Minggu, 04 Desember 2011

Imanuel: Sang Pemulih Kehidupan


Yes. 7:10-16; Mzm. 80:1-7, 17-19; Rom. 1:1-7; Mat. 1:18-25 

Pengantar
Setiap orang pernah mengalami kondisi yang darurat atau kritis, apakah karena dia menderita sakit, kecelakaan, rencana pemutusan hubungan kerja, bencana dan berbagai permasalahan lainnya. Karena kondisi tertentu dianggap darurat, maka seseorang akan berupaya untuk melakukan sesuatu demi menyelamatkan nyawanya. Apabila dia tidak mampu mengatasi seorang diri maka dia akan meminta pertolongan atau bantuan kepada orang lain. Semua respon tersebut wajar dan manusiawi. 
Namun dapat menjadi suatu problem etis-moral dan iman, manakala seseorang mencari bantuan atau pertolongan dengan mengabaikan Allah.  Sikap dan keputusan yang mengabaikan Allah berarti dia juga mengabaikan  prinsip-prinsip etis-moral, hati-nurani dan iman. Akibatnya langkah atau keputusan yang diambil justru memperparah kondisi darurat yang sedang dialaminya seperti seseorang yang berupaya untuk melunasi hutang dengan pembayaran dari rentenir yang lalim. Dia mungkin mampu membayar hutang-hutangnya, tetapi dengan akibat dia memiliki hutang yang semakin besar kepada para rentenir dan tidak mampu  membayar sampai kapanpun.  

                Dalam kondisi darurat, kita mudah terperangkap oleh perasaan takut dan panik seperti yang dilakukan oleh raja Ahaz dan umat Israel. Memang semula  raja Ahaz, hati umat Israel di kerajaan Yehuda (kerajaan Israel Selatan) sempat berbunga-bunga. Mereka saat itu merasa kuat dan jaya. Sebab serbuan raja Aram yaitu Rezin dan raja Israel Utara yaitu Pekah ke Yerusalem gagal. Raja Aram dan raja Israel Utara tidak dapat mengalahkan kerajaan Yehuda, di Israel Selatan. Namun tidak lama kemudian kerajaan Aram kembali menyusun kekuatan dan mereka menyerang kerajaan Israel Selatan. Untuk itu mereka telah berhasil berkemah di wilayah Efraim. Kini raja Ahaz dan umat Israel di kerajaan Yehuda menjadi ciut hatinya. Disebutkan di Yes. 7:2 demikian: “Lalu diberitahukanlah kepada keluarga Daud: ‘Aram telah berkemah di wilayah Efraim’ maka hati Ahaz dan hati rakyatnya gemetar ketakutan seperti pohon-pohon hutan bergoyang ditiup angin”.  Raja Ahaz dan umat Israel di Yehuda semula merasa serba aman, tetapi kini mereka menyadari berada dalam situasi yang sangat berbahaya. Krisis politis dan keselamatan umat melanda seluruh negeri.

Janji Pertolongan Allah
                Di tengah situasi yang menakutkan itu,  Allah mengutus nabi Yesaya untuk memberi penghiburan dengan firman: “Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hati kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini, yaitu kepanasan amarah Rezin dengan Aram dan anak Remalya” (Yes. 7:4). Bahkan lebih dari pada itu Allah meneguhkan raja Ahaz dengan tawaran, yaitu: “Mintalah suatu pertanda dari Tuhan, Allahmu, biarlah itu sesuatu dari dunia orang mati yang paling bawah atau sesuatu dari tempat tertinggi yang di atas” (Yes. 7:10-11).  Allah memperkenankan raja Ahaz untuk minta suatu tanda dari alam neraka (syeol) ataupun dari alam surga (hasyamayim) agar dia yakin bahwa Allah akan menyertai dan melindungi kerajaan Yehuda. Jawaban raja Ahaz terhadap tawaran Allah tersebut adalah: “Aku tidak mau meminta, aku tidak mencobai Tuhan” (Yes. 7:12). Bagaimana kesan saudara ketika mendengar ungkapan raja Ahaz ini? Bukankah kita memperoleh kesan bahwa raja Ahaz sangat menghormati Allah dan dia tidak mau mencobai Allah? Bukankah dia juga terkesan telah berlaku sangat bijaksana dan saleh, sehingga raja Ahaz tidak mau meminta tanda apapun kepada Allah?

Sepintas kita memperoleh kesan bahwa raja Ahaz sangat bijaksana, saleh dan tidak mau mencobai Allah. Tetapi siapakah raja Ahaz? Di II Raj. 16:2-3 disaksikan bahwa raja Ahaz, yaitu: “Ia tidak melakukan apa yang benar di mata Tuhan, Allahnya, seperti Daud, bapa leluhurnya, tetapi ia hidup menurut kelakuan raja-raja Israel, bahkan ia mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau Tuhan dari depan orang Israel”.  Raja Ahaz ternyata mengikuti kebiasaan keji dari bangsa-bangsa sekitarnya yang tidak enggan untuk mempersembahkan anaknya laki-laki sebagai korban dalam api untuk para dewa bangsa Kanaan. Sebenarnya ketika raja Ahaz dan kerajaan Yehuda diserang oleh raja Aram bersama raja Israel Utara, raja Ahaz segera mencari bantuan kepada raja Asyur kepada Tiglat Pileser dengan pernyataan: “Aku ini hambamu dan anakmu. Majulah dan selamatkanlah aku dari tangan raja Aram dan dari tangan raja Israel yang telah bangkit menyerang aku” (II Raj. 16:7). Raja Ahaz menyikapi kondisi darurat yang sedang menimpa negaranya dengan cara mencari perlindungan politik dan militer kepada kerajaan Asyur. Dia tidak mempercayai janji penghiburan dan pertolongan Allah. Jadi di balik ungkapan raja Ahaz yang terkesan bijaksana, saleh dan tidak mencobai Allah sebenarnya karena dia tidak menaruh sikap percaya kepada Allah.  Raja Ahaz lebih mengandalkan kekuatan kerajaan Asyur dari pada kekuatan dan pertolongan dari Allah.

Bila Tidak Bersandar Kepada Allah
Raja Ahaz enggan menyambut tawaran pertolongan dari Allah. Dengan cara yang halus raja Ahaz menolak tawaran Allah yang menaruh kasih dan kesetiaan kepada umat Israel di Yehuda. Padahal janji pertolongan Allah tersebut dinyatakan bukan karena raja Ahaz dan umat Israel telah hidup benar di hadapan Allah.  Bukankah raja Ahaz sering berlaku sangat keji dan jahat di hadapan Allah?  Karena itu dapat dipahami reaksi nabi Yesaya terhadap penolakan raja Ahaz, yaitu: “Baiklah dengarkan, hai keluarga Daud! Belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga?” (Yes. 7:13).  Selama raja Ahaz memerintah, dia telah melakukan segala hal yang jahat. Kejahatan raja Ahaz telah melelahkan dan melukai hati Allah. Namun pada saat raja Ahaz dan umat Israel di Yehuda menghadapi suatu bahaya besar, ternyata Allah tetap setia dan mengasihi mereka. Itu sebabnya Allah meneguhkan dan meyakinkan mereka bahwa para musuhnya tidak akan dapat menghancurkan dan mengalahkan mereka. Dengan kasih karuniaNya Allah menawarkan suatu tanda untuk menguatkan kasih setiaNya. Ternyata raja Ahaz memilih untuk menolak tawaran dari Allah. Dia memberi jawaban “teologis” yang tampaknya sangat saleh, rohani dan bijaksana padahal sesungguhnya raja Ahaz lebih mengandalkan pertolongan dan perlindungan dari raja Asyur. Dengan demikian raja Ahaz telah menolak kasih setia dan perlindungan Allah dengan berpaling kepada pertolongan raja Asyur. Tetapi kemudian terbukti pilihan raja Ahaz tersebut justru menjadi malapetaka. Sebab kelak raja Asyur yang menyerbu dan mengepung kerajaan Yehuda  atau wilayah Israel Selatan (Yes. 8:5-10). Raja Asyur yang dijadikan penyelamat oleh raja Ahaz, malahan berbalik menjadi musuh yang siap menghancurkan kerajaan Yehuda. Raja Ahaz dan kerajaan Yehuda menghadapi  “senjata makan tuan” karena sekutunya yakni kerajaan Asyur berbalik menguasai dan menaklukkan mereka.

                Bukankah sikap penolakan raja Ahaz terhadap pertolongan Allah tersebut seharusnya membawa kepada murka dan hukuman Allah. Tetapi sangat ajaib kasih karunia dan kesetiaan Allah kepada umatNya. Walau hati Allah telah dilukai dan umat telah berpaling dari padaNya, kasih setia Allah ternyata tidak pernah berubah. Kepada keluarga kerajaan Daud, Allah justru memberi suatu janji eskatologis. Allah menjanjikan keselamatan yang menyeluruh kepada umatNya melalui keturunan keluarga kerajaan Daud. Di Yes. 7:14, Allah berfirman: “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”. Beberapa ahli tafsir Kitab Suci menyarankan bahwa nubuat nabi Yesaya ini menunjuk kepada anak raja Ahaz. Tetapi kenyataannya tidak ada seorang anak dari Ahaz yang bernama Imanuel. Juga anak yang bernama “Imanuel” ini bukan menunjuk kepada penerus takhta raja Ahaz, yaitu raja Hizkia.  Nubuat nabi Yesaya ini juga tidak menunjuk kepada anak nabi Yesaya. Sebab anak nabi Yesaya memiliki nama, yaitu: “Maher-Syalal Hasy-Bas” (Yes. 8:3-4). Jadi nubuat nabi Yesaya tentang “Imanuel” tersebut menunjuk tokoh yang mana? Untuk memperoleh jawaban yang benar, kita perlu membaca secara teliti dan utuh dari keseluruhan perikop yaitu Yes. 8 dan 9. Khususnya perhatikan hubungan antara nubuat Yes. 8:3-4 dan Yes. 9:5.

Misteri Tokoh Imanuel
Dengan demikian nubuat nabi Yesaya tentang seorang perempuan muda yang akan melahirkan anak laki-laki dan diberi nama ‘Imanuel’ jelas berkaitan erat dengan nubuat firman Tuhan di Yes. 9:5, yaitu: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, Raja Damai”. Anak laki-laki yang memiliki nama “Imanuel” jelas seorang anak yang kelak akan dilahirkan oleh seorang perempuan muda, yang mana lambang pemerintahan Allah berada di atas bahuNya. Sang Imanuel tersebut memiliki wibawa kerajaan Allah sehingga Dia memiliki roh hikmat sebagai Penasihat Ajaib. Dia hadir sebagai Allah yang perkasa, manifestasi dari kehadiran Bapa yang kekal. Dan yang sangat khas adalah karakter sang Imanuel akan tampil sebagai seorang raja Damai. Dialah raja Syalom yang akan menyertai seluruh umat dengan kehadiran Allah. Jadi sangat tepatlah namanya disebut sebagai “Imanuel” yang artinya: Allah menyertai kita! Melalui kehidupan dan karya sang Imanuel tersebut tampaklah pemerintahan Allah di atas bahuNya, keperkasaan Allah, Bapa yang kekal dan raja damai.

Makna teologis dari nubuat nabi Yesaya tersebut perlu kita pahami saat kita membaca dan merenungkan peristiwa kelahiran Tuhan Yesus di Mat. 1:18-25. Setelah melewati waktu 600 tahun, barulah nubuat nabi Yesaya dapat terwujud. Di Mat. 1:18 menyaksikan bahwa Maria, sebagai perempuan muda disebutkan mengandung karena Roh Kudus. Kitab Injil-Injil menegaskan bahwa Maria tidak mengandung karena perbuatan seorang laki-laki sebagaimana yang dituduhkan oleh James Tabor dalam bukunya yang berjudul “Dinasti Yesus”. James Tabor dalam bukunya yang berjudul “Dinasti Yesus” berusaha secara paksa membuktikan bahwa Yesus adalah seorang anak yang lahir secara haram. James Tabor menyatakan bahwa Maria mengandung Yesus karena dia telah diperkosa oleh seorang perwira Romawi bernama “Pantera” (nama lengkapnya: Tiberius Julius Abdes Pantera). Logika James Tabor sebenarnya sederhana saja, yaitu semua orang pasti mempunyai ayah dan ibu. Karena itu James Tabor menolak semua kemungkinan kisah supra-natural sebagaimana yang disaksikan oleh Injil. Bagi James Tabor, karena Yesus hanya disebut oleh kitab Injil lahir dari Maria, maka pastilah Yesus memiliki “ayah” biologis. Ayah inilah yang diduga oleh James Tabor ditutup-tutupi atau dimanipulasi oleh Injil. Sebab ayah Yesus pastilah bukan Yusuf. Untuk itu James Tabor menggunakan kisah legenda tentang perwira Romawi bernama Pantera sebagai “ayah” Yesus. Kesimpulan James Tabor tampak dilandasi oleh data sejarah, tetapi sesungguhnya tidak dilandasi oleh metode akademis yang valid tetapi spekulatif dan subyektif.  

Yesus: Sang Imanuel
                Pandangan James Tabor tersebut justru berlawanan dengan kesaksian Al Quran. Karena dengan sangat jelas Quran memberi kesaksian tentang kelahiran Yesus, saat  malaikat Jibrail berkata kepada Maria di Surah 3:45, yaitu: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari padaNya namaNya Al Masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan salah seorang di antara orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)”. Tanda kurung dalam Surah 3:45 sebenarnya berasal dari terjemahan Departemen Menteri Agama. Dari ayat ini jelas bahwa Al Quran pada prinsipnya mengakui kelahiran Yesus terjadi karena  karya dari “kalimat Allah” yaitu bahwa Yesus dapat lahir sebagai manusia karena kuasa Firman Allah. Gagasan Al Quran ini sesuai dengan kesaksian Injil Yohanes, yaitu karena Firman Allah menjadi manusia, sehingga sangatlah layak Tuhan Yesus sebagai inkarnasi Firman Allah menjadi seorang yang terkemuka di dunia dan di akhirat. Di Mat. 28:18, Tuhan Yesus berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Jadi kemanusiaan diri Tuhan Yesus terwujud melalui seorang perempuan bernama Maria, sama sekali bukan karena hasil nafsu birahi dari Yusuf sebagai tunangan Maria dan juga bukan karena perbuatan dari tokoh legenda bernama Pantera. Kitab Injil menegaskan bahwa Maria dinaungi oleh Roh Kudus, sehingga Firman Allah kemudian menjelma menjadi seorang manusia dalam diri Yesus Kristus.

Anak yang dikandung oleh Maria disebutnya dengan nama “Yesus” yang artinya: “karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka” (Mat. 1:21). Bukankah semakin jelas bahwa nubuat nabi Yesaya di abad VI sM akhirnya menjadi suatu kenyataan sejarah. Anak laki-laki yang akan disebut dalam nubuat nabi Yesaya sebagai “Imanuel”, kemudian oleh malaikat Tuhan diberi nama “Yesus”. Itu sebabnya Injil Matius mengutip nubuat nabi Yesaya demikian: “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel – yang berarti: Allah menyertai kita” (Mat. 1:23). Tuhan Yesus datang dan lahir untuk memulihkan kehidupan umat manusia yang telah jatuh di bawah kuasa dosa. Sebagaimana umat Israel di kerajaan Yehuda waktu zaman raja Ahaz hidup dalam bahaya besar karena ancaman dan serbuan dari raja Aram bersama raja Israel Utara, demikian pula kehidupan umat Allah sepanjang zaman senantiasa berada dalam bahaya yang lebih besar dari pada sekedar ancaman dan serangan militer.

Pemulih Kehidupan
Kehidupan umat manusia pada hakikatnya selalu berada dalam serangan dan bahaya penaklukan dari kuasa dosa.   Karena itu umat manusia sepanjang zaman membutuhkan pertolongan dan karya penyelamatan Allah. Jadi umat manusia tidak dapat memperoleh keselamatan di luar Kristus. Seperti raja Ahaz yang pernah mencari pertolongan kepada raja Asyur dan ternyata kemudian raja Asyur berbalik menyerang raja Ahaz dan kerajaan Yehuda; demikian pula umat manusia juga tidak dapat mencari pertolongan dengan usaha dan kemampuannya sendiri. Umat manusia membutuhkan karya pemulihan dan keselamatan Allah melalui karya penebusan Mesias, yaitu Kristus. Sebab hanya Kristus saja yang memiliki kuasa ilahi untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa. Dalam diriNya selaku sang Imanuel, Kristus memiliki wewenang dan wibawa Allah yang setara dengan Allah. Dialah wujud dari pemerintahan Allah. Hanya Kristus saja yang mampu menjadi penasihat yang ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal dan Raja Damai. Karena itu dengan kehadiran Kristus, Allah telah menyatakan pemerintahan dan kerajaanNya di bumi untuk menghadirkan keselamatan dan damai-sejahtera (syalom). Kerajaan syalom  bukan lagi suatu ketidakmungkinan dalam kehidupan manusia, sebab di dalam Kristus, Allah telah memulihkan umatNya dari kuasa dosa.

Jadi jelaslah bahwa nubuat nabi Yesaya kini telah menjadi suatu kenyataan sejarah. Kristus telah lahir dan wafat bagi umat manusia, sehingga dengan kematian dan kebangkitanNya Allah telah mendamaikan secara sempurna umat manusia dengan diriNya. Namun tidak berarti karya pemulihan Allah telah selesai begitu saja. Sebab umat manusia, khususnya umat percaya tetap dipanggil untuk terus memberi respon iman kepada Kristus. Ketika kita lalai dan tidak memberi respon iman sebagaimana yang seharusnya, maka kehidupan kita akan kembali berada dalam kuasa dosa. Tepatnya ketika kita tidak memiliki hubungan yang pribadi dengan Kristus, maka  kehidupan kita akan didominasi oleh kuasa dosa. Hidup kekristenan kita   akan diwarnai hawa-nafsu dunia. Hawa-nafsu dan belenggu dosa tersebut akan menyebabkan berbagai “keretakan”dalam kepribadian kita, sehingga begitu banyak “celah-celah dosa” yang melingkupi kehidupan pribadi kita.  Wujud keretakan dalam kepribadian kita tersebut menghasilkan sikap pikir yang picik, licik, keji, serakah dan sewenang-wenang. Itu sebabnya Allah kemudian berpaling dan menghukum kita dengan kepanasan murkaNya. Demikian pula keadaan umat Israel sebagaimana yang digambarkan dalam Mzm. 80. Mereka sangat menderita. Penderitaan umat Israel makin diperdalam ketika mereka mengingat begitu besar kasih setia Allah yang pernah mereka alami di masa lampau, tetapi kini mereka ditinggalkan oleh Allah.

Dipulihkan Dari Kuasa Dosa
Umat Israel di Mzm. 80 sadar bahwa  dahulu mereka sangat dikasihi oleh Allah, tetapi sekarang mereka dibuang dan bahkan doa-doa mereka tidak didengarkan oleh Allah. Mzm. 80:5-6 berkata: “Tuhan, Allah semesta alam, berapa lama lagi murkaMu menyala sekalipun umatMu berdoa. Engkau memberi mereka makan roti cucuran air mata, Engkau memberi mereka minum air mata melimpah-limpah”. Umat Allah kini merasakan bagaimana Allah yang kudus telah berpaling dan menghukum mereka, sehingga Allah sama sekali tidak mau lagi mendengarkan umatNya yang berdoa. Bahkan kini Allah memberi mereka makan berupa “roti cucuran air mata” dan memberi mereka minum berupa “air mata yang melimpah-limpah”. Ungkapan ini merupakan gambaran dari dahsyatnya hukuman Allah kepada umat yang berdosa. Itu sebabnya kini pemazmur kembali menaikkan doa permohonan kepada Allah agar Allah berkenan menunjukkan belas kasihan dan pengampunan kepada umatNya, yaitu: “Ya Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajahMu bersinar, maka kami akan selamat” (Mzm. 80:8). Doa dari pemazmur ini juga dapat menjadi doa permohonan kita di masa Adven IV, agar Allah dengan kasih karuniaNya berkenan memulihkan kehidupan kita dari kuasa dosa. Kita berdoa agar Allah berkenan menyinarkan wajahNya kepada kita, maka pastilah kita yang sedang berada dalam hukuman dan penderitaan akan mengalami keselamatan.

Mungkin saat ini menjelang hari Natal, kita masih sarat dengan berbagai beban dan dosa. Kita merasa telah ditinggalkan dan dihukum oleh Allah. Tetapi di dalam karya penyelamatan Kristus, Allah berkenan memberi kepada kita suatu pengharapan besar, bahwa Dia akan memulihkan setiap umat yang sungguh-sungguh percaya dan menerima Kristus. Dia berkenan hadir menyertai kita sebagai sang Imanuel untuk meneguhkan  perlawanan dan perjuangan kita menghadapi kuasa dosa.  Allah menyertai kita dalam pergumulan kita yaitu saat kita mengalami penderitaan serta kesusahan hidup. Penyertaan Allah tersebut merupakan suatu kepastian, asalkan kita tidak berlaku seperti raja Ahaz yang pada saat yang genting lebih memilih untuk mencari pertolongan kepada raja Asyur. Allah akan melindungi dan menjaga kita dari bahaya serbuan dan serangan kuasa gelap, asalkan kita tidak mencoba untuk mencari pertolongan dari orang-orang yang mengaku dirinya menjadi “juru-selamat”. Sebab Juru-selamat kita hanyalah satu, yaitu Yesus Kristus; yang mana di atas bahuNya terletak lambang pemerintahan Allah. Hanya Tuhan Yesus saja yang mampu menjadi Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa Kekal dan Raja Damai.

Panggilan
Filosofi dunia sering dengan lantang menyatakan bahwa manusia mampu atau bisa melakukan apa yang dia kehendaki. Pada satu aspek, filosofi tersebut benar karena mendorong manusia untuk  menggunakan seluruh kemampuan dan talenta yang dianugerahkan Allah kepadanya. Namun pada aspek lain, filosofi tersebut dapat menyingkirkan manusia dari panggilannya untuk bersandar kepada anugerah dan pertolongan Allah. Manusia ingin memulihkan kehidupannya yang telah tercabik-cabik dan runtuh. Tetapi bagaimana upaya manusia untuk memulihkan kehidupannya apabila dia sendiri telah telah tercabik-cabik dan runtuh? Kita tidak mungkin dapat  memulihkan sesuatu manakala kita sendiri kehilangan seluruh daya pemulih. Untuk hal-hal yang bersifat teknis, kita dapat menggunakan berbagai peralatan dan teknologi yang tersedia. Tetapi saat menyangkut spiritualitas yang sedang kritis, kita membutuhkan pertolongan dan anugerah Allah. Apalagi menyangkut keselamatan dan hidup yang kekal. Jadi tidaklah mungkin manusia mengupayakan keselamatan dan hidup kekal dengan kemampuan dirinya sendiri. Setiap umat membutuhkan Juru-selamat dari Allah. Melalui kehidupan Kristus, kita dapat mengalami kehadiran Allah yang menyertai kita. Di dalam Kristus, kita mengalami “Imanuel”.

Jadi melalui Kristus, anugerah dan keselamatan Allah bukanlah sesuatu yang jauh dan tak terjangkau. Kristus adalah penyataan diri dari sang Firman Allah, sehingga Dia hadir di setiap kehidupan dan situasi yang krisis. Dengan demikian saat kita menghadapi situasi darurat atau krisis, Kristus tidak absen. Dia hadir di setiap situasi yang sulit dan kritis. Karena itu sejauh manakah keputusan etis dan sikap kita melibatkan Kristus khususnya saat menghadapi krisis? Mungkin secara duniawi, seluruh harapan dan keinginan kita tidak selalu terpenuhi. Tetapi secara rohaniah, kita berada dalam persekutuan kasih dengan Kristus. Karya pemulihan Kristus tidak senantiasa bersifat materi, kekayaan dan kedudukan sosial. Tetapi yang terpenting, karya pemulihan Kristus akan membawa kehidupan yang bermakna dan utuh. Jikalau demikian bagaimanakah sikap saudara? Apakah hidup saudara seperti sikap dan tingkah-laku raja Ahaz? Ataukah kita mau meneladani sikap pemazmur yang berseru kepada Allah di tengah-tengah penderitaannya, yaitu: “Ya Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajahMu bersinar, maka kami akan selamat” (Mzm. 80:8). Bagaimanakah jawaban dan komitmen iman saudara terhadap Kristus? Apakah terdapat “juru-selamat” lain di luar Kristus? Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar