Senin, 02 Mei 2011

Batu Terguling Sebagai Pesan



Peristiwa kebangkitan Kristus diketahui oleh Maria Magdalena ketika dia pagi-pagi benar datang ke kubur Tuhan Yesus. Maria Magdalena menjumpai batu penutup kubur Yesus telah terguling. Sehingga ketika dia memanggil Petrus dan seorang murid yang lain untuk masuk ke dalam makam, mereka tidak menjumpai jenasah Kristus. Makam Kristus telah kosong!  Mereka hanya menjumpai kain kafan yang terletak di tanah, dan kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kafan tersebut. Kain peluh di kepala Yesus sekarang berada di samping dan di tempat yang lain dalam keadaan sudah tergulung (Yoh. 20:7). 



Apabila peristiwa kebangkitan Kristus hanyalah berupa roh:
a. tidak perlu disaksikan kain kafan dan kain peluh yang dikenakan di jenasah Yesus harus tertinggal di makam.  
b. tidak perlu batu penutup makam Yesus harus terguling dari tempatnya. 

Sebab dalam keadaan sebagai Roh, keberadaan Kristus tidak  lagi terikat atau terhalang dengan kain kafan dan kain peluh. Dia juga tidak perlu membuka batu penutup makamNya. Sebagai Roh, Kristus dapat saja keluar dari kain kafan yang menutup seluruh tubuhNya. Juga Dia dapat keluar dari makamNya dengan leluasa tanpa harus menggulingkan batu penutup makam. Dengan kesaksian demikian, jelaslah bahwa peristiwa kebangkitan Kristus bukanlah hanya RohNya belaka sebagaimana diduga oleh banyak orang. 

Lebih tepat makna peristiwa kebangkitan Kristus menunjuk kepada kebangkitan tubuh dan RohNya dengan wujud yang sama sekali baru. 


Pertanyaan, mengapa peristiwa kebangkitan tubuh dan Roh Kristus dengan wujud sama sekali baru harus ditandai oleh terbukanya penutup batu makam? Bukankah dengan wujud tubuh kebangkitanNya Tuhan Yesus mampu menerobos ke dalam ruangan yang tertutup 
Di Yoh. 20:19 
disaksikan bahwa ketika para murid sedang berkumpul di suatu ruangan dalam keadaan terkunci, tiba-tiba datanglah Yesus di tengah-tengah mereka. Kalau Kristus yang bangkit dapat masuk dan keluar secara leluasa dari ruangan yang tertutup, bukankah seharusnya Kristus tidak perlu membuka atau menggulingkan batu penutup makamNya?  Sebab Kristus yang bangkit dengan tubuh dan RohNya mampu keluar dari makamNya yang telah tertutup oleh batu penutupnya. Bagi Kristus yang telah bangkit, batu penutup makamNya bukanlah penghalang yang berarti. Sebab dengan tubuh kebangkitanNya, Kristus mampu menembus atau melintasi batu penutup makamNya. Jika demikian, mengapa batu penutup makam Yesus harus digulingkan atau dibuka?  

Seandainya batu penutup makam Yesus tidak terguling atau terbuka, maka para murid akan menganggap bahwa Kristus tetap wafat. Jenasah Kristus dianggap tetap berada di dalam makamNya. Sehingga walaupun para murid beberapa kali dapat melihat kehadiran Kristus yang menampakkan diri di depan mereka, namun mereka tetap beranggapan bahwa yang mereka lihat hanyalah wujud dari Roh Kristus.
Kalau hal ini terjadi maka kesaksian Alkitab tentang kebangkitan Kristus menjadi beda maknanya. Alkitab hanya menyaksikan bahwa Kristus yang telah wafat di atas kayu salib telah beberapa kali
menampakkan RohNya kepada para murid. Padahal pengertian “roh” yang menampakkan diri kepada seseorang atau sekelompok orang umumnya disebut dengan “hantu” (ghost). Sehingga kesaksian Alkitab tentang kebangkitan Kristus akan bertemakan, seperti: “Hantu Kristus hadir di tengah-tengah muridNya”, “Hantu Yesus mengejutkan para muridNya”, “Hantu Yesus yang masih penasaran”, dan sebagainya. Padahal Alkitab secara jelas menunjukkan bahwa peristiwa kebangkitan Kristus senantiasa ditandai oleh kehadiran tubuh dan Roh Kristus yang telah mengenakan wujudNya yang baru. Para murid Yesus pada satu pihak dapat menyentuh tubuhNya, tetapi pada pihak lain tubuh Kristus dapat sirna/lenyap dari hadapan mereka.  Jadi tubuh Kristus yang bangkit adalah tubuh jasmaniahNya saat Dia masih  hidup di dunia, tetapi kini tubuhNya telah berubah menjadi tubuh kemuliaan.  Dengan demikian batu penutup makam Yesus yang terguling sebenarnya hanyalah suatu alat atau media untuk memproklamasikan Kristus yang telah bangkit. Allah menggunakan batu  penutup makam Yesus yang terguling menjadi alat untuk menyampaikan pesan kepada dunia, bahwa Kristus yang telah wafat, kini telah  dibangkitkan dan dimuliakan oleh Allah.  Sehingga Kristus yang telah bangkit adalah Kristus yang  memiliki kuasa atas maut. Dia berkuasa untuk menundukkan kuasa maut yaitu kuasa dosa. 

    Jadi pesan yang dikomunikasikan Allah melalui kain kafan Yesus yang tertinggal dan batu penutup makam yang terbuka ternyata bertujuan untuk mengungkapkan suatu misteri ilahi tentang peristiwa kebangkitan Kristus. Yang mana Kristus yang bangkit dengan mengenakan tubuh kemuliaan pada hakikatnya sama seperti ketika Dia dipermuliakan oleh Allah di atas gunung dalam peristiwa transfigurasi. Jadi kesaksian Alkitab tentang tubuh kemuliaan atau kebangkitan Kristus sebenarnya bukan sesuatu yang sama sekali 
baru atau tiba-tiba dimunculkan oleh para murid sebagaimana dugaan dalam teori “cognitive dissonance”.  Sebab sejak awal dalam kekekalan Kristus sehakikat dengan Allah. Dia adalah inkarnasi Firman Allah yang berkenan  mengalami penderitaan dan kematian bagi setiap dosa-dosa kita. Dengan kebangkitanNya, kita diteguhkan bahwa di dalam nama Kristus terdapat keselamatan dan hidup kekal. Namun dalam kehidupan sehari-hari mata rohani kita sering tertutup oleh kesedihan dan rasa putus-asa, sehingga kita tidak mampu melihat kehadiran Kristus di tengah-tengah kita. Keadaan rohani kita seperti yang terjadi pada Maria Magdalena yang tidak mampu mengenali Kristus yang telah bangkit.

Tertutup Oleh Selubung Kesedihan
    Maria Magdalena tetap tidak beranjak dari makam Yesus. Sebagai seorang wanita, dia mengekspresikan perasaan hatinya yang sangat kehilangan dan juga  kebingungannya menyaksikan jenasah Kristus lenyap dari kuburNya. Kesedihan dan kebingungan Maria Magdalena sangatlah manusiawi. Tetapi dorongan manusiawi yang sangat wajar itu sering membuat diri kita tidak peka untuk melihat realita kehadiran Tuhan. Saat kita sedih, hati kita lebih terarah kepada diri sendiri sedemikian intens. 
Sehingga perasaan sedih dan air-mata kita gagal untuk melihat realita yang lebih utuh. Walaupun saat itu Kristus yang telah bangkit berada di dekat Maria Magdalena, namun Maria Magdalena tetap tidak menyadari kehadiran Kristus. Saat Tuhan Yesus menyapa Maria Magdalena, “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?” (Yoh. 20:15a), justru Maria Magdalena menganggap Yesus sebagai seorang  penjaga kebun di sekitar makam. Bahkan lebih dari pada itu Maria Magdalena menuduh bahwa “penjaga makam” tersebut telah mencuri jenasah Kristus: “Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambilNya” (Yoh. 20:15b). Kesedihan yang kita alami selain membutakan mata rohani kita untuk melihat kehadiran Tuhan, juga mendorong diri kita untuk  bertindak sembrono dengan mengeluarkan pernyataan yang sifatnya mencurigai orang lain. Jadi kesedihan yang terlalu berlebihan selain sering melumpuhkan kepekaan iman, juga menciderai perasaan orang lain karena kita telah menuduh sesama telah melakukan hal-hal yang tidak pantas. 

    Untuk mampu memahami makna Paska tidaklah cukup bagi kita melihat batu penutup makam Yesus  yang terguling. Tetapi lebih dalam lagi, apakah “batu penutup” hati kita telah terguling dan terbuka? Makna Paska tidak lagi kita alami sebagai karya keselamatan yang membaharui kehidupan dan orientasi hidup kita, selama kita membiarkan “batu penutup” hati kita makin mengeras menutupi seluruh kesadaran spiritualitas kita. Itu sebabnya kehidupan iman kita sering tidak ditandai oleh kegembiraan, sukacita dan pengharapan. Kita sering membiarkan diri kita dibelenggu oleh kesedihan, rasa putus-asa dan ketidakpastian saat permasalahan 
menerpa diri kita. Padahal melalui peristiwa kebangkitan Kristus, Allah mengundang kita untuk menikmati anugerah keselamatanNya. Sebab karya keselamatan Allah yang telah membangkitkan Kristus bertujuan untuk memulihkan hubungan antara Allah dengan umatNya. Gambaran hubungan yang telah dipulihkan dinyatakan di Yes. 25:6, yang berkata: “Tuhan semesta alam akan menyediakan di gunung Sion ini bagi segala bangsa-bangsa suatu perjamuan dengan masakan yang bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar, masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur yang tua yang disaring endapannya”.  Karya kebangkitan Kristus seharusnya direspon dengan kegembiraan dan sukacita sebab Allah berkenan mengundang setiap orang dalam perjamuan keselamatan. Ungkapan “masakan bergemuk dan anggur yang tua” menunjuk kepada suatu kelimpahan dan berkat yang bergizi tinggi. Jamuan keselamatan Allah dalam kuasa kebangkitan Kristus pada hakikatnya merupakan jamuan syalom. Sehingga setiap umat yang hadir dalam perjamuan tersebut mengalami berkat Allah yang serba melimpah, bergizi dan berkualitas tinggi. Mereka tidak lagi mengalami suasana perkabungan dan air mata. Yes. 25:7 berkata: “Dan di atas gunung ini Tuhan akan mengoyakkan kain perkabungan yang diselubungkan kepada segala suku bangsa ......”  Kemudian di ayat 8 menyatakan janji penghiburan Allah, yaitu: “Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya; dan Tuhan Allah akan menghapuskan air mata dari pada segala muka ......”  Peristiwa Paska seharusnya mampu mengubah karakter kita menjadi para pribadi yang riang penuh syukur di tengah-tengah persoalan dan penderitaan yang sedang terjadi. Lebih dari pada itu orientasi hidup kita tidak lagi terarah kepada diri sendiri, tetapi kepada panggilan untuk memikirkan dan peduli dengan keselamatan sesama. Peristiwa Paska berarti pula menggunakan penutup batu yang telah terguling sebagai media komunikasi yang efektif untuk memberitakan keselamatan Allah kepada setiap sesama tanpa membedakan orang. 

Batu Terguling Sebagai Media Untuk Menjangkau Sesama
    Kristus yang bangkit telah menggerakan Petrus untuk memberitakan karya keselamatan Allah. Namun saat itu Petrus lebih berfokus kepada keselamatan umat Israel. Sebab Petrus menghayati karya keselamatan Allah dalam penebusan Kristus hanya ditujukan kepada umat Israel belaka. Batu penutup di dalam hati Petrus belum berhasil digulingkan sehingga dia masih terjebak 
dalam eksklusivisme umat. Itu sebabnya Allah menyingkapkan hati Petrus dengan simbolisasi kain terbentang yang berisi berbagai jenis hewan yang haram. Petrus diperintahkan oleh Allah untuk makan daging hewan yang haram. Makna penyataan Allah melalui simbolisasi kain terbentang tersebut adalah agar Petrus juga memberitakan keselamatan Kristus kepada segala bangsa tanpa memandang muka.  Pada saat yang sama Allah melalui malaikatNya menyatakan diri kepada Kornelius, seorang perwira bangsa Italia untuk menjumpai Petrus. Karya kebangkitan Kristus pada hakikatnya berupaya untuk mempertemukan setiap pihak yang semula terpisah oleh perbedaan budaya, kebangsaan, bahasa dan agama. Sehingga melalui pertemuan atau perjumpaan tersebut mereka dibuka pengertian dan pemahamannya yang lebih mendalam. Dengan demikian karya kebangkitan Kristus bertujuan untuk menyingkirkan setiap batu penutup yang menghalangi tiap-tiap orang untuk berdiskusi, untuk saling mendengar dan saling bersaksi. Namun setelah batu penutup hati setiap pihak berhasil digulingkan dan disingkirkan, maka mereka bersama-sama dimampukan mengalami karya keselamatan Allah yang memperdamaikan dan mengampuni. Dari pengalaman perjumpaan dengan Kornelius yang akhirnya membawa dia kepada pertobatan dan iman kepada Kristus, Petrus kemudian berkata: “Dan Ia telah menugaskan kami memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup  dan orang-orang mati” (Kis. 10:42).  Karya kebangkitan Kristus membuka perspektif dan media yang baru agar setiap orang hidup dalam kasih karunia Allah, sebab Kristus akan menghakimi setiap orang yang hidup dan yang mati. 

    Dengan demikian Kristus yang bangkit adalah Kristus yang memiliki kuasa untuk menghakimi setiap orang, khususnya kepada orang-orang yang mengharamkan sesamanya. Sebab melalui kematian dan kebangkitanNya, Kristus telah meniadakan tembok-tembok pemisah yang dahulu dipakai untuk mengasingkan dan mengharamkan sesama yang dianggap berbeda atau asing. Kristus yang telah bangkit pada hakikatnya hadir sebagai Kristus yang berkuasa mempertemukan setiap orang dalam rangkulan kasih anugerahNya. Setiap orang berharga di hadapan Allah karena Kristus telah menebus dosa mereka. Sehingga mereka tidak boleh 
saling meniadakan sesamanya.  Di dalam Kristus tidak ada orang yang “haram” atau “najis” sebab setiap dosa-dosa yang telah menajiskan mereka telah ditebusNya. Walaupun demikian, kita masih sering berupaya menggagalkan karya keselamatan Allah dalam penebusan Kristus. Betapa sering kita masih “mengharamkan” orang lain yang berbeda dengan diri kita. Sebenarnya di balik sikap yang “mengharamkan” orang lain terdapat suatu presuposisi/pemahaman “teologis” yang keliru, yaitu suatu anggapan yang berlebihan terhadap diri sendiri. Tepatnya sikap yang mengharamkan dan mengasingkan orang lain karena kita menganggap diri lebih tinggi, lebih suci dan lebih superior dibandingkan orang lain. Arogansi sikap tersebut jelas sangat bertentangan dengan tujuan  utama dari kebangkitan Kristus. Sebab tujuan dari kebangkitan Kristus adalah untuk mengalahkan kuasa maut, yakni kuasa  dosa. Bagaimana mungkin kita menganggap diri telah digerakkan oleh peristiwa Paska, tetapi jiwa kita dibelenggu oleh superioritas rohaniah (kesombongan rohani) yang akut? Bukankah peristiwa Paska yang disimbolkan oleh kitab Yesaya dengan jamuan makan yang berlimpah menandakan suatu persekutuan kasih yang saling menghormati dan mengasihi? Jamuan makan yang diselenggarakan oleh Allah adalah jamuan pendamaian. Setiap pihak telah dikenyangkan dengan berkat Allah yang melimpah, agar setiap pihak juga mampu menyalurkan berkat Allah yang melimpah itu kepada sesamanya sehingga setiap orang tanpa terkecuali menjadi kenyang. Di dalam kasih Kristus, Allah telah mengundang setiap orang yang lapar dan haus untuk menikmati makanan rohani yang kekal. Namun manakala kita saling mengharamkan atau menajiskan sesama, maka sebenarnya kita telah mempraktekkan pola kerja kuasa dunia ini untuk saling memiskinkan dan saling meniadakan. 

Panggilan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar