Minggu, 04 Desember 2011

HERODES AGUNG, YANG GILA KUASA


Temuan makam Talpiot merupakan temuan kontroversial dan terbukti bukan sebagai makam Yesus dan keluargaNya. Tetapi penemuan makam raja Herodes Agung membuktikan bahwa kesaksian Injil Matius bukanlah sekedar isapan jempol. Sesungguhnya Herodes Agung seorang yang sangat religius sebab dialah yang membangun kembali Bait Allah, tetapi mengapa dia juga seorang yang kejam? Terbukti seorang yang religius tidak berarti dia selalu memiliki spiritualitas.

Beberapa waktu yang lalu kita sempat mendengar tentang temuan makam di Talpiot, Yerusalem. Temuan arkeologis tersebut menjadi sangat heboh dan sensasional sebab dalam peti-peti tulang (osuarium) tertulis inskripsi nama-nama tokoh utama dalam Perjanjian Baru seperti: nama “Matius”, “Maria”, “Yesus”, “Yusuf”, dan sebagainya. Sehingga dalam film “The Lost Tomb of Jesus” dan buku “Dynasty of Jesus” baik Simcha Jakobovici dan James Tabor beranggapan bahwa makam Talpiot merupakan bukti peninggalkan arkeologis makam dari keluarga atau dinasti dari Yesus. Dengan temuan makam Talpiot mereka menyatakan bahwa Yesusdari Nazaret sebagaimana yang diimani oleh orang Kristen sesungguhnya tidak bangkit. Tetapi kini anggapan atau dugaan Simcha Jakobovici dan James Tabor telah dapat dibantah dengan mudah, sehingga pandangan mereka lebih tepat merupakan suatu spekulasi dari pada suatu bukti arkeologis. Selain itu kini juga telah ditemukan makam dari raja Herodes Agung di wilayah yang disebut sebagai “Herodium” yang terletak sekitar 12 km Yerusalem. Dengan demikian kesaksian Injil Matius tentang tokoh Herodes Agung bukanlah sekedar isapan jempol. Letak penemuan makam raja Herodes Agung ini sesuai pula dengan kesaksian seorang ahli sejarah kuna yaitu Flavius Josephus.

                Dari dokumen sejarah, tokoh Herodes Agung dikenal memiliki pengaruh dan kekuasaan yang cukup luas. Selain itu dia dikenal sebagai seorang yang pandai merancang berbagai pembangunan kota dan tempat-tempat terkenal. Hasil karyanya terlihat dari pembangunan kota Kaisarea, benteng Masada, kota Makhaerus dan pembangunan kembali Bait Allah. Sebagai seorang penguasa raja Herodes Agung telah mampu membuktikan dirinya sebagai seorang administrator negara yang baik. Dengan pembangunan Bait Allah, Herodes Agung juga menunjukkan bahwa dia sebenarnya seorang yang cukup religius. Dia ingin memberikan suatu tempat ibadah yang sangat representatif, megah dan sangat indah bagi umat Israel. Tetapi kelebihannya sebagai seorang administrator negara dan pribadinya yang religius,  ternyata tidak dapat menutup sisi gelap dan kekurangan dirinya. Sebab Herodes Agung juga dikenal sebagai seorang yang sangat kejam untuk mempertahankan kekuasaannya. Itu sebabnya dia tidak pernah segan memerintahkan hukuman mati untuk setiap pesaing takhtanya termasuk isterinya yang bernama Mariamne dan juga kedua anaknya laki-laki. Jadi dalam hal ini Herodes Agung memang memiliki kepandaian, keahlian dan kepemimpinan serta sifat religius; namun dia juga pada saat yang sama terbukti seorang yang kejam dan dapat menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya.

 Menurut psikolog Alfred Adler, manusia pada umumnya memiliki dorongan yang sangat kuat untuk berkuasa. Manusia bukan hanya memiliki libido seksuil sebagaimana yang dikatakan oleh Sigmund Freud, tetapi juga manusia memiliki libido berkuasa. Setiap orang yang sehat pastilah memiliki libido atau nafsu seks dan nafsu berkuasa. Kedua libido tersebut pada hakikatnya merupakan anugerah dari Tuhan sehingga kita dapat memiliki dorongan alamiah untuk melanjutkan keturunan dan kemampuan untuk mengembangkan pengaruh positif dalam kehidupan ini. Sehingga tidaklah benar bahwa libido yang kita miliki itu sebagai tanda kutuk atau sekedar menunjukkan bahwa kita manusia yang memiliki libido sebenarnya hidup di bawah keinginan daging. Tetapi memang kita harus hati-hati dan selalu waspada karena sering libido yang kita miliki, baik libido seksuil maupun libido berkuasa berkembang sedemikian rupa sehingga kita kemudian dibelenggu dan dijadikan hamba oleh nafsu-nafsu kita. Dalam kasus-kasus tertentu, kita dapat melihat bahwa libido berkuasa sering berkembang menjadi ekstrem dan abnormal; sehingga mereka yang dikuasai oleh libido tersebut menjadi pribadi-pribadi yang sangat jahat dan kejam. Selain tokoh Herodes Agung, kita juga dapat melihat beberapa tokoh sejarah modern seperti Hitler yang menganggap dirinya sebagai “Fuhrer” (pemimpin) bangsa Jerman. Hitler ingin menjaga kemurnian bangsa Jerman sebagai bangsa Arya dengan cara membasmi orang-orang Yahudi, sehingga akhirnya timbullah “holocaust” yaitu korban pembantaian orang Yahudi sebanyak 6 juta orang. Tokoh lain yang berkuasa dan sangat kejam dapat disebut juga yaitu presiden Romania yaitu Ceaucescu bersama isterinya, yaitu Elena yang memerintah Romania tahun 1965-1989. Dia mengangkat dirinya sebagai “conducator” (pemimpin) dan “Genius of the Carpathians”. Demi pemujaan dirinya Ceaucescu melakukan tindakan genocide (pembantaian massal) kepada setiap musuh politiknya. Tokoh lain yang haus darah dan mengorbankan banyak orang demi  kekuasaannya adalah Sadam Hussein yang ternyata banyak membantai rakyat, orang-orang yang dianggap berbahaya atau para musuhnya dalam jumlah yang sangat besar.  Namun sangat menarik semua diktaktor kejam tersebut hampir seluruhnya mati dengan cara yang sangat mengenaskan, dan dunia hanya mengenang mereka sebagai “musuh-musuh kemanusiaan”.

                Di kisah Injil Matius menyaksikan bagaimana ambisi Herodes Agung untuk mempertahankan kekuasaannya. Di Mat. 2:16-18 menyaksikan cara Herodes Agung membunuh bayi Yesus dengan cara membunuh semua bayi yang berumur di bawah 2 tahun di kota Betlehem. Namun ambisi Herodes Agung yang sangat abnormal secara sederhana oleh Injil Matius diungkapkan terlebih dahulu dengan perasaan “terkejut”. Ketika orang-orang Majus bertanya kepada Herodes Agung tentang Messias yang akan dilahirkan, yaitu: “Di manakah Dia raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintangNya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia” (Mat. 2:2), maka disebutkan reaksi dari Herodes Agung, yaitu: “Ketika raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem” (Mat. 2:3). Tentunya Injil Matius bukan sekedar menunjukkan perasaan terkejut dalam arti yang biasa. Sebab di balik ungkapan “terkejutlah Herodes Agung” mau menyatakan sesuatu yang sangat mendasar yaitu tentang situasi pergolakan batin Herodes Agung yang mana pada saat itu dia tiba-tiba merasa sangat terancam sebab kini telah muncul “rival” atau “saingan” dalam wilayah kekuasaannya.

                Perasaan terkejut yang dialami oleh raja Herodes Agung perlu kita pahami sebagai suatu fenomena faktual psikologis yang juga dialami oleh banyak orang, termasuk anggota jemaat. Kita juga akan terkejut ketika kita mendengar bahwa di dekat rumah atau kantor kita telah berdiri sebuah toko, depot, rumah-makan, bengkel atau berbagai tempat usaha yang sejenis dengan tempat usaha yang kita miliki. Apalagi kita juga mendengar bahwa tempat usaha yang baru tersebut tampaknya lebih baik, lebih lengkap dan lebih profesional. Pastilah kita mulai merasa was-was, takut, dan terancam. Bukankah dalam kondisi ekonomi yang sulit dan kompetitif ini kita makin sensitif dengan muncul berbagai tempat usaha atau bisnis yang sejenis dengan tempat usaha yang kita miliki? Demikian pula kita merasa was-was, takut dan terancam ketika muncul gedung gereja  dari jemaat lain yang baru dan lebih profesional dibandingkan dengan gedung gereja yang kita miliki. Kita kuatir apabila anggota jemaat kita berpaling meninggalkan kita dan mereka lalu berbondong-bondong masuk menjadi anggota di gereja yang baru berdiri itu. Jadi tampaknya rasa terkejut, was-was, takut dan terancam telah menghinggapi kehidupan manusia. Sehingga dalam masyarakat kita juga berkembang perasaan terkejut, was-was, takut dan terancam ketika mereka mendengar kemajuan dan perkembangan agama lain. Timbul perasaan tidak suka, benci, dan iri-hati ketika bangsa kita mendengar dan melihat agama lain berkembang lebih pesat dari pada agamanya sendiri. Karena itu mereka kemudian menggunakan cara-cara kekerasan, cara-cara yang licik dan jahat untuk menghancurkan agama lain sebab “agama lain” tersebut dianggap dapat membahayakan eksistensi dan perkembangan agamanya. Jika demikian, apa bedanya semua sikap tersebut dengan sikap Herodes Agung yang terkejut, takut, was-was dan terancam karena itu kemudian dia menggunakan kekerasan dan pembantaian?

                Pada satu sisi sangatlah jelas bahwa Herodes Agung seorang yang kuat, memiliki pengaruh yang luas, dan berhasil dalam memajukan negaranya. Tetapi pada sisi yang lain ternyata Herodes Agung seorang yang sebenarnya lemah dan gagal dengan dirinya sendiri. Dia berhasil menanamkan pengaruh dan kekuasaannya di seluruh wilayah kerajaannya, tetapi dia gagal menanamkan kepercayaan diri dan martabat dirinya secara sehat dan proporsional. Itu sebabnya dia sangat mudah merasa terancam oleh eksistensi orang lain. Sebenarnya dia seorang yang sangat religius tetapi dia miskin dalam spiritualitas. Herodes Agung memiliki kekuasaan yang luar biasa, tetapi dia tidak memiliki kekuasaan bagi dirinya sendiri. Itu sebabnya dia tidak pernah merasa tenang dengan apa yang dia miliki. Herodes Agung ingin memiliki kepastian bahwa kekuasaan dan pengaruhnya mutlak, sehingga tidak boleh ada yang menyaingi dan mengganggu kekuasaannya. Manakala Herodes Agung memanggil semua Imam Kepala dan Ahli Taurat bukan karena dia ingin mendengar kebenaran firman Tuhan, tetapi dari nubuat firman Tuhan yang ada dia  kemudian  memiliki rencana untuk membunuh Kristus yang baru lahir. Dalam hal ini betapa sering kita memiliki sikap seperti Herodes Agung. Kita tidak dapat hidup sejahtera dan tenang dengan perkembangan atau kemajuan orang lain. Sehingga kita kemudian lebih mengembangkan perasaan iri hati dengan keberhasilan orang lain. Kita juga lebih suka mengembangkan kebencian dan keinginan untuk merusak ketika agama lain berkembang dengan pesat. Kalau kita memiliki iman yang sehat dan mantap, seharusnya kita tidak perlu merasa takut tersaingi. Semakin kita berkualitas, memiliki spiritualitas yang sehat dan mantap secara profesional; maka kita siap memasuki berbagai persaingan dengan semua pihak. Bahkan lebih dari pada itu kita bersedia untuk terus berbenah diri.

                Apabila kita mencermati kisah Injil Matius pasal 2, kita dapat menjumpai bahwa rasa terkejut yang dialami oleh Herodes Agung muncul dari pertanyaan orang-orang Majus. Herodes Agung terkejut bukan karena mendengar laporan dari para detektif atau perwira pasukannya. Tetapi dia terkejut karena kabar dari tamu asing yang datang dan singgah di wilayah kerajaannya. Selain itu orang-orang Majus jelas bukan umat Israel, dan mereka juga bukan warga-negaranya. Jika demikian, siapakah sebenarnya orang-orang Majus itu? Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang identitas orang-orang Majus, yaitu:

a.       Imam-imam dari Persia
                b.      Orang yang ahli dalam ilmu rahasia/memiliki kemampuan sihir/tenung.
                c.       Ahli-ahli perbintangan (astrologi)
Tetapi juga ada pendapat lain yang sangat menarik. Orang-orang Majus sering disebut pula sebagai “orang-orang bijaksana dari Timur”. Sehingga ada yang berpendapat bahwa Timur menunjuk wilayah India, yang mana orang-orang Majus tersebut sebenarnya menunjuk kepada para pengikut Budha yang telah memperoleh pencerahan. Mereka datang ke Betlehem karena mereka telah mendapat pencerahan dan dituntun oleh bintang bahwa sekarang telah lahir seorang yang menjadi inkarnasi dari sang Budha di kota Betlehem.

Semua hal tersebut di atas lebih tepat masih merupakan suatu spekulasi. Kita tidak boleh terjebak dalam berbagai spekulasi tentang latar-belakang dan identitas orang-orang Majus. Sebab yang lebih penting, apapun dan bagaimanapun latar-belakang mereka, orang-orang Majus yang datang ke Betlehem pada hakikatnya memiliki tujuan yang sangat mulia. Mereka hanya ingin menjumpai bayi Yesus dan menyembahNya, serta mereka ingin memberikan persembahan yang telah mereka siapkan secara khusus di negeri asalnya.

Dengan melihat motif orang-orang Majus yang datang dari negeri yang sangat jauh, sehingga mereka telah mengalami berbagai kesulitan selama perjalanan dengan tujuan menyembah dan mempermuliakan Kristus yang lahir; maka kita dapat melihat secara kontras jati-diri yang asli dari Herodes Agung. Jadi pada prinsipnya orang-orang Majus bersedia datang dari jauh karena mereka memiliki kepekaan yang luar biasa tentang keilahian dan keTuhanan Yesus sebagai seorang Raja. Pada sisi lain ternyata Herodes Agung yang tinggal di dekat kelahiran Kristus sama sekali tidak mengetahui. Apabila orang-orang Majus datang untuk menyembah Kristus, maka Herodes Agung justru ingin membunuh dan menyingkirkan Kristus. Bukankah gambaran 2 tokoh ini kini juga terjadi dalam kehidupan kita? Betapa banyak orang-orang yang telah diubahkan hatinya dan diperbaharui oleh Tuhan, sehingga mereka kini mau berkorban diri untuk mempermuliakan nama Kristus. Tetapi juga betapa banyak orang yang ingin mengorbankan orang lain atau sesama agar mereka dapat mempermuliakan diri dan agamanya sendiri? Betapa banyak orang yang karena cinta kasih Kristus, mereka bersedia untuk menderita dan berkorban; tetapi juga betapa banyak orang yang ingin menyingkirkan dan menghancurkan nama Kristus dengan menciptakan berbagai opini yang buruk. Dalam hal ini mereka melupakan satu fakta yang penting bahwa kekudusan dan keilahian Kristus tidak dapat diragukan oleh siapapun. Semua agama monotheis mengakui Kristus sebagai wujud dari inkarnasi Firman Allah. Sehingga siapapun yang menghina nama Kristus, sesungguhnya mereka telah melawan dan menghina Allah yang telah berinkarnasi dalam firmanNya, yaitu di dalam diri Kristus.

Kita telah belajar melihat 2 tokoh yang sangat kontras yaitu Herodes Agung dan orang-orang Majus. Tetapi sesungguhnya mereka berdua sebenarnya juga orang-orang yang memiliki kesamaan. Herodes Agung dan orang-orang Majus sebenarnya mereka sama-sama memiliki keuletan, idealisme dan cita-cita yang tinggi. Herodes Agung sangat ulet untuk mempertahankan kekuasaannya. Dia percaya akan idealisme yang dimilikinya. Demikian pula orang-orang Majus juga ulet sehingga mereka bersedia menempuh perjalanan yang sangat jauh dan berbahaya. Orang-orang Majus juga memiliki cita-cita yang tinggi untuk datang menjumpai bayi Yesus yang mereka yakini sebagai raja. Tetapi di antara kedua tokoh tersebut terdapat faktor pembeda antara Herodes Agung dan orang-orang Majus. Dalam hal ini Herodes Agung tidak memiliki sikap kerendahan hati dan kebijaksanaan sebagaimana yang dimiliki oleh orang-orang Majus. Sifat ambisius dan egoisme atau egocentrisme dari Herodes Agung begitu menguasai dia, sehingga dia tidak memiliki spiritualitas kerendahan hati dan kebijaksanaan.

Selaku umat Kristen kita perlu memiliki aspek-aspek spiritualitas secara seimbang dan proporsional. Jadi kita perlu memiliki ambisi dan keinginan diri untuk berkembang secara wajar serta sehat. Tetapi kita harus menolak segala bentuk dorongan sikap yang ambisius, egoisme dan sikap egocentrisme yang mana kita kemudian hanya memiliki kecenderungan untuk selalu memaksakan kehendak diri. Sebaliknya kita perlu mengembangkan “perasaan cukup” dengan penuh rasa syukur sehingga kita selalu mampu mengendalikan dorongan nafsu untuk “memperoleh banyak hal”, tetapi kemudian kita “kehilangan semua hal”. Apabila kehidupan kita dikendalikan oleh spiritualitas diri yang rendah-hati dan bijaksana, maka seluruh ambisi kita tidak pernah kita kembangkan untuk kepentingan diri kita atau keluarga sendiri; sebaliknya ambisi dan cita-cita serta idealisme kita haruslah kita kontribusikan untuk kesejahteraan dan keselamatan umat manusia. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar