“Karena itu demi kemuliaan Allah aku menasehatkan kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Dalam pergumulan hidup manusia di dalam kegelapan dan dosa, bahasa dari Tuhan yaitu “I love you.” Tuhan tidak berteriak dari surga waktu mengatakan hal itu tetapi dia datang masuk ke dalam dunia ini. Dia menjadi manusia untuk mengatakan secara nyata dan konkrit “I love you.” Bukan cuma kata, tetapi dengan menjadi manusia, dengan menghinakan diriNya demi engkau dan saya. Maka itu sebab Paulus mengatakan di dalam Rom.8 “Ia yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri tetapi menyerahkanNya bagi kita semua,” apalagi bahasa kasih yang lebih konkrit daripada ini? Di dalam surat Roma Paulus sudah menyatakan kita semua berdosa. Tidak ada seorangpun yang tidak berdosa. Orang yang bukan Yahudi berdosa, orang Yahudi yang menyatakan diri sebagai umat Allahpun berdosa. Firman Tuhan berkata, “Karena kamulah nama Tuhan dihujat.” Artinya kamu disebut sebagai umat Allah tetapi kamu gagal memuliakan Allah. Dan itu menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada seorangpun yang tidak berdosa, semua sekaliannya sudah berdosa. Tetapi sementara upah dosa adalah maut, kasih Allah dibicarakan oleh Paulus dengan begitu indah, memberikan kehidupan yang kekal itu di dalam Kristus Yesus. Kasih Allah yang begitu ajaib di dalam Kristus Yesus itu mengubahkan segala sesuatu karena Dia mengasihi kita. Maka sekarang dalam bahasa seperti itu kita lihat apa yang kita baca tadi. Paulus mengatakan “Karena itu demi kemurahan Allah, yaitu demi semua yang sudah kita lihat, yaitu betapa kedahsyatan dosa yang membuat manusia menuju kepada kebinasaan yang kekal, kasih Allah yang begitu ajaib dalam Kristus Yesus, karena itu aku menasehatkan kamu untuk mempersembahkan tubuhmu. Ini artinya jelas menunjukkan bagaimana respons yang seharusnya kalau kita mengerti kemurahan hati Allah, kita mengerti Bapa yang menunggu dari musim ke musim untuk kita kembali. Maka kita tidak menyia- nyiakan anugerah Allah yang seperti demikian tetapi justru kehidupan kita yang sudah diubahkan itu dipersembahkan sebagai satu respons kepada Tuhan yang telah mengasihi kita.
Saya ajak sdr sementara untuk belajar sedikit lebih detail. Pada waktu dikatakan “karena itu demi kemurahan Allah” Allah yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri, yang telah memberi segala-galanya, oleh karena itu persembahkan dirimu. Artinya karena Allah telah memberikan diriNya sendiri, maka sudah sepatutnya sekarang totalitas hidup kitapun dipersembahkan kepadaNya. Kalau dalam PL karya Allah yang menyelamatkan orang Israel lalu berkata, “Kasihilah Allahmu dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatanmu,” maka apalagi di dalam PB yang sudah nyata Dia yang telah terlebih dahulu mengasihi kita, Dia yang telah mati pada waktu kita masih berdosa, Dia yang telah memberi diriNya, jelas sekarang konsekuensi logisnya adalah kita memberi diri juga bukan setengah-setengah.
R.C.Sproul mengatakan kata “karena itu” menunjukkan satu penekanan kepada konsekuensi logis. Karena sesuatu yang terlebih dahulu telah dinyatakan, konsekuensi logis dari semua kemurahan Allah yang begitu besar yang telah memberikan AnakNya, maka like it or not, kita harus mempersembahkan diri kita. John Stott juga menyatakan kata “ibadah yang sejati” yang di dalam bahasa Inggrisnya ialah “reasonable service” berkonsekuensi logis bahwa persembahan ibadah itu adalah sebagai sesuatu yang reasonable, yang masuk akal, karena di dalam bahasa Grikanya memang demikian yaitu logika logiken, masuk akal. Artinya memang ini bukan kalimat imperative tetapi menunjukkan dengan jelas ini adalah suatu konsekuensi logis. Sampai di sini saya kemudian melihat ke dalam konteks kita, sederhana saja, kalau ini bukan bentuk kata perintah, sebenarnya Paulus ingin mengatakan, “Hei, tahu diri dong…” Saya tersentuh dengan pemikiran ini, artinya kalau engkau telah mengalami kemurahan hati Allah yang begitu luar biasa, kalau engkau telah mengerti bagaimana kasih Allah begitu besar datang berkorban bagi kita, hei, tahu diri dong…, kata Paulus. Kira-kira dengan begitu kita bisa lebih mengerti, bukan? Tahu diri dong, untuk bisa memberi yang terbaik kepada Tuhan sebagai suatu respons. Di dalam konteks Natal kita dapati orang Majus yang mencari raja yang telah lahir, dan waktu mereka melihat bintang itu kemudian mereka berjumpa dengan Yesus, mereka menyembah Dia. Siapa yang mau menyembah seorang Anak kecil seperti itu? Mereka datang menyembah dan mereka mempersembahkan persembahan mereka yang terbaik. Apa artinya kita lihat di sini? Kalau orang Majus yang hanya berjumpa dengan Yesus yang masih anak itu menyembah Dia dan mempersembahkan yang terbaik, celakalah orang yang sudah melihat karya Kristus, yang sudah mati di kayu salib, yang bangkit dari antara orang mati, naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa, lalu kemudian tidak menyembah Dia dan mempersembahkan yang terbaik untukNya. Maka kata Paulus dengan jelas, tahu diri dong. Jangan seperti orang Israel, semakin diberkati semakin kurang ajar, semakin diberkati semakin tidak tahu diri.
Saya merasa sukar sekali menghubungi anak saya, miscall tidak dibalas, sms tidak dijawab sampai berapa hari. Akhirnya setelah diterima, dia bilang, “Sorry, pa, lagi sibuk…” Sibuknya seperti apa sih? Banyak orang yang saya kenal sibuknya luar biasa, tetapi sms paling tidak selalu dijawab, miscall juga selalu dijawab. Tetapi sebaliknya kalau giliran dia yang sms atau miscall, mintanya dijawab segera. Dan sdr sudah tahu mintanya apa, bukan? Pa, tolongin transfer segera. Telat sedikit, datang lagi sms-nya, pa, sudah dikirim, belum? Ini pelajaran berharga bagi saya, anak saya menganggap saya harus available bagi dia 24 hours, tetapi kalau saya butuh dia, dia tidak available bagi saya. Sdr mengerti? Terhadap Tuhan, pada waktu kita berseru, “O, Lord, please answer me right now…” Kita mau sekarang Tuhan menjawab doa kita, kita mau Tuhan selalu available 24 hours dalam kehidupan kita. Tetapi waktu Tuhan berkata, “AnakKu, Aku butuh engkau…” Kita bilang, “Aku sibuk.” Kita tidak available. Inilah kebenaran yang saya dapatkan, hai jadi orang tahu diri dong. Kita maju satu langkah lagi, kalau meneliti bahasa aslinya, ternyata ada satu kesimpulan, penggunaan kata “menasehatkan” dan “mempersembahkan tubuh” adalah gabungan dua kata kerja yang menunjukkan kata imperative. Kalau demikian, kata imperative di sini adalah once for all, satu kali untuk seterusnya. Di sinilah perintah Paulus memerintahkan kita sekali untuk seterusnya kita mempersembahkan tubuh kita, tidak ada lagi reserve buat kita tetapi betul-betul kita mau available buat Tuhan anytime. Tidak ada yang akan dapat memisahkan kita dari kasih Tuhan Yesus Kristus. Di dalam Kristus tidak ada penghukuman bagi kita, itu adalah kemurahan Allah yang luar biasa. Dan demikian apapun dan bagaimanapun kehidupan kita, ketelanjangankah, penganiayaankah, kuasa-kuasa yang lain, tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus. Karena itu biar kita mempersembahkan diri kita satu kali untuk selamanya dan kita tidak akan pernah menjadi kecewa. Betul, kita mungkin akan mengalami banyak pergumulan. Tetapi apapun pergumulan itu, kita tidak akan menjadi kecewa tetapi kita akan lebih sungguh berjalan terus mengiring Tuhan. Itu juga yang dikatakan oleh Tuhan Yesus kepada murid-muridNya, bukan? Memang mengikut Aku itu, Aku katakan kepadamu supaya jangan kamu kecewa dan menolak Aku, kamu akan mengalami pergumulan-pergumulan.
Kita berjalan di dalam satu proses dan kita harus mengaku dengan jujur waktu ktia berada di dalam proses itu kita tidak suka, dan bahkan saya memakai kata yang lebih keras lagi, kita benci dengan hal itu. Maka seringkali kita bertanya kepada Tuhan, mengapa begini, Tuhan? Saya sudah melayani, sudah dengan setia mengikut Tuhan, kenapa mengalami seperti ini. Maka Petrus mengatakan, jangan heran dan jangan kaget pada waktu mengalami tantangan dan penganiayaan. Artinya, di dalam dunia sebenarnya tidak ada satupun di dalam kehidupan ini yang membuat kita kaget. Semua yang terjadi itu sudah biasa terjadi. Kita sering berkata, kok bisa ya? Orang mati mendadak itu sebenarnya hal yang biasa, tidak usah terkejut. Coba pikirkan apa sih yang baru terjadi yang sebelumnya belum pernah terjadi dalam kehidupan manusia? Masalahnya kita menjadi kaget karena kita tidak mau kalau itu terjadi pada diri kita. That’s the point. Maka Paulus mengatakan persembahkanlah tubuhmu once for all, satu kali untuk selamanya, berarti apapun yang terjadi itu tidak akan menggoyahkan kita. Kita tidak akan menjadi kecewa, kita tidak akan menjadi kaget. Mengapa? Karena dalam kehidupan kita kita tahu ada proses. Kita benci hal itu tetapi kita tidak akan kecewa berjalan mengikut Dia karena kasih yang begitu ajaib yang diberikan kepada kita.
Bagaimanapun persembahan dirimu itu adalah ibadahmu yang sejati. Menarik sekali, kata ini mempunyai terjemahan-terjemahan yang berbeda, reasonable service, pelayanan spiritual. Ibadah yang sejati ini maksudnya ibadah yang rohani, ibadah yang spiritual itu, bagi saya mempunyai arti keduanya yaitu sangat masuk akal karena kemurahan Allah dan sebagai sesuatu yang bersifat spiritual karena kita mempersembahkan tubuh kita dalam konteks surat Roma yaitu tubuh yang sudah mati dan bangkit bersama Kristus. Kita bukan mempersembahkan tubuh kita yang berdosa, tetapi tubuh yang telah ditebus oleh darah Kristus, yang ditebus bukan dengan emas atau perak tetapioleh darah Anak Domba yang mahal dan yang tidak bernoda dan tidak bercacat itu. Dalam karya Kristus itulah diri kita yang telah diperbaharui ini kita persembahkan sebagai persembahan rohani. Artinya, di sini bukan persembahan yang mati, bukan persembahan yang seperti binatang-binatang dalam PL, tetapi di sini adalah satu kehidupan rohani kita yang sudah diperbaharui, dipersembahkan sebagai satu persembahan yang kudus dan yang berkenan kepada Dia. Bukan satu persembahan yang setengah-setengah. Allah berfirman dengan jelas di dalam Alkitab, kebencian Allah adalah kepada orang yang congkak dan kepada orang yang setengah hati. Yang tidak dengan segenap hati dan dengan sungguh-sungguh. Allah menghendaki kita dengan sungguh-sungguh mempersembahkan tubuh kita. Kalau saya boleh pertajam dengan konteks kita, saya dapati bahwa bukan apa yang kita persembahkan tetapi bagaimana sikap hati kita mempersembahkan. Tuhan menghendaki persembahan hati yang hancur. Tuhan berkenan kepada persembahan seorang janda yang hanya dua peser. Bukan soal apa yang dipersembahkan tetapi bagaimana dia persembahkan yaitu seluruh hidupnya yang dia persembahkan. Tuhan Yesus berkata kepada perempuan Samaria akan datang waktunya penyembah-penyembah yang benar akan menyembah Allah di dalam roh dan kebenaran. Spiritual worship, jelas sekali itu yang dibicarakan di sini. Yaitu suatu sikap kehidupan yang nyata yang diberikan kepada Tuhan, yang kudus dan yang berkenan. Sehingga janganlah karena kita nama Allah dihujat. Alangkah celakanya kalau kita dengar orang menghujat Tuhan karena gereja yang tidak karu-karuan. Persembahan yang kudus, yang berkenan kepada Allah, itu jelas. Sama sebagaimana orang Majus yang memberikan yang terbaik itu, demikian persembahan yang kita berikan once for all dari dasar tahu diri kita persembahan dengan kudus dan tidak bercacat, tidak bercabang hati, dengan segenap hati mempersembahkan hidup kita.
Pada waktu saya melanjutkan studi ada satu hal yang membuat saya begitu stress. Saya takut gagal, sebagai dosen pergi studi, mahasiswa saya bisa berhasil sedangkan saya gagal, celaka, bukan? Malu sekali. Sebenarnya salah satu hal yang membuat saya stress bukan hanya rasa malu kalau gagal, tetapi waktu kami mau berangkat, saya tahu ada seorang ibu tua yang datang memberi persembahan mendukung biaya studi kami. Kalau ada orang lain yang berkorban untuk saya pergi studi, celakalah kalau saya tidak menggunakan itu dengan baik. Ini juga mengingatkan saya kalau Tuhan juga sudah berkorban begitu besar, celakalah saya kalau menyia-nyiakannya. Dalam pelayanan saya di LA saya juga mendapatkan satu kalimat yang menyentuh hati saya dari seorang peserta retreat itu. Kami sedang membicarakan misi di Indonesia dan kebutuhan-kebutuhannya. Kemudian dia mengeluarkan satu kalimat yang menyentuh saya, “Pak Buby, please let me feel the pain of sacrifice, the pain of giving.” Dia bukan orang kecil, dia orang yang diberkati Tuhan. Maksudnya, jangan bicara proyek-proyek yang kecil dengan saya. Saya tahu firman Tuhan berkata, berilah dengan sukacita, jangan dengan sedih dan terpaksa. Tetapi saya mau memberi sesuatu yang membuat saya sakit, the pain of giving. Waktu dia sebutkan itu, saya terkejut sekali. Ini adalah orang yang dengan nyata mengerti firman Allah, beri dengan sukacita, tetapi dia mau memberi bukan dari kelebihannya, karena itu nothing, tidak ada rasa sakit di sana. Tuhan telah memberi dengan diriNya korban, please let me feel the same feeling as the Lord. Waktu dia mengatakan begitu, saya berdoa kepada Tuhan, please let me feel the pain of my ministry. Bukan sekedar enjoy, bukan sekedar mencari keuntungan. Kalau dia bisa berkata demikian, saya merasa sebagai hamba Tuhan, dan semua kita, seharusnya kita mempunyai semangat yang sama.
Itu yang Paulus katakan, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, itu adalah your reasonable service, your spiritual worship, itulah persembahan tubuh yang sungguh-sungguh di hadapan Tuhan. Alangkah indahnya dalam Natal ini bersama para Majus kita menyembah Dia, tetapi dengan satu penyembahan yang baru yaitu mempersembahkan tubuh kita once for all. Apapun dan bagaimanapun engkau ada Tuhan, dalam pergumulan kehidupan kita, kita bisa mengatakan, Tuhan, biarlah kalau aku Tuhan ijinkan berlelah bagi Tuhan, let me feel the pain. Bukan hanya sekedar mencari kepuasan sendiri tetapi merasakan sungguh-sungguh keseriusan di dalam pelayanan. Inilah kehidupan yang dipersembahkan Tuhan, kita dipanggil untuk melayani Dia, bukan? Marilah kita persembahkan yang terbaik bagi Tuhan yaitu hidup kita. Bukan soal apa yang kau berikan tetapi bagaimana engkau memberikannya, dengan hati yang bagaimana kita memberikan hidup kita bagi Tuhan.(kz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar