Senin, 21 Februari 2011

MESIAS SEGALA BANGSA


Yes. 60:1-6, Mzm. 72:1-7, 10-14; Ef. 3:1-12; Mat. 2:1-12
Pengantar
                 Dalam kehidupan manusia modern, semua produk unggulan sebelum diluncurkan selalu menginformasikan terlebih dahulu. Produk baru tersebut tidak akan pernah datang secara tiba-tiba atau nongkrong begitu saja di depan etalase took. Tetapi sebelum diluncurkan, produk tersebut telah diperkenalkan kepada masyarakat luas bagaimana ciri-ciri, kemampuan, spesifikasi, pola, bentuk, kisaran harga, dan sebagainya. Misalnya produk mobil BMW seri tahun 2012 didahuluinya dengan pemberitahuan tentang keunggulannya seperti: karbon hasil pembakaran atau emisi CO2 yang sangat rendah, hemat dalam penggunaan bahan bakar, design body dan interior, serta kelebihan-kelebihan lainnya. 

Dengan penjelasan awal yang rinci, maka konsumen dapat memiliki gambaran yang lebih jelas dan kegunaannya. Demikian pula halnya dengan kedatangan seorang Mesias ke dalam kehidupan umat manusia. Mesias tidak pernah datang secara tiba-tiba. Sebelum Mesias datang, Allah terlebih dahulu melalui para nabiNya akan menubuatkan ciri-ciri, karakter, pola kerja, tujuan dan kehidupan serta kematianNya. Karena itu ciri utama Mesias Allah adalah apakah Dia telah diramalkan atau dinubuatkan terlebih dahulu. Isi nubuat tentang kehadiran dan karyaNya menentukan legitimasi ke-Mesias-anNya. Tepatnya, nubuat tentang garis besar kehidupan dan kematianNya menentukan otoritas atau wewenangNya sebagai seorang Mesias Allah. Karena itu berbicara tentang identitas seorang Mesias menjadi bermakna jikalau kehidupan dan karyaNya sesuai dengan isi nubuat. Jika salah satu isi nubuat tersebut meleset, maka legitimasi ke-Mesias-anNya akan diragukan.

                Iman Kristen sungguh-sungguh percaya bahwa Yesus sebagai Mesias Allah karena seluruh hidupNya telah dinubuatkan secara lengkap  oleh seluruh Alkitab. Nubuat yang dimaksudkan terentang selama 4000 tahun lebih yang dimulai setelah manusia pertama jatuh di dalam dosa sampai kitab Maleakhi. Intinya Mesias yang dinubuatkan akan lahir di kota Betlehem sesuai kitab Mikha 5:1, dari keturunan Yakub (Bil. 24:17) dan suku Yehuda (Kej. 49:8-10 bdk. Ibr. 7:14), keturunan Daud (Yes. 9:6), lahir dari seorang perawan (Yes. 7:14 bdk. Yes. 9:5),  hidupNya dipimpin oleh Roh Kudus dan melakukan berbagai perbuatan yang menyelamatkan (Yes. 61:1-2 bdk. Luk. 4:18-19), dianiaya dan wafat di antara para penjahat (Yes. 53:9). Misi hidupNya sebagai penebus dosa (Yes. 53:5, 1), lalu Dia bangkit dari kematian (Mzm. 16:10). Kriteria atau ciri-ciri inilah yang menjadi dasar umat Kristen percaya bahwa Yesus adalah Mesias Allah yang kedudukanNya tidak identik atau sejajar dengan para nabi. Sebab Mesis Allah tersebut sesungguhnya adalah manifestasi dari kehadiran sang Firman atau Kalam Allah (Yes. 1:1, 14). Karena itu sangatlah jelas bahwa Mesias Allah bukanlah nabi atau rasul-rasul Allah. Sebaliknya para nabi dan para rasul pada hakikatnya merupakan utusan dari Mesias Allah. Sebab Mesias Allah tersebut memiliki kuasa di sorga dan di bumi (Mat. 28:18 bdk. Quran di Surah 3:45). Dengan demikian Mesias Allah tersebut memiliki kuasa atas kehidupan di bumi dan di sorga. Keselamatan umat manusia dan seluruh kosmos serta kerajaan Allah berada dalam kuasaNya (bdk. Dan. 7:13, 14). Yang mana ciri dan syarat-syarat ini tidak pernah dijumpai dalam kehidupan para tokoh pendiri agama di dunia ini.

Misteri Bintang Betlehem
                Di Injil Matius, ciri ke-Mesias-an Yesus ditandai oleh hadirnya sebuah bintang yang dilihat oleh orang-orang Majus  dari Timur. Kesaksian Injil Matius tersebut menimbulkan pertanyaan, bagaimanakah wujud bintang besar yang dilihat oleh orang-orang Majus tersebut? Hipotesa yang berkaitan dengan Bintang Betlehem tersebut adalah: Pertama, tahun 1614, astronom Jerman yang bernama Johannes Kepler membuat suatu hipotes tentang bintang Betlehem tersebut. Menurut Johannes Kepler, bintang Betlehem yang dilihat oleh orang-orang Majus sebenarnya merupakan konjungsi dari planet Jupiter dan Saturnus yang terjadi pada tahun 7 sM. Yesus diperkirakan lahir antara tahun 4-7 sM.  Kedua, bintang Betlehem tersebut adalah Komet Halley yang terlihat tahun 12 sM dan sekitar tahun 5 sM telah dilihat oleh pengamat bintang dari Cina dan Korea. Catatan kuno tersebut  menyatakan bahwa komet tersebut mampu “menggantung di atas kota-kota tertentu” seperti di atas kota Betlehem sebagaimana yang dilihat oleh orang-orang Majus dari Timur. Ketiga, bintang Betlehem adalah sebuah supernova atau hipernova yang terjadi di galaksi Andromeda.

                Semua hipotesis tersebut belum dapat dibuktikan  kebenarannya, yaitu apakah memang menunjuk kepada bintang Betlehem sebagaimana yang dimaksud oleh Injil Matius.  Selain itu ketiga hipotesis tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menguatkan pandangan astronomi ataukah astrologi? Kalau astronomi, berarti hipotesis tentang bintang Betlehem dilakukan  untuk menjelaskan secara ilmiah atau ilmu perbintangan. Astronomi bukan suatu ilmu yang menjelaskan pengaruh bintang bagi kehidupan, nasib dan masa depan manusia. Karena itu dalam pendekatan astronomi tidak akan melihat hubungan antara bintang Betlehem dengan ke-Mesias-an Yesus. Sedang astrologi berarti hipotesa tentang bintang Betlehem sebagai penguatan dari sudut kepercayaan akan pengaruh bintang dalam kehidupan umat manusia.  Dalam astrologi terbuka pola pemahaman tahayul bagaimana perjalanan hidup dan nasib setiap orang telah diatur oleh bintang. Dari sudut pendekatan astrologi, bintang Betlehem  bisa diartikan bahwa Jupiter adalah raja planet dan Regulus (di rasi Leo) adalah bintang raja. Padahal kita tahu bahwa Alkitab secara mendasar telah menolak sikap umat yang percaya kepada ramalan nasib termasuk ramalan bintang/horoskop (bdk. Ul. 18:11-12). Orang-orang Majus yang datang dari Timur memang disebut sebagai “orang-orang bijaksana”, tetapi tampaknya mereka mempunyai kemampuan “magis”. Kata “magus” (jamak: “magi”). Karena itu kesaksian Injil Matius tentang bintang di Betlehem dari pendekatan astrologi selalu menimbulkan pertanyaan kritis sejak gereja awal, karena iman Kristen jelas mengutuk astrologi sebagai kepercayaan yang berasal dari kuasa gelap.

Penyingkapan dan Manifestasi Allah
                Kesaksian Injil Matius tentang bintang di Betlehem tidak dimaksudkan untuk ditafsirkan secara astronomi apalagi  astrologi, tetapi seharusnya sebagai suatu peristiwa supernatural ilahi. Dalam teologi gereja Orthodoks Timur, bintang yang dilihat oleh orang-orang Majus menunjuk kepada kehadiran Malaikat Allah yang memimpin mereka dari tempat tinggal di daerah Babilonia menuju Betlehem. Itu sebabnya gereja menghayati kedatangan orang-orang Majus yang dipimpin oleh bintang sebagai peristiwa Epifania. Arti Epifania pada hakikatnya menunjuk kepada penampakan (an appearance, a manifestation) ilahi, pemahaman yang intuitif terhadap suatu realitas, dan khususnya manifestasi Kristus kepada umat yang belum percaya (orang-orang kafir) atau pewahyuan (revelation) ilahi sehingga mereka mengenal kehendak Allah. Kehadiran bintang di Betlehem lebih tepat merupakan suatu  lambang dari manifestasi wahyu Allah, sehingga umat yang dipilih oleh Allah terdorong untuk mengikutinya sampai mereka tiba di Betlehem.  

                Dalam peristiwa ini sangat menarik bahwa Injil Matius yang konteksnya umat Yahudi justru menyaksikan bagaimana Allah memimpin orang-orang Majus untuk menyambut kedatangan Kristus yang lahir di Betlehem. Seharusnya bila Injil Matius konsisten dengan tujuan beritanya kepada umat Israel, maka Injil Matius tidak akan mengisahkan panggilan Allah yang memimpin orang-orang Majus dari daerah Babilonia menuju Betlehem. Sebab orang-orang Majus tersebut jelas bukan orang-orang Israel. Peran orang-orang Majus di Babilonia berhubungan dengan ritual dan kepercayaan agama Zoroaster. Kemungkinan mereka adalah para imam dalam agama Zoroaster. Jadi sangat aneh apabila para imam atau tokoh-tokoh keagamaan dari agama Zoroaster justru yang lebih peka dengan panggilan Allah melalui bintang yang mereka lihat.  Tetapi justru di situlah tampak kedaulatan kasih Allah dalam menyatakan karya keselamatanNya. Di dalam Kristus, Allah juga menyatakan rahasia umat manusia di luar umat Israel. Rasul Paulus berkata: “Apabila kamu membacanya, kamu dapat mengetahui dari padanya pengertianku akan rahasia Kristus,  yang pada zaman angkatan-angkatan dahulu tidak diberitakan kepada anak-anak manusia, tetapi yang sekarang dinyatakan di dalam Roh kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya yang kudus” (Ef. 3:4-5). Rahasia Allah yang semula tersembunyi bagi umat manusia itu, pada saat yang telah ditentukan akhirnya dinyatakan. Penyingkapan rahasia keselamatan Allah inilah yang dialami oleh orang-orang Majus. Dengan demikian pesan Injil Matius sangat jelas, yaitu: kedatangan Kristus diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dan bukan hanya umat Israel belaka. Lebih luas lagi kedatangan Kristus dan karya keselamatanNya pada hakikatnya tertuju kepada seluruh kosmos termasuk umat manusia.  Fenomena alam melalui bintang telah memberi respon sebagai alat di tangan Allah. Bintang di Betlehem dan orang-orang Majus menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan yang memiliki kuasa di bumi dan di sorga (bdk. Mat. 28:18).

Nubuat Tentang Bintang Betlehem
                Manifestasi Allah melalui bintang di Betlehem bukanlah suatu manifestasi ilahi yang tiba-tiba terjadi tanpa perencanaan. Sebagaimana kedatangan Kristus selalu dinubuatkan, demikian pula tanda-tanda yang menyertai kehadiran diriNya juga dinubuatkan. Kesaksian Injil Matius tentang bintang di Betlehem berakar pada nubuat Bileam. Kita mengetahui  nubuat dari tokoh Bileam di kitab Bilangan pasal 24. Bileam adalah seorang “nabi” dari seberang Yordan dan bukan berasal dari umat Israel. Bileam memiliki kemampuan untuk mengucapkan kata-kata bertuah termasuk kutukan. Itu sebabnya raja Balak bin Zippor dari Moab meminta pertolongan kepada Bileam agar mengutuki umat Israel. Raja Balak takut menghadapi serangan umat Israel, sehingga dia ingin mengalahkan umat Israel bukan dengan kekuatan militer, tetapi dengan kekuatan gaib yang dimiliki oleh Bileam. Namun Allah melarang Bileam untuk mengikuti rencana raja Balak. Justru Bileam selalu mengucapkan kata-kata berkat kepada umat Israel. Di Bil. 24:15-16 menyaksikan bagaimana Bileam sebagai seorang yang terbuka matanya, yang beroleh pengenalan akan Yang Mahatinggi, dan yang melihat penglihatan dari Yang Mahakuasa. Lalu di Bil. 24:17, Bileam mengucapkan kata-kata nubuat sebagai berikut:              Aku melihat dia, tetapi bukan sekarang; aku memandang dia, tetapi bukan dari dekat; bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel, dan meremukkan pelipis-pelipis Moab, dan menghancurkan semua anak Set”. Dari pada Bileam mengutuki umat Israel, malahan Bileam mengucapkan nubuat tentang kedatangan Mesias.

                Bileam menyampaikan isi nubuatnya, bahwa dia melihat Mesias yang akan datang. Mata kenabian Bileam mampu menembus waktu, sehingga dia dapat melihat sosok diri Mesias walau dari jarak yang jauh. Yang mana ciri dari sosok Mesias yang dilihat Bileam akan terbit dari Yakub, dan tongkat kerajaan datang dari Israel. Sangat menarik saat Bileam menyebut sosok Mesias yang akan terbit dari Yakub, dia mempergunakan kata “bintang terbit dari  Yakub”. Kata “bintang” di sini berasal dari kata: “kôkâb (כּוכב) menunjuk kepada pengertian: cahaya atau bintang. Secara figuratif berarti: pangeran  atau raja. Karena itu Bileam menghubungkan kata “bintang” di sini dengan kata “tongkat kerajaan”. Jadi Bileam menubuatkan bahwa Mesias yang akan datang ditandai dengan terbitnya bintang sebagai lambang kekuasaanNya sebagai Raja bagi umat manusia. Kata-kata nubuat tentang “bintang” inilah yang kemudian dipakai oleh Injil Matius untuk menyaksikan keilahian Yesus sebagai Mesias Allah dan Raja yang dinantikan umat manusia. Itu sebabnya dalam gereja Orthodoks Timur, bintang Betlehem tidak digambarkan dalam bentuk emas kuning, tetapi tepatnya suatu “aureola gelap” atau emas dengan latar—belakang gelap untuk menunjuk makna Kristus sebagai Terang yang tak terciptakan. Jadi secara teologis, cahaya dalam bintang Betlehem yang dilihat oleh orang-orang Majus menunjuk kepada manifestasi Kristus sebagai Terang Ilahi yang tak terciptakan. Gagasan teologis ini sesuai dengan kesaksian Injil Yohanes tentang Logos yang berinkarnasi sebagai: “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yoh. 1:5)Jelas makna terang di sini bukanlah terang dari bintang, planet, atau supernova tetapi terang ilahi yang kekal dan tidak terciptakan.  Terang Kristus adalah terang yang mampu mengusir kegelapan dosa dalam kehidupan umat manusia.

Ziarah Iman untuk Menemukan Kebenaran
                Orang-orang Majus merupakan respresentasi dari umat yang bukan umat Israel. Sosok orang-orang Majus merupakan simbolisasi dari umat manusia yang sebelumnya tidak memperoleh anugerah keselamatan Allah. Tetapi di dalam inkarnasi Kristus, Allah berkenan mengaruniakan anugerah keselamatan Allah secara tidak terbatas dan tidak bersyarat  kepada umat manusia yang semula berada di bawah hukuman Allah. Kalau memang benar orang-orang Majus adalah para  imam Majusi dari agama Zoroaster, maka jelas mereka adalah para penyembah dewa Ahuramazda (Ormuz) yang artinya dewa kebaikan dan dewa terang. Kepercayaan agama Zoroaster bersifat dualistik, di mana terdapat pertentangan antara kebaikan dan kejahatan, terang dengan kegelapan. Bilamana Ahuramazda merupakan dewa kebaikan dan terang, maka Ahriman (Angro Mainyu) sebagai dewa kejahatan dan kegelapan. Dengan keyakinan akan kepercayaan tersebut tidak mengherankan jikalau orang-orang Majus sangat peka dan terdorong untuk menyelidiki bintang yang mereka lihat dan bergerak ke tanah Israel. Karena mereka meyakini bahwa bintang besar yang mereka lihat merupakan manifestasi dari Ahuramazda. Untuk itu mereka bersedia melakukan suatu perjalanan yang sangat jauh dari Babel (Irak) menuju tanah Kanaan, Israel dan kota Yerusalem. Di kota Yerusalem itulah, orang-orang Majus bertanya kepada penduduk: "Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia" (Mat. 2:2). Tentu saja pertanyaan orang-orang Majus tersebut segera menimbulkan kehebohan bagi seluruh penduduk Yerusalem khususnya raja Herodes.

                Apabila kita memahami pertanyaan orang-orang Majus yang memiliki latar-belakang agama dan kepercayaan terhadap Ahuramazda, maka sebenarnya kita telah melihat suatu perubahan paradigma iman yang begitu radikal. Semula mereka meyakini bahwa bintang besar yang mereka lihat sebagai suatu representasi kemuliaan Ahuramazda. Tetapi ketika bintang besar tersebut bergerak ke arah Israel, maka mereka menyimpulkan bahwa sang Terang bukanlah Ahuramazda. Sang  Terang yang dinyatakan dalam bintang besar itu tidak berasal dari Babel, tetapi terbit di Israel sehingga mereka berkata: “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia" (Mat. 2:2).  Pandangan dan keyakinan iman mereka kini berubah. Mereka kini datang secara khusus untuk mencari dan menyembah raja orang Yahudi yang baru lahir. Dengan demikian orang-orang Majus melalui ziarah imannya dari Babel menuju Betlehem pada hakikatnya telah mengalami transformasi iman. Ziarah iman orang-orang Majus untuk menemukan kebenaran yang sejati telah dituntun oleh terang bintang dari Allah, sehingga mereka dapat menemukan Kristus di kota Betlehem. Transformasi iman orang-orang Majus tersebut terjadi melalui proses perjalanan/ziarah iman sampai akhirnya diteguhkan oleh nubuat nabi Mikha (Mikh. 5:1) yang dibacakan oleh imam-imam dan ahli Taurat. Mereka kemudian lebih diyakinkan secara langsung saat mereka menemukan bayi Yesus bersama Maria dan Yusuf.

Menyembah Sang Kebenaran dan Sang Terang
                Setelah mereka keluar dari istana raja Herodes, mereka melihat kembali bintang besar yang telah menuntun dari Babel. Mat. 2:9 menyaksikan: “Setelah mendengar kata-kata raja itu, berangkatlah mereka. Dan lihatlah, bintang yang mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat, di mana Anak itu berada”.Tampaknya bintang besar tersebut tidak seperti bintang yang lain – yang akan terus terlihat oleh siapapun juga. Tetapi bintang tersebut hanya  terlihat oleh mereka. Dengan demikian jelas bahwa bintang besar yang dilihat oleh orang-orang Majus menunjuk kepada terang ilahi, dan bukan cahaya dari konjungsi planet Jupiter dan Saturnus, komet atau supernova. Raja Herodes dan seluruh penghuni istananya tidak melihat bintang besar yang dikatakan oleh orang-orang Majus. Ini berarti bintang besar tersebut merupakan manifestasi dan penyataan Allah yang khusus ditujukan kepada orang-orang Majus. Bintang besar yang bergerak ke Betlehem merupakan terang ilahi yang memancarkan anugerah keselamatan Allah kepada umat yang dipilihNya. Jadi bintang besar di Betlehem merupakan simbol terang yang memancarkan pengharapan kepada bangsa-bangsa yang semula jauh dari keselamatan Allah. Sangatlah tepat nubuat nabi Yesaya yang berkata: “Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu”(Yes. 60:2)Bintang Betlehem adalah wujud dari Terang TuhanSemula bumi ditutupi oleh kegelapan dosa, tetapi pada saat yang telah ditentukan Allah akhirnya terang tersebut terbit sehingga umat manusia dapat mengalami kemuliaan Allah. Jadi melalui kedatangan Kristus, terang ilahi yang kekal tersebut telah terbit dan hadir dalam sejarah umat manusia.
  
                Di Mat. 2:11 menyaksikan: “Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur”. Orang-orang Majus yang berlatar-belakang agama Zoroaster dan penyembah Ahuramazda kini secara khidmat menyembah bayi Yesus sang Terang Ilahi sambil mempersembahkan emas, kemenyan dan mur.  Tindakan orang-orang Majus tersebut merupakan perwujudan nubuat nabi Yesaya: “Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyhur TUHAN” (Yes. 60:6) Konteks Yes. 60 menunjuk kepada bangsa-bangsa atau umat manusia (Yes. 60:3). Dengan demikian orang-orang Majus merupakan representasi dari umat manusia yang di dalam Kristus dijanjikan Allah untuk memperoleh anugerah keselamatanNya. Allah mengundang dan memanggil umat manusia untuk bersikap seperti orang-orang Majus yang bersedia mencari kebenaran dan terang sejati dalam ziarah imannya. Umat manusia secara khusus juga dipanggil untuk menyembah Kristus dengan mempersembahkan hidup sebagai persembahan yang harum di hadapan Allah.  Panggilan Allah tersebut akan menjadi kenyataan, apabila seluruh umat manusia bersedia berjalan seperti orang-orang Majus yang dipimpin oleh terang ilahi untuk berjumpa dengan Kristus.

Musuh Dalam Selimut
                Misi ziarah orang-orang Majus adalah untuk menyembah raja yang bintangNya tampak dan memimpin perjalanan mereka. Sangat menarik Mat. 2:8 menyaksikan sikap raja Herodes, demikian: “Kemudian ia menyuruh mereka ke Betlehem, katanya: "Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia,  kabarkanlah kepadaku supaya akupun datang menyembah Dia". Raja Herodes secara eksplisit menyatakan niatnya untuk menyembah Yesus, sang Mesias. Tetapi kita tahu bahwa ungkapan raja Herodes tersebut sama sekali tidak tulus. Dia ingin menjumpai bayi Yesus bukan untuk menyembah Dia, tetapi untuk membunuhNya. Sikap dan perilaku raja Herodes merupakan gambaran kehidupan dari umat yang menjadi musuh dalam selimut. Mereka sering menggunakan ungkapan dan bahasa yang saleh, tetapi dengan tujuan yang jahat atau duniawi. Sekilas mereka melakukan ziarah iman dan meneliti isi Alkitab dengan rajin tetapi tujuannya justru untuk menghalangi karya keselamatan Allah.  Mereka  gemar mengumpulkan orang-orang yang dianggap ahli dalam bidang Alkitab dan rohani, tetapi bukan bertujuan untuk membawa mereka kepada sikap pertobatan tetapi pembenaran diri. Spiritualitas umat yang berperan sebagai musuh dalam selimut walau tampak melakukan ziarah iman, sebenarnya berjalan bersama-sama untuk memadamkan pancaran ilahi Yesus sebagai Mesias Allah. Karena itu mereka berupaya dengan berbagai cara, yaitu bagaimana dapat  membungkam kebenaran dan keselamatan Allah di dalam Kristus.

                Selaku umat yang telah ditebus oleh Kristus, kita harus selalu waspada dan kritis terhadap perilaku orang-orang yang menjadi musuh dalam selimut karya keselamatan Allah. Untuk itu kita harus selalu peka dalam terang dan hikmat Allah, sehingga kita tidak dimanfaatkan oleh para musuh dalam selimut sebagai kaki-tangannya. Setelah orang-orang Majus berhasil berjumpa dengan bayi Yesus bersama Maria dan Yusuf disaksikan pula malaikat Tuhan yang mengingat mereka,  yaitu: “Dan karena diperingatkan dalam mimpi, supaya jangan kembali kepada Herodes, maka pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain” (Mat. 2:12). Orang-orang Majus itu tidak memenuhi janjinya kembali menjumpai Herodes, tetapi mereka memilih lebih taat kepada apa yang dikatakan malaikat Allah dengan mencari jalan lain untuk kembali ke negaranya. Demikian pula halnya dengan kehidupan kita. Setelah hidup kita dibimbing oleh sang terang untuk menjumpai Kristus, maka seharusnya kita hanya dipimpin oleh kehendak Allah dan bukan lagi oleh kehendak dan rencana manusia. Spiritualitas yang taat kepada kehendak Allah tersebut akan menjadi suatu problem dan hambatan besar ketika hidup kita mengandalkan kepada kekuatan penguasa dalam arti yang seluas-luasnya seperti penguasa politis, ekonomis, sosial, budaya dan keagamaan. Karena kita akan lebih cenderung untuk mengikuti kehendak mereka dari pada taat kepada kehendak Allah.

Panggilan
                Kedudukan Mesias Allah tidak dapat digantikan oleh peran apapun juga termasuk peran para nabi dan rasul. Karena itu peran dan karya Kristus dalam sejarah keselamatan Allah bukanlah salah satu, tetapi satu-satunya. Pernyataan demikian sering dianggap terlalu fanatik, eksklusif dan jauh dari sikap pluralism agama. Dalam hal ini kita perlu jujur dan rendah-hati mendengar suara dan kehendak Allah terlebih dahulu. Tanpa sikap rohani yang demikian, maka kita akan lebih mengutamakan sikap iman yang kompromistis. Menemukan makna kebenaran Allah tidak dapat dicapai dengan kompromi tetapi dengan kerendahan hati untuk dipimpin sebagaimana halnya sikap orang-orang Majus yang bersedia dipimpin oleh bintang ke Betlehem. Di dalam Kristus, Allah mengundang dan menghimpun seluruh umat manusia berada dalam naungan anugerah keselamatanNya. Di Yes. 60:3, Allah berfirman: “Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu”. Dengan demikian jelas, bahwa kedatangan Yesus selaku Mesias Allah bukan hanya ditujukan oleh umat Israel belaka, tetapi juga untuk seluruh umat manusia. Karena Kristus adalah Tuhan yang memiliki kuasa di sorga dan di bumi.

                Jika demikian, bagaimanakah sikap kita setelah memahami Yesus adalah Mesias Allah? Tentu kita akan terpanggil untuk memberitakan namaNya agar bangsa-bangsa atau sesama di sekitar kita juga mau dibimbing seperti orang-orang Majus kepada terangNya yang ajaib. Allah kini menunggu respon saudara. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar