Senin, 21 Februari 2011

MENGUDUSKAN KRISTUS SEBAGAI TUHAN


Kis. 17:22-31; Mzm. 66:7-18; I Petr. 3:13-22; Yoh. 14:15-21
U ngkapan “kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan” dapat disalahpahami oleh setiap orang yang mendengarnya. Sebab dalam ungkapan “kuduskanlah Kristus” mengesankan seolah-olah manusia dapat menguduskan Tuhan. Bukankah hakikat Tuhan itu kudus adanya? Di Luk. 1:35 malaikat Tuhan berkata kepada Maria: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah”. Sejak awal eksistensi Yesus telah dinyatakan oleh malaikat Tuhan sebagai sebagai “yang kudus, Anak Allah”. Ini berarti kekudusan Kristus secara hakiki tidak akan pernah dapat ditambah atau dikurangi oleh manusia. Kristus tetap kudus sebagaimana Allah itu kudus!
 
Jika demikian, mengapa surat I Petr. 3:15 berkata: “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan”? Panggilan untuk “menguduskan Kristus sebagai Tuhan” sebenarnya sejajar dengan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam doa  Bapa Kami, yaitu: “Dikuduskanlah namaMu” (Mat. 6:9).  Allah yang adalah Bapa itu kudus, karena itu kita dipanggil untuk menguduskan yaitu mempermuliakan namaNya. Demikian pula dengan pengertian “kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan”. Kristus yang adalah Juru-selamat kita pada hakikatnya kudus; karena itu kita dipanggil untuk mempermuliakan Tuhan Yesus secara faktual, bahkan kita wajib sungguh-sungguh mau menempatkan Kristus di pusat kehidupan kita.  Sebagaimana dipahami bahwa makna “hati” dalam konsep teologi umat Israel dipahami sebagai pusat kehidupan umat manusia. Sebab pengertian “hati” bukan sekedar untuk menunjuk segi emosional (perasaan) manusiawi tetapi “hati”  manusia merupakan pusat dari akal-budi yang mengatur segala keputusan etis dan spiritual. Sehingga makna “menguduskan Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan” mau menyatakan hanya Kristus saja yang berhak menentukan, mengatur dan mengendalikan seluruh kehidupan kita; sehingga Kristus benar-benar menjadi Tuhan secara nyata dalam seluruh kepribadian dan mempengaruhi berbagai keputusan etis dan imaniah kita.

                Sangat menarik bahwa panggilan untuk “menguduskan Kristus sebagai Tuhan” ditempatkan di tengah-tengah konteks jemaat Kristen yang waktu itu sedang mengalami berbagai penderitaan. Tampaknya jemaat Kristen yang tersebar di wilayah propinsi Romawi seperti: Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia (I Petr. 1:1) waktu itu sedang mengalami  hambatan dan penganiayaan. Mereka dianiaya dan dikejar-kejar oleh tentara pemerintahan Romawi, dan juga mereka dimusuhi oleh para penduduk sekitar. Anggota jemaat  yang menjadi pendatang di wilayah Asia Kecil itu sering difitnah sebagai orang-orang durjana (I Petr. 2:12). Namun mereka diingatkan agar mereka tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, caci-maki dengan caci-maki tetapi mereka diminta untuk memberkati setiap orang yang memusuhi mereka (I Petr. 3:9). Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana jemaat Kristen dapat memberkati setiap orang yang memusuhi dan yang membuat mereka menderita aniaya? Sebagai orang Kristen, kita juga telah diajar untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan atau caci-maki dengan caci-maki. Tetapi ajaran firman Tuhan yang sering kita tahu dan mengerti itu ternyata tidak mudah untuk kita laksanakan saat kita difitnah dan dianiaya. Karena saat kita dilukai, kita cenderung untuk membalas agar lawan atau musuh kita tersebut juga terluka. Kalau kita dicaci-maki, maka secara spontan pula kita  ingin membalas makian tersebut. Saat kita diperlakukan secara sewenang-wenang dan kejam, maka kita juga memiliki keinginan dan rencana untuk membalas perlakuan yang jahat tersebut. Itu sebabnya kita sering gagal untuk mempraktekkan makna “menguduskan Kristus di dalam hati sebagai Tuhan”. Sebab yang menguasai dan memerintah seluruh aspek kepribadian atau kehidupan kita bukanlah Tuhan Yesus; tetapi hidup kita sering dikuasai berbagai dorongan instink atau naluri, watak (temperamen), trauma atau luka-luka batin dan ketidakdewasaan diri serta keberdosaan kita. Dalam hal ini kita hanya menguduskan Kristus sebagai Tuhan saat kita beribadah atau berdoa, namun dalam kehidupan riel sehari-hari kita lebih banyak “menistakan Kristus sebagai Tuhan”.

                Dalam pemahaman surat I Petrus, anggota jemaat diyakinkan akan mampu menghadapi kesusahan dan penderitaan yang mereka alami secara bertubi-tubi dengan sikap menguduskan Kristus sebagai Tuhan, manakala mereka mau meneladani sikap Tuhan Yesus saat Dia dianiaya. I Petr. 2:21-23 berkata: “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya. Ia tidak  berbuat dosa dan tipu tidak ada di dalam mulutNya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki, Ia tidak mengancam tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia yang menghakimi dengan adil”. Saat kita diperlakukan tidak adil, difitnah dan dianiaya pada umumnya kita lebih cenderung untuk melihat peristiwa tersebut dari sudut pandangan kita sendiri. Kita tergoda untuk melihat berbagai perbuatan baik, jasa dan kesalehan yang telah kita lakukan. Sehingga saat kita mengalami penderitaan, kita mengajukan pertanyaan “mengapa aku dapat mengalami semua hal yang buruk ini?” Padahal kita melupakan satu kenyataan hakiki yaitu bahwa realita kehidupan ini tidak sepenuhnya adil. Bahkan kehidupan ini telah dirusak oleh kuasa dosa, sehingga kita tidak dapat menuntut atau mengharapkan keadilan kepada dunia ini. Keadilan dan kebenaran hanya bersumber kepada Tuhan. Itu sebabnya kita tidak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan, aniaya dengan aniaya sebab sumber keadilan atau kebenaran hanyalah Tuhan. Pada saatnya Tuhan yang akan menuntut balas, sebab pembalasan adalah hak Tuhan (Rom. 12:20). Jadi yang dapat kita lakukan saat kita diperlakukan secara tidak adil, difitnah, dilukai dan dianiaya oleh orang-orang dunia ini adalah meneladani sikap Tuhan Yesus yang tidak pernah membalas kejahatan dengan kejahatan. Makna “meneladani” sikap Tuhan Yesus berarti bahwa hidup kita sungguh-sungguh sejalan dengan prinsip hidup yang telah dinyatakan oleh Tuhan Yesus. Bukankah makna “meneladani sikap Tuhan Yesus” di sini menjadi identik dengan makna “menguduskan Kristus sebagai Tuhan”? Manakala kita telah meneladani sikap Tuhan Yesus, bukankah berarti pula kita telah menguduskanNya sebagai Tuhan?  Karena kita meneladani kehidupan Tuhan Yesus, maka kita wajib “berbahagia” ketika kita menderita dan mengalami hal-hal yang buruk.   I Petr. 3:14 berkata: “Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar”. Jadi kita disebut orang-orang yang berbahagia saat kita menderita bukan karena kita menyukai penderitaan itu sendiri. Sikap ini sangat tidak sehat sebab menunjukkan gejala penyakit jiwa yaitu “masokhisme”. Tetapi kita berbahagia saat kita menderita karena kita diperkenankan oleh Allah untuk mengikuti jejak dan teladan Tuhan Yesus, yaitu berani melakukan hal-hal yang benar di hadapan Tuhan.

                Kedua: makna menyikapi realita penderitaan dengan “menguduskan Kristus sebagai Tuhan” bukan dengan sikap menanti secara pasif. Surat I Petr. 3:15 berkata: “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”. Sebab pengertian dan panggilan untuk menguduskan Kristus sebagai Tuhan harus dinyatakan dalam kesediaan untuk  mempertanggungjawabkan rahasia iman dan keselamatan kita kepada orang-orang di sekitar kita. Apabila kita konsisten untuk menguduskan Kristus sebagai Tuhan, maka kehidupan kekristenan kita selalu terbuka untuk dinilai oleh siapapun juga. Pengertian “memberi pertanggungan jawab” dalam konteks ini lebih menunjuk kepada aspek integritas dan kualitas diri kita, yaitu: apakah kehidupan saya secara pribadi dapat diminta pertanggungan jawab dan dipercaya (accountability and credibility) setiap saat. Apakah hidup saya sungguh-sungguh terbukti benar dan saleh, sehingga orang-orang yang memfitnah saya kelak akan malu karena fitnahan mereka (I Petr. 3:16)? Ini berarti makna “memberi pertanggungan jawab” menyangkut aspek moralitas dan spiritualitas diri kita di hadapan orang lain yang memusuhi dan membenci kita. Pertanggungan jawab yang dituntut oleh kuasa dunia bukanlah kemampuan atau keahlian kita untuk bersilat lidah, membuat rasionalisasi, beradu argumentasi, menyudutkan orang lain dan membenarkan diri sendiri. Tetapi apakah secara moral dan spiritualitas, kita mampu membuktikan bahwa hidup kita senantiasa lurus di hadapan Tuhan dan sesama sehingga orang-orang di sekitar kita dapat melihat secara transparan setiap aspek dari kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dan  pekerjaan kita. Bentuk pertanggungan jawab secara moral dan spiritualitas yang demikian tidaklah mungkin dapat dipenuhi oleh orang-orang yang hidup dalam kemunafikan (kepura-puraan). Sebab orang-orang munafik senantiasa dan telah melatih dirinya untuk memiliki 2 wajah yang saling berbeda dalam waktu yang hampir bersamaan.

                Ketiga: makna “menguduskan Kristus sebagai Tuhan” perlu dinyatakan dalam kesaksian iman yang bersangkut-paut dengan pengajaran dan rahasia keselamatan serta pengharapan kita. Itu sebabnya penulis surat I Petrus berkata: “Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”. Kesaksian iman yang dinyatakan melalui spiritualitas dan integritas diri juga perlu diungkapkan dalam bentuk pengajaran. Kita sering beranggapan bahwa kesaksian hidup sudahlah cukup, sehingga kita kurang memberi tempat kepada kesaksian iman secara verbal. Padahal kedua aspek kesaksian iman tersebut saling terkait dan melengkapi. Sama halnya tidaklah cukup orang  Kristen hanya mampu memberi kesaksian iman secara verbal (pengajaran) belaka apabila tidak dilandasi oleh kesaksian hidup yang nyata. Jadi setiap anggota jemaat juga memiliki tanggungjawab untuk memberi penjelasan tentang makna imannya kepada Kristus. Setiap anggota jemaat dipanggil untuk menjelaskan alasan mengapa mereka percaya kepada Kristus. Juga mengapa mereka meletakkan seluruh pengharapan dan kehidupannya kepada Kristus? Dalam praktek sehari-hari kita sering gagap menjelaskan rahasia keselamatan dan iman kepada Kristus karena kita beranggapan bahwa tugas ini merupakan tugas utama para pendeta. Padahal realita hidup sering menuntut kita untuk menjelaskan rahasia keselamatan dan iman kita kepada Kristus setiap waktu, sehingga tidak memungkinkan kita selalu dapat memanggil atau meminta pertolongan seorang pendeta. Tetapi bukankah anggota jemaat umumnya tidak memperoleh pendidikan teologia untuk menjelaskan pengajaran iman Kristen? Kemampuan untuk menyaksikan dan menjelaskan iman kepada Kristus tidaklah ditentukan oleh pendidikan teologia atau kemampuan intelektual kita. Tetapi lebih ditentukan oleh seberapa besar kasih kita kepada Kristus dan pertolongan Roh Kudus. Semakin kita mengasihi Kristus, maka kita semakin diperkaya oleh kuasa hikmat dan pengertian Roh Kudus sehingga kita dapat menjelaskan rahasia keselamatan dan iman kita dengan roh yang lemah lembut dan penuh hormat. Itu sebabnya di Yoh. 14:15-16, Tuhan Yesus berkata: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu, yaitu Roh Kebenaran”.

                Perkataan Tuhan Yesus di Yoh. 14:15-16 tersebut sejalan dengan pengajaranNya di Mat. 10:19-20, yaitu: “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu”.  Artinya setiap jemaat yang mengasihi Kristus dan karena itu mereka  selalu berusaha belajar kebenaran firman Tuhan maka pastilah Roh Kudus akan memimpin dan menolong mereka untuk memberi jawaban yang tepat pada saat mereka diperhadapkan oleh suatu tantangan. Dalam hal ini kita diingatkan bahwa hampir seluruh para murid Tuhan Yesus tidak berasal dari kalangan yang berpendidikan. Namun sejarah gereja mencatat bahwa para murid Tuhan Yesus diberikan karunia hikmat dan kuasa oleh Roh Kudus sehingga mereka dimampukan untuk mempertanggungjawabkan rahasia keselamatan dan iman kepada Kristus sehingga kemudian banyak orang dapat percaya dan menerima Kristus selaku Juru-selamatnya. Selaku gereja kita memang wajib terus-menerus membekali anggota jemaat dengan pemahaman teologia dan ajaran iman Kristen, tetapi pada sisi lain kita juga perlu mengingatkan mereka agar mereka sungguh-sungguh bersandar kepada hikmat Roh Kudus khususnya saat mereka menghadapi tekanan dan tantangan yang krusial. Ciri hikmat dan kuasa yang dikaruniakan oleh Roh Kudus adalah kita dimampukan untuk menjelaskan rahasia keselamatan dan iman kepada Kristus dengan roh lemah lembut dan sikap hormat kepada sesama yang tidak seiman. Semakin kita diperlengkapi dan dimampukan, maka pastilah kita akan menyampaikan pengajaran iman Kristen secara bijaksana dan ramah.

                Contoh cara penyampaian berita Injil yang disampaikan secara tepat, bijaksana dan kontekstual sebagai buah hikmat dari Roh Kudus dapat kita lihat di Kis. 17:22-34. Ketika rasul Paulus sampai di kota Athena, ia berjumpa dengan para pemikir (filsuf) dari golongan Epikuros dan Stoa serta orang-orang yang kebetulan lewat di pasar Athena. Perjumpaan tersebut kemudian diikuti dengan percakapan dan diskusi “teologis” sehingga rasul Paulus di tempat yang bernama  Aeropagus terpanggil untuk menjelaskan dan mempertanggungjawabkan iman Kristen khususnya tentang karya Kristus dan kebangkitanNya. Bagaimana rasul Paulus menjelaskan dan mempertanggungjawabkan karya keselamatan Allah di dalam diri Kristus sehingga ajaran iman Kristen dapat dengan mudah dipahami oleh orang-orang Athena yang sama sekali tidak mengenal Yahweh? Sangat menarik rasul Paulus mengangkat terlebih dahulu suatu inskripsi mezbah di kuil orang Athena yang bertuliskan: “Kepada Allah yang tidak dikenal” (Kis. 17:23). Inskripsi di mezbah yang bertuliskan “Kepada Allah yang tidak dikenal” itulah yang dipakai oleh rasul Paulus sebagai media untuk memperkenalkan Allah yang hidup. Allah yang tidak dikenal itu sesungguhnya adalah sang Pencipta langit dan bumi. Juga Allah yang tidak dikenal oleh orang-orang Athena itulah yang kemudian mengutus Kristus ke dalam dunia sehingga Dia wafat di atas kayu salib, lalu dibangkitkan dari antara orang mati. Itu sebabnya setiap orang kini wajib bertobat. Rasul Paulus berkata: “Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat”. Dari Kis. 17:22-34 kita dapat melihat bahwa Roh Kudus telah memberikan hikmat dan pengertian kepada rasul Paulus sehingga dia dapat memberitakan Kristus dari situasi riel dan penghayatan iman orang-orang Athena. Jadi dalam situasi ini rasul Paulus tidak memulai pemberitaan Injil dari ajaran (dogma) iman Kristen; tetapi dia memulai memberitakan Injil dari hasil pengamatannya terhadap suatu mezbah yang bertuliskan: “Kepada Allah yang tidak dikenal”. Demikian pula dengan kehidupan kita sehari-hari. Pemberitaan Injil dapat dimulai dari situasi riel atau hal-hal yang dikenal oleh khalayak, sehingga orang-orang yang mendengarnya dapat dengan mudah mengerti dan mencerna isi pemberitaan Injil tentang Kristus.

                Jadi dari firman Tuhan ini selaku umat percaya kita semua terpanggil untuk menyaksikan iman kepada Kristus secara holistik, yaitu menyaksikan Kristus dalam kehidupan yang saleh dan dapat dipercaya (kredibel); serta mau menyaksikan Kristus melalui berbagai percakapan, diskusi dan pengajaran iman Kristen. Semua bentuk kesaksian iman tersebut harus kita lakukan dengan lemah-lembut dan hormat kepada orang-orang yang menuntut pertanggungan jawab.  Sebab manakala kita terpancing secara emosional, sombong dan menjadi marah saat kita mempertanggungjawabkan iman, maka sesungguhnya kita akan gagal untuk “menguduskan Kristus di dalam hati sebagai Tuhan”. Demikian pula kita akan gagal untuk menguduskan Kristus sebagai Tuhan manakala kehidupan kita penuh dengan cacat moral, dianggap tidak etis dan tidak memiliki integritas diri. Jika demikian, makna menguduskan Kristus sebagai Tuhan menuntut pertanggungan jawab dalam arti yang lebih luas lagi, yaitu kita akan dihakimi oleh Kristus ketika akhirnya kehidupan kita tidak mengikuti teladan hidupNya. Bagaimanakah dengan kehidupan saudara selaku umat percaya? Apakah saudara telah menguduskan Kristus sebagai Tuhan dalam seluruh aspek hidup dan perilaku sehari-hari? Amin.

1 komentar:

  1. Shalom Gembala Sidang, Pendeta-pendeta dan Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan. Mari kita bersama-sama belajar membaca Shema Yisrael yang pernah dikutip oleh Yesus ( nama IbraniNya Yeshua/ ישוע ) di dalam Injil, yang dapat kita lihat di Markus 12 : 28 yang berasal dari Ulangan 6 : 4. Kalimat Shema Yisrael ini biasa diucapkan oleh orang Yahudi dalam setiap ibadah untuk mengungkapkan iman kepada satu Tuhan yang berdaulat dalam kehidupan mereka dan pada awalnya pun orang-orang yang percaya kepada Yesus dari bangsa-bangsa bukan Yahudi juga ikut serta dalam ibadah orang Yahudi di sinagoga.

    Tanpa bermaksud untuk menyangkali keberadaan Bapa, Anak dan Roh Kudus yang juga telah berulangkali diungkapkan dalam Perjanjian Baru, berikut ini Shema Yisrael dengan huruf Ibrani dan cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa yang ada

    Huruf Ibrani, " שְׁמַ֖ע יִשְׂרָאֵ֑ל יְהֹוָ֥ה אֱלֹהֵ֖ינוּ יְהֹוָ֥ה ׀ אֶחָֽד׃ "

    ( " Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad " )

    Dilanjutkan dengan mengucap berkat berikut :

    Huruf Ibrani, " בָּרוּךְ שֵׁם כְּבוֹד מַלְכוּתוֹ לְעוֹלָם וָעֶד "

    ( " Barukh Shem kevod, malkuto le'olam va'ed " )

    ( Diberkatilah Nama yang mulia, KerajaanNya untuk selama-lamanya )

    🕎✡️🐟🤚🏻👁️📜🕯️🤴🏻👑🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓🕍✝️🗺️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🍷🥛🍯🐏🐑🐐🐂🐎🦌🐪🐫🦁🦅🕊️🐍₪🇮🇱

    BalasHapus