagimu Juru-selamat”. Sebab dalam pengertian “hari ini” merupakan suatu momen inkarnasi dari Firman Allah. Tujuannya agar seluruh bangsa dan umat manusia memperhatikan dengan seksama “saat khusus” tersebut yakni peristiwa inkarnasi Firman Allah yang menjadi manusia di dalam Kristus. Inkarnasi Firman Allah menjadi manusia bukan di luar waktu itu. Sehingga bangsa dan umat manusia tidak boleh terkecoh dengan berbagai “klaim” tentang orang-orang atau nabi yang menganggap dirinya sebagai “juru-selamat”. Sebab inkarnasi Firman Allah yang menjelma dan lahir sebagai Juru-selamat sesungguhnya telah lahir di kota Daud yaitu kota Betlehem. Namun agar para gembala tersebut juga tidak salah menjumpai sang Messias yang baru lahir, para malaikat kemudian memberikan suatu identifikasi khusus, yaitu: “Dan inilah tandanya bagimu: kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan” (Luk. 2:12). Identifikasi ini sangat penting, sebab di Betlehem mungkin juga lahir beberapa orang bayi. Tanda pembedanya sangat sederhana, yaitu: “kamu akan menjumpai seorang bayi dibungus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan”.
Dengan demikian kita dapat melihat di dalam peristiwa Natal sebagai peristiwa inkarnasi Firman Allah yang menjadi Yesus Kristus berada dalam suatu paradoks, yaitu: sang Messias yang memiliki roh hikmat Allah sehingga Dia menjadi Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal dan Raja Damai tersembunyi di dalam pakaian kemiskinan dan kesederhanaan. KeperkasaanNya sebagai diri Allah tersembunyi di dalam ketidakberdayaan seorang bayi. Kuasa perdamaian yang dimilikiNya tersembunyi saat Dia terbaring di dalam palungan. Namun sesungguhnya hanya sang Messias, yaitu Kristus saja yang mampu menciptakan damai-sejahtera dan keselamatan bagi setiap orang. Kemuliaan Allah juga tersembunyi di dalam kesederhanaan dan kemiskinan lahiriah. Itu sebabnya malaikat Tuhan menyanyikan suatu pujian “Gloria in excelsis Deo” yaitu: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadaNya” (Luk. 2:14). Makna “ketersembunyian” ini dalam kehidupan sehari-hari sering tidak kita sadari. Kita sering terpengaruh melihat segi fisik, penampilan atau lahiriah dari pada sikap memperhatikan dengan cermat aspek dimensi dan substansi dari suatu realitas. Syalom atau perdamaian kita pahami sebagai upaya penyusunan kekuatan dan pengaruh. Manakala kita dapat memiliki kekuatan, pengaruh, dan sukses secara materi maka kita merasa dapat menekan dan mengendalikan sesama yang lebih lemah. Sehingga kita merasa “sejahtera” ketika kita mampu menguasai dan membungkam orang-orang yang melawan kita. Dalam hal ini kita melupakan dan mengabaikan kekuatan kasih Allah. Kristus dapat menjadi Raja Damai karena di dalam hidupNya Dia mengungkapkan seluruh rahasia kebenaran dan kasih Allah secara menyeluruh.
Peristiwa Natal menjadi sangat berarti ketika kita menghadirkan Kristus sebagai Raja Damai dalam setiap aspek kehidupan kita. Sehingga kita senantiasa mampu berperan menjadi “juru-damai” di tengah-tengah konflik dan perselisihan dalam keluarga, tempat pekerjaan dan kehidupan masyarakat. Sebagai “juru-damai” kita akan mengedepankan hikmat Allah sehingga seluruh tindakan dan pikiran kita hanya dikendalikan oleh kehendak Allah. Selain itu sebagai “juru-damai” kehidupan kita dipenuhi oleh spiritualitas kesederhanaan, yaitu sikap hidup yang jauh dari sikap materialistis, duniawi dan sikap loba atau serakah. Dalam hal ini kehidupan kita hanya dipenuhi oleh spiritualitas ucapan syukur kepada Tuhan, sebab kita mampu berdamai dengan diri sendiri. Jika demikian, bagaimanakah dengan kehidupan saudara? Apakah pada malam Natal ini saudara memiliki tekad yang kokoh untuk menjadi “juru-damai” dalam kuasa kasih Kristus? Juga apakah saudara bersedia untuk meninggalkan pola hidup duniawi, sehingga seluruh hidup kita meneladan sikap Kristus yang selalu merendahkan diri? Amin.Mereka terancam oleh serangan militer dari kerajaan Asyur. Secara politis mereka berada dalam situasi kritis. Sedang dalam kehidupan religius dan moral mereka telah kehilangan pegangan iman sehingga mereka lebih cenderung berjalan menurut kehendak mereka sendiri. Itu sebabnya kehidupan umat Israel di kerajaan Yehuda waktu itu hanya ditandai oleh kekacauan, kegelisahan dan situasi yang gelap sebab mereka telah terpuruk tanpa harapan. Juga mereka tidak lagi mempunyai penolong.
Namun sangat ajaib di tengah situasi yang kelam dan gelap itu, Allah berkenan menunjukkan anugerahNya. Umat Israel yang hidup di kerajaan Yehuda itu menerima nubuat dari Allah yang memberi pengharapan yang baru. Yes. 8:23 berkata: “Tetapi tidak selamanya akan ada kesuraman untuk negeri yang terimpit itu. Kalau dahulu Tuhan merendahkan tanah Zebulan dan tanah Naftali, maka di kemudian hari Ia akan memuliakan jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan, wilayah bangsa-bangsa lain”. Kerajaan Yehuda yang sedang terimpit oleh ancaman dan serbuan tentara kerajaan Asyur ternyata tidak ditinggalkan oleh Allah. Mereka memang telah berpaling meninggalkan Allah dengan menyandarkan diri kepada kekuatan politis dan militer kerajaan Asyur. Umat Israel saat itu juga telah berpaling dengan mencari nasihat roh-roh peramal dan orang mati. Tetapi kasih setia Allah melampaui segala dosa dan pemberontakan mereka. Karena kini Allah bertindak menyelamatkan umatNya berdasarkan anugerah dan kemurahanNya sendiri.
Allah mau menyatakan keselamatanNya, sehingga bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar, mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar (Yes. 9:1). Umat Israel yang semula berada dalam kekelaman dan kegelapan memperoleh anugerah Allah sehingga mereka dapat melihat cahaya baru yang memampukan mereka memiliki pengharapan. Bahkan terang dari Allah tersebut kelak akan mengubah kesedihan dan penderitaan mereka menjadi sukacita yang besar. Yes. 9:2 berkata: “Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapanMu, seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan”. Tentunya gambaran dari nubuat nabi Yesaya ini memberikan gairah pengharapan yang sama sekali berbeda dengan umat Israel yang semula terpuruk dan menderita. Umat Israel diajak untuk melihat ke depan, yaitu kepada janji Allah bahwa Allah akan mengaruniakan kepada mereka suatu “sukacita besar”. Zaman eskatologis sebagai zaman datangnya sang Messias akan ditandai oleh lenyapnya kekerasan dan kekuatan militer. Apabila semula makna atau kondisi perdamaian sering dipertahankan dengan penggunaan kekerasan dan militer, maka pada saat datangnya sang Messias perdamaian tidak lagi dipertahankan atau diperoleh dengan kekerasan dan kekuatan militer. Tetapi perdamaian yang kekal akan dikaruniakan oleh Allah melalui kelahiran sang Messias. Sebab sang Messias inilah yang akan memutuskan mata-rantai kekerasan, kekejaman dan kejahatan yang selama ini telah membelenggu kehidupan umat manusia.
Pola kehidupan umat Allah pada masa kini sering tidak mau belajar dari pengalaman umat Israel di waktu lampau. Sebagai negeri yang sangat kecil di tengah-tengah kerajaan yang kuat sepeti kerajaan Babel, Medi-Persia dan Asyur serta Mesir, umat Israel pada waktu itu sering terjebak dalam permainan politis dengan cara menjadikan salah satu dari kerajaan yang kuat sebagai sekutunya. Memang semula kehidupan umat Israel mampu bertahan dan terlindung, sebab negara sekutu tersebut memberikan perlindungan dan keamanan untuk sementara waktu. Tetapi ternyata kemudian negara sekutunya seperti kerajaan Asyur justru ingin menguasai dan menjajah mereka. Seandainya kelak umat Israel mampu menyusun kekuatan, maka mereka akan membalas dengan melakukan penyerbuan dan penyerangan kepada Asyur, dan seterusnya. Dalam konteks ini makna perdamaian tidak pernah bersifat tetap. Yang terjadi hanyalah perdamaian yang bersifat semu sebab masing-masing berjaga dan siap dengan kekuatan senjata dan militer. Jadi perdamaian yang kekal tidak dapat dicapai dengan mengandalkan strategi politik, kekerasan, militer dan kekuatan bersenjata. Demikian pula dengan kehidupan kita. Tidaklah mungkin bagi kita untuk memperoleh perdamaian yang kekal ketika kita terjebak oleh tindakan kekerasan, melakukan intimidasi dan perlakuan yang sewenang-wenang. Namun kita sering membalas kekerasan dengan kekerasan, kekejaman dengan kekejaman, dan tindakan yang sewenang-wenang dengan tindakan yang sewenang-wenang. Kita dapat melihat latar-belakang berbagai kasus pembalasan dendam karena mereka pernah dilukai sehingga mereka kemudian membalas kepada musuh dengan perlakuan yang sama. Sejarah kehidupan manusia sering lebih familiar memberlakukan hukum “gigi ganti gigi” dan “mata ganti mata”. Kita semua sering terjebak dalam lingkaran kekerasan dan kekejaman, sehingga kita terus-menerus mewariskan kemarahan, kebencian dan dendam kepada sesama atau musuh yang pernah menyakiti kita.
Di tengah-tengah kesuraman hidup dan rasa terluka karena mereka dikhianati oleh kerajaan Asyur yang semula adalah sekutunya, umat Israel memperoleh penghiburan dan pengharapan dari Allah. Sebab kini Allah menjanjikan datangnya seorang Messias yang akan lahir dari tengah-tengah mereka. Itu sebabnya di Yes. 9:5, nabi Yesaya memberikan nubuat demikian: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, Raja Damai”. Sang Messias yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya tersebut sangat jelas bukan sekedar seorang tokoh sejarah dan raja duniawi. Sebab sang Messias yang dinubuatkan itu memiliki sifat-sifat ilahi dan wibawa Allah yang menaungi Dia sehingga Dia dapat menjalankan pemerintahan kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Selain itu nubuat nabi Yesaya tersebut mengungkapkan identitas nama dari sang Messias, yaitu:
- Penasihat Ajaib: Sebagai penasihat ajaib, sang Messias memiliki roh hikmat Allah yang melampaui segala pengertian dan kebijaksanaan manusia sepanjang zaman. Dia memiliki hikmat yang tiada taranya sehingga seluruh dunia akan dipengaruhi oleh hidupNya. Jadi seluruh hidup sang Messias dipenuhi oleh pengertian dan kehendak Allah, sehingga Dia mampu memerankan diri sebagai sang Hikmat yang hadir dalam realita sejarah.
- Allah yang perkasa: Ungkapan gelar ini berlatar-belakang dari para pahlawan pada zaman dahulu yang mampu memimpin perang dan memenangkan peperangan secara gemilang, sehingga pahlawan itu disebut sebagai pahlawan yang perkasa. Demikian pula sebagai Messias, Dia akan menjadi seorang pahlawan Allah yang mampu memenangkan “peperangan” dengan musuh utama manusia yaitu kuasa dosa. Seluruh hidupNya dikuasai oleh wibawa Allah yang luar biasa, baik perkataan maupun tindakanNya sehingga kuasa dosa dan kegelapan akan takluk di hadapanNya. Hanya Dia yang mampu mengalahkan kuasa kegelapan dan dosa yang menguasai dan membelenggu hidup manusia.
- Bapa yang kekal: Dengan karakterNya yang khas, sang Messias akan menampilkan pemerintahan Allah sebagai Bapa. Karena itu ciri utama dari pemerintahanNya adalah kasih seorang Bapa. Umat manusia bukan dijadikan “hamba” atau “budak” tetapi mereka dijadikan sebagai “anak-anak Allah”. Sehingga pemerintahan kasihNya tidak pernah berkesudahan, tetapi senantiasa kekal. Sangat berbeda dengan pola pemerintahan dunia yang cenderung didasarkan kepada kekerasan dan kekejaman sehingga umumnya terbukti tidak pernah bertahan lama.
- Raja Damai: Kehadiran sang Messias sebagai Raja akan menciptakan damai-sejahtera dan keselamatan yang utuh bagi seluruh umat manusia. Sehingga dalam pemerintahanNya seluruh umat manusia mampu berdamai dengan Allah, berdamai dengan sesama dan alam, juga mampu berdamai dengan diri mereka sendiri.
Kini sang Messias yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya telah hadir dalam realita sejarah. Menjelang kelahiranNya Dia memang diberi nama “Imanuel” yang artinya: Allah menyertai kita sesuai dengan nubuat nabi Yesaya (Yes. 7:14). Apabila umat Israel yang hidup dalam wilayah kerajaan Yehuda saat itu sedang berada dalam ancaman dan serbuan tentara kerajaan Asyur, maka menjelang kelahiran sang Messias umat Israel juga sedang berada dalam penjajahan bangsa Romawi. Mereka juga sedang tertindas dan hidup dalam kegelapan. Secara politis dan militer umat Israel tidak memiliki kekuatan yang berarti untuk melawan kekuasaan bangsa Romawi. Namun Allah tidak memberikan pertolongan kepada umatNya suatu balatentara militer untuk melawan bangsa Romawi. Pada saat umat Israel berada dalam kegelapan dan penderitaan, Allah mengaruniakan sang Messias, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Cara kelahiran yang dialami oleh sang Messias juga tidak terjadi dalam lingkungan kerajaan yang gemerlap. Tetapi Kristus dilahirkan dengan cara yang paling sederhana. Luk. 2:6-7 memberi kesaksikan, yaitu: “Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan Ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan”. Messias yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya itu ternyata lahir dalam sebuah palungan, yaitu tempat makanan ternak. Walaupun di atas bahu Kristus terletak lambang pemerintahan Allah, yang mana Dia memiliki hikmat yang tiada taranya sebagai Penasihat Ajaib, Allah perkasa, Bapa yang kekal dan Raja Damai namun ternyata secara lahiriah Dia lahir dalam kesederhanaan dan kemiskinan. Dari sudut pandangan dunia, kelahiran dan kedatangan Kristus pada waktu itu sungguh-sungguh tidak termasuk dalam hitungan manusia.
Demikian pula pemberitaan tentang kelahiran Kristus menurut Injil Lukas disampaikan oleh Allah kepada orang-orang sederhana dan miskin, yakni para gembala yang saat itu sedang menjaga di padang Efrata. Allah mengutus para malaikatNya untuk menjumpai mereka dengan suatu berita: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juru-selamat, yaitu Kristus, Tuhan di kota Daud” (Luk. 2:10-11). Nubuat nabi Yesaya yang menyatakan umat Israel kelak akan menyaksikan suatu terang yang besar sehingga mereka akan mengalami kesukaan besar (Yes. 9:1), kini penggenapan nubuat firman Tuhan itu terjadi dan disampaikan para malaikat Tuhan kepada para gembala agar mereka mau menjadi saksi untuk memberitakan: “Kesukaan besar untuk seluruh bangsa”. Para gembala kemudian diutus oleh malaikat Tuhan menyaksikan berita besar tersebut agar seluruh bangsa dan umat manusia dapat mengalami kesukaan besar, sebab: “Hari ini telah lahir bagimu Juru-selamat, yaitu Kristus, Tuhan di kota Daud”. Sengaja berita dari malaikat Tuhan tersebut menekankan kata “hari ini” yang menunjuk kepada suatu waktu khusus dari peristiwa kelahiran Messias, yakni Tuhan Yesus Kristus.
Berita Natal yang utama adalah “hari ini telah lahir bagimu Juru-selamat”. Sebab dalam pengertian “hari ini” merupakan suatu momen inkarnasi dari Firman Allah. Tujuannya agar seluruh bangsa dan umat manusia memperhatikan dengan seksama “saat khusus” tersebut yakni peristiwa inkarnasi Firman Allah yang menjadi manusia di dalam Kristus. Inkarnasi Firman Allah menjadi manusia bukan di luar waktu itu. Sehingga bangsa dan umat manusia tidak boleh terkecoh dengan berbagai “klaim” tentang orang-orang atau nabi yang menganggap dirinya sebagai “juru-selamat”. Sebab inkarnasi Firman Allah yang menjelma dan lahir sebagai Juru-selamat sesungguhnya telah lahir di kota Daud yaitu kota Betlehem. Namun agar para gembala tersebut juga tidak salah menjumpai sang Messias yang baru lahir, para malaikat kemudian memberikan suatu identifikasi khusus, yaitu: “Dan inilah tandanya bagimu: kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan” (Luk. 2:12). Identifikasi ini sangat penting, sebab di Betlehem mungkin juga lahir beberapa orang bayi. Tanda pembedanya sangat sederhana, yaitu: “kamu akan menjumpai seorang bayi dibungus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan”.
Dengan demikian kita dapat melihat di dalam peristiwa Natal sebagai peristiwa inkarnasi Firman Allah yang menjadi Yesus Kristus berada dalam suatu paradoks, yaitu: sang Messias yang memiliki roh hikmat Allah sehingga Dia menjadi Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal dan Raja Damai tersembunyi di dalam pakaian kemiskinan dan kesederhanaan. KeperkasaanNya sebagai diri Allah tersembunyi di dalam ketidakberdayaan seorang bayi. Kuasa perdamaian yang dimilikiNya tersembunyi saat Dia terbaring di dalam palungan. Namun sesungguhnya hanya sang Messias, yaitu Kristus saja yang mampu menciptakan damai-sejahtera dan keselamatan bagi setiap orang. Kemuliaan Allah juga tersembunyi di dalam kesederhanaan dan kemiskinan lahiriah. Itu sebabnya malaikat Tuhan menyanyikan suatu pujian “Gloria in excelsis Deo” yaitu: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadaNya” (Luk. 2:14). Makna “ketersembunyian” ini dalam kehidupan sehari-hari sering tidak kita sadari. Kita sering terpengaruh melihat segi fisik, penampilan atau lahiriah dari pada sikap memperhatikan dengan cermat aspek dimensi dan substansi dari suatu realitas. Syalom atau perdamaian kita pahami sebagai upaya penyusunan kekuatan dan pengaruh. Manakala kita dapat memiliki kekuatan, pengaruh, dan sukses secara materi maka kita merasa dapat menekan dan mengendalikan sesama yang lebih lemah. Sehingga kita merasa “sejahtera” ketika kita mampu menguasai dan membungkam orang-orang yang melawan kita. Dalam hal ini kita melupakan dan mengabaikan kekuatan kasih Allah. Kristus dapat menjadi Raja Damai karena di dalam hidupNya Dia mengungkapkan seluruh rahasia kebenaran dan kasih Allah secara menyeluruh.
Peristiwa Natal menjadi sangat berarti ketika kita menghadirkan Kristus sebagai Raja Damai dalam setiap aspek kehidupan kita. Sehingga kita senantiasa mampu berperan menjadi “juru-damai” di tengah-tengah konflik dan perselisihan dalam keluarga, tempat pekerjaan dan kehidupan masyarakat. Sebagai “juru-damai” kita akan mengedepankan hikmat Allah sehingga seluruh tindakan dan pikiran kita hanya dikendalikan oleh kehendak Allah. Selain itu sebagai “juru-damai” kehidupan kita dipenuhi oleh spiritualitas kesederhanaan, yaitu sikap hidup yang jauh dari sikap materialistis, duniawi dan sikap loba atau serakah. Dalam hal ini kehidupan kita hanya dipenuhi oleh spiritualitas ucapan syukur kepada Tuhan, sebab kita mampu berdamai dengan diri sendiri. Jika demikian, bagaimanakah dengan kehidupan saudara? Apakah pada malam Natal ini saudara memiliki tekad yang kokoh untuk menjadi “juru-damai” dalam kuasa kasih Kristus? Juga apakah saudara bersedia untuk meninggalkan pola hidup duniawi, sehingga seluruh hidup kita meneladan sikap Kristus yang selalu merendahkan diri? Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar