Jumat, 11 November 2011

Mengakhiri Ketidakwarasan

Idealnya semua orang yg hidup dalam anugerah Allah, sanggup menggunakan  kesempatan  mengabdikan hidup bahkan terdorong secara agresif menampilkan kesehatan spiritual yg prima sehingga efektivitas kerja pelayanan berdampak mewarnai lingkungannya. Namun realitanya justru tidak jarang mereka yg merasa telah ditebus darah Tuhan Yesus dan beroleh keselamatan menampilkan sikap yg berbanding terbalik dengan besarnya anugerah, kasih setia dan demontrasi kuasa Tuhan. Apresiasi kepada Tuhan bukan sikap hormat dan penuh tanggungjawab namun justru bersifat nyleneh ,tidakwaras, sembrono kalau  tidak boleh dikatakan kurangajar kepada TUHAN. karena membalas kebaikan Tuhan dengan sikap semau-maunya.


Bilangan 14 :1 -  45


Pengalaman bangsa Israel yg telah diselamatkan Allah dari perbudakan bangsa Mesir adalah bukti sekaligus menjadi peringatan keras bagi kita yg rentan dengan ketidakpuasan hidup dalam pimpinan Allah. Demikian mudah kita memaksa Allah sebagai produsen untuk mensuplai keinginan jasmaniah dan menyediakan masa depan gemilang. Allah kita tuntut terus menerus untuk menyatakan kehebatan kuasaNya dan tidak boleh mengedipkan mata dalam memelihara kita. Namun sedemikian cepat kita berbalik  arah saat manakala rancangan Allah tidak memenuhi harapan ,terlalu lambat atau kita anggap tidak memberi keuntungan sesaat. Kita melupakan semua kebaikan hatiNnya dan menabraknya dengan pemberontakan yg sangat tidak beralasan. 
Inilah realita ketidakwarasan yg bukan tidak mungkin menjangkiti orang percaya !


Indikator KETIDAKWARASAN:


1. BERANI MELAWAN TUHAN ayat.1-2


14:1 Lalu segenap umat itu mengeluarkan suara nyaring dan bangsa itu menangis   pada malam itu. 14:2 Bersungut-sungutlah   semua orang Israel kepada Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada mereka: "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir,   atau di padang gurun ini!   
Seharusnya tidak ada alasan bagi generasi yang telah melihat campur tangan Tuhan yang dahsyat, seperti: tiang awan, tiang api, manna, air yang keluar dari cadas, bersikap melawan Allah.
Bagaimana mereka dapat memilih respon yg salah terhadap pimpinan Allah secara langsung?
ini terjadi karena hati mereka condong kepada yang jahat.  Hati yang condong kepada yang jahat menyebabkan mata seseorang tertutup, telinganya tertutup, dan hatinya tertutup kepada setiap Kebenaran, tidak lagi memiliki kepekaan kepada apa yang baik, tetapi cenderung suka kepada yang jahat dan sesat.  
Walaupun bangsa Israel adalah umat pilihan Tuhan, mereka tetap memiliki respons yang salah karena mereka pernah menjadi warga Mesir. Mereka lahir, bertumbuh dengan segala budaya, etika, nilai keagamaan kekafiran. Pada waktu mereka keluar dari Mesir, sisa-sisa budaya dan agama kafir masih melekat pada diri mereka. Orang Kristen lahir di dunia berdosa, membawa tubuh yang memiliki sifat dosa, dengan anugerah Tuhan orang Kristen sejati akan mengalami lahir baru, memiliki hati yang baru, tetapi masih ada sisa-sisa kekafiran di dalam diri kita. Pergumulan manusia lama kita adalah pergumulan seumur hidup. Jikalau kita tidak mematikan dosa dalam diri kita maka dosa yang akan mematikan kita. Kalau kita tidak berhati-hati, maka ada pergumulan-pergumulan yang akan menyeret kita ke dalam dosa. 
Orang Kristen sejati tidak akan membiarkan dirinya terseret oleh arus melainkan akan terus berperang sambil terus menanti anugerah pertolongan Tuhan. Dalam diri kita ada campuran antara kesalehan dan hal-hal yang negatif, maka tidaklah heran jika ada orang Kristen yang sudah aktif melayani sekian lama tetapi memiliki sikap yang negatif. Itulah sisa-sisa kekafiran yang harus senantiasa diperjuangkan untuk kita matikan agar kita bisa sama seperti Kristus.
Biarlah kita boleh memiliki kepekaan rohani, peka akan suara Roh Kudus, sehingga hati kita senantiasa mengarah kepada apa yang dicintai Tuhan, Kebenaran Tuhan, dan senantiasa peka terhadap tawaran yang menggiurkan. Ketika hati dipenuhi ketamakan, maka orang tersebut akan menjadi korban penipuan yang paling empuk. Biarlah hati kita condong kepada apa yang benar, yang mulia, yang saleh, yang menjadi isi hati Tuhan, sehingga kita tidak jatuh dari titik yang paling nadir

2. MENCURIGAI TUHAN  ayat.3


14:3 Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang,    dan isteri serta anak-anak   kami menjadi tawanan?  Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?  


Hati yang condong kepada kejahatan tidak akan mengerti jalan Tuhan, tidak menghargai janji Tuhan, tidak memiliki wawasan rohani, dan tidak memiliki kesiapan untuk mengikuti pimpinan Tuhan. Tuhan akan membawa mereka ke negeri Kanaan yang berlimpah susu dan madunya, tetapi mereka memandangnya sebagai tempat yang mematikan. Mereka melihat secara terbalik dengan apa yang Tuhan lihat. Apa yang dikatakan baik oleh Tuhan, mereka katakan buruk, dan sebaliknya. Mereka lebih memilih untuk kembali ke Mesir walaupun Mesir adalah tempat perbudakan, tempat pembinasaan, tidak ada kasih, tidak ada anugerah, dan janji kepada Abraham tidak pernah terwujud. Orang yang berhati jahat akan memiliki mata yang kotor sehingga menghalangi mereka melihat dari cara pandang Tuhan. Kebenaran Tuhan dan janji Tuhan tidak bisa mereka lihat.
Tuhan Yesus berkata: Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah. Hal ini berarti: orang yang berhati suci akan dimampukan untuk melihat tangan Tuhan sedang memimpin hidupnya. Orang yang suci hatinya akan memiliki kepekaan untuk melihat dan menghindari dari hal-hal yang berujung maut. Seringkali kita tidak mau belajar Firman, tidak mau mengerti Tuhan, tetapi langsung memvonis bahwa Tuhan tidak baik ketika doa kita tidak didengarkan Tuhan, lalu kita meninggalkan Tuhan. Yang menjadi rugi adalah diri kita sendiri.
Orang yang berpikir bahwa Tuhan itu jahat, maka dia akan mengalami kerasnya disiplin Tuhan, bukan karena Tuhan tidak baik melainkan karena dia yang punya hati yang tidak berest. Ketika kita memiliki hati yang jahat, kita akan marah, bersungut-sungut, memberontak, dan mendatangkan celaka bagi diri kita sendiri.
Jalan Tuhan bukanlah jalan kita. Seringkali kita merasakan jalan di depan kita begitu gelap, nantikanlah pertolongan Tuhan. Tangan Tuhan sedang merenda suatu karya yang indah dan mulia. 

3. MENGATUR TUHAN ayat.3


14:3 Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang,    dan isteri serta anak-anak   kami menjadi tawanan?  Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?  


Indikator ketidakwarasan bangsa Israel adalah lebih baik memilih penjajahan di Mesir dengan konsekuensi penderitaan daripada mengikuti Tuhan menuju Kanaan 
Bangsa Israel takut mati di  padang gurun dan memilih Mesir sebagai tempat  yg ideal untuk mati. Ketakutan adalah reaksi alami yg wajar  tetapi umat yg sedang dipimpin Allah secara langsung dengan tiang awan dan tiang api seharusnya dapat menyisati rasa takut secara benar. Ketika kita takut, kita akan mencari tempat yang aman; dan tidak ada tempat yang aman kecuali Tuhan sendiri. Ketika bangsa Israel takut mati, seharusnya mereka datang kepada Tuhan. Takut yang benar akan membuat orang semakin bertumbuh dalam iman dan makin dekat kepada Tuhan. Takut yang salah akan membinasakan.
Seharusnya bangsa Israel pada waktu itu tidak perlu takut, karena mereka telah melihat Mesir sudah ditaklukkan oleh Allah sedangkan Kanaan tidaklah sepenting Mesir. Allah yang berperang bagi mereka, tetapi karena hati mereka yang tidak beres, perspektif mereka untuk melihat Kebenaran Tuhan, Firman Tuhan, janji Tuhan menjadi hancur, maka iman menjadi kosong. Inilah takut yang salah tempat. Mereka tidak memiliki takut akan Tuhan yang dapat mengalahkan takut apapun. Ketika orang Kristen tidak takut mati, tidak takut sakit, tidak takut rugi, tidak takut menderita, maka dia akan menjadi hamba Tuhan yang luar biasa. Orang yang demikian akan membuat setan kewalahan. Banyak orang Kristen yang hidup dalam ketakutan, kegelapan, dan Tuhan mungkin tidak menolong mereka, maka orang tersebut akan cenderung untuk kompro­mi dengan dunia dan menjual iman.
Hati yang condong kepada kesesatan, membawa pada perspektif yang salah.  Akhirnya menimbulkan keanehan dalam diri bangsa Israel, mereka mulai berkelakuan dan berbicara yang tidak benar.  Ada suatu ketidakwarasan dalam perkataan mereka yaitu: sekiranya kami mati di Mesir atau padang gurun. Mereka sepertinya siap mati di Mesir atau di padang gurun tetapi mereka takut mati di Kanaan. Padahal lebih baik mereka mati di Kanaan karena mereka taat untuk masuk ke sana. Bahkan kalau mereka taat, mereka justru tidak akan mati di Kanaan. Akhirnya mereka menuduh Tuhan hendak mematikan mereka, padahal Tuhan sudah sedemikian menyertai dan memelihara mereka.
Orang yang hatinya tidak beres, tidak suka mendengar Firman Tuhan, kemudian akan menaruh persepsi yang salah yaitu takut kepada manusia tetapi tidak takut kepada Tuhan, dan akhirnya orang demikian akan cenderung menjadi aneh, dalam dirinya ada kekacauan, di satu sisi dia cinta Firman tetapi di sisi lain dia juga cinta dosa. Orang yang dipengaruhi oleh dosa menjadi orang yang bodoh, gila, aneh, dan memusuhi diri sendiri. Orang berdosa menolak berkat yang paling besar untuk mencari hukuman. 


Kiranya Tuhan menolong kita untuk melihat wajah asli dunia. Dunia selalu tampak menarik tetapi di dalamnya mengandung racun yang menggerogoti jiwa kita. Berkat sejati adalah dari Tuhan yang akan mencukupkan kita, memberikan kebahagiaan kepada kita.


Pada akhirnya, hati yang jahat tersebut membuahkan pemberontakan. Bangsa Israel menolak Tuhan, dan hendak mengangkat pemimpin baru untuk membawa mereka kembali ke Mesir. Pada saat itulah Kaleb dan Yosua bersaksi kepada mereka bahwa yang menyertai bangsa Kanaan sudah meninggalkan Kanaan. Yosua dan Kaleb adalah  pembawa suara Kebenaran bagi bangsa Israel. Kalau mereka mau mendengarkan kedua orang tersebut maka mereka akan selamat. Tetapi bangsa Israel yang sudah dikuasai dosa justru mau merajam kedua orang itu. Itulah yang disebut dengan menindas Kebenaran dengan kelaliman. Bangsa Israel yang semula merupakan bangsa yang dikasihi dan diberkati Tuhan, kini berubah menjadi bangsa yang jahat dan mengerikan. Mereka telah mengalami transformasi kemerosotan. Akhirnya hukuman dari Tuhan dijatuhkan atas mereka.


Hukuman Tuhan atas bangsa Israel dicatat berulang diulangkali yaitu dalam Bilangan 14:22-23, 26-34. Tuhan menghukum mereka sesuai dengan apa yang mereka katakan (ayat 28). 


Kita harus berhati-hati dengan apa yang kita katakan, kita lakukan secara diam-diam, Tuhan selalu melihat dan mencatatnya, dan kelak semuanya itu akan menjadi alat untuk kita dihakimi.
Bangsa Israel menjadi generasi yang dimurkai,  Tuhan muak dan tidak lagi menyayangi bangsa itu. Hukuman Tuhan merupakan pembersihan atas “sampah-sampah yang tidak berguna“. Orang yang melanggar Firman Tuhan adalah orang yang sedang memusuhi diri sendiri. Bangsa Israel yang dihukum Tuhan tidak akan masuk ke Tanah Kanaan melainkan akan mati bergelimpangan sebagai bangkai-bangkai. Hanya Kaleb dan Yosua yang akan masuk ke Tanah Kanaan, inilah hukuman yang menyakitkan bagi bangsa Israel.


Berhentilah berpikir bahwa Allah itu baik lalu selanjutnya kita bisa berbuat seenaknya kepada Dia. Nyatalah bahIwa KEBAIKAN ALLAH berkolaborasi dengan KEADILAN sehingga pengampunan yg disediakan Allah tidak menghapus hukuman yg setimta haruslah berbuat jahat. Dengan anugerahNya, masih ada kesempatan untuk mengubahkan hati untuk kembali mengasihi, mengabdi dan menyembahnya secara total. Jangan biarkan kegilaan menguasai hati kita. 
Jika kita masih berharap tidak dikatakan sebagai umat pilhan Tuhan yang TIDAK WARAS


by Haris Subagiyo

Kamis, 10 November 2011

Menjaga Kemurnian Iman sampai garis terakhir




LUKAS 17 : 30 - 33

Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya.

Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali.




Ingatlah akan isteri Lot!
Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.



Beberapa tahun yang lalu ada seorang bapak dari negara Bangladesh yang mayoritas beragama Muslim, bernama Usman Chudori. Dia iseng-iseng coba melamar pekerjaan ke USA.  Setiap tahun Amerika menerima sekitar 50.000 warga dari seluruh dunia untuk menjadi PR di sana. Ternyata bapak ini keterima. Bersama dengan keluarganya dia pindah menjadi imigran di sana. Dia tinggal di kota New York bekerja sebagai supir taksi. Penghasilannya hanya pas-pasan untuk menghidupi keluarganya. Secara ekonomi dia termasuk orang yang relatif miskin di tengah-tengah kota metropolitan. Selama bertahun-tahun dia hidup sederhana, pas-pasan sebagai supir taksi. Sampai suatu hari tiba-tiba dia dikenal di seluruh Amerika Serikat. Dia masuk channel televisi, majalah, surat kabar. 


Apa yang terjadi? Kejadiannya sederhana saja. Suatu hari dia menunggu seorang penumpang di airport JFK, seorang wanita muda yang kaya minta diantar ke salah satu tempat pemukiman elite. Setelah wanita ini sampai, dia turun dan bapak Usman pergi mengambil penumpang yang lain. Pada waktu penumpang lain hendak menaruh bagasinya ternyata wanita kaya tadi ketinggalan tasnya di sana. Bapak Usman ini kemudian memeriksa tas pertama, isinya sebuah laptop yang terbaru dan mahal. Lalu dia membuka tas yang kedua. Isinya jauh lebih mahal daripada tas yang pertama sebab tas yang kedua isinya 31 biji cincin berlian. Tanpa berpikir panjang untuk membenarkan diri bahwa penemuannya sebagai berkat y g turun dari sorga, Bapak Usman membawa kedua tas ini ke kantor polisi. Polisi melacak wanita yang tadi turun dan singkatnya dia berhasil ditemukan. Tas itu dikembalikan kepada dia secara utuh. Karena senang, perempuan itu kasih uang $100 sebagai tanda terima kasih. Padahal perempuan itu sewaktu naik taksi pak Usman hanya memberi tips 30 sen saja. Begitu wartawan mengetahui peristiwa ini, malamnya pak Usman langsung diajak ke stasiun televisi untuk diwawancara. Salah satu pertanyaan yang diberikan kepadanya, “Kenapa bapak tidak ambil saja kedua tas itu?” Bapak Usman menjawab demikian, “All my life I try to be honest. Today is no different.” Sepanjang hidup saya berusaha menjadi orang jujur, hari ini tidak berbeda dengan hari sebelumnya.
Apakah kita bersedia berkomitmen bahwa sepanjang hidup, berusaha hidup jujur di hadapan Tuhan, dan sampai hari ini tidak berbeda dengan hari-hari sebelumnya ? 


Sanggupkah kita Menjaga Kemurnian Iman sampai garis terakhir?


Dalam Lukas 17 ,sesungguhnya Tuhan Yesus berbicara tentang akhir jaman. namun di tengah-tengah pembicaraanNya, Dia meminta perhatian kita mengingat tentang satu orang yang reputasinya tidak baik. Seseorang yang dihukum Tuhan bersamaan penghukuman kota Sodom dan Gomora (Kejadian 19). Tuhan mengasihani satu keluarga yaitu Lot, isterinya dan kedua anak perempuannya. Sehingga secara spesial Tuhan mengutus malaikat untuk menyelamatkan mereka dengan pesan jangan menengok ke belakang setelah keluar dari kota Sodom. Isteri Lot menengok ke belakang sehingga Tuhan menghukum dia menjadi tiang garam.
Kali ini Tuhan Yesus meminta kita mengingat  tentang isteri Lot. 
“Remember Lot’s wife” ini. 

Pelajaran apakah yang Tuhan Yesus sampaikan supaya kita memperhatikan sungguh-sungguh tokoh yang tidak punya nama itu?

Lot bukanlah orang yg rusak secara moral, ia juga bukan orang yg tidak mengenal Tuhan namun Alkitab memberikan kesaksian bahwa Lot adalah orang benar yg menarik hati Allah untuk turun secara langsung menyelamatkan kelurganya 

tetapi Ia menyelamatkan Lot, orang yang benar, yang terus-menerus menderita oleh cara hidup orang-orang yang tak mengenal hukum dan yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka saja II Petrus 2:7 
Jadi topik yg Tuhan Yesus sampaikan ditujukan kepada mereka yg jelas-jelas beriman, mereka 
yg dibela Tuhan, mereka yg hidup dalam rencana Tuhan  namun harus bersedia mengakui
 totalitas kita kepadaNya sering berubah ubah bahkan sangat kontras dengan kesetiaan dan
pengorbanan Tuhan bagi diri kita
Tiga hal yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita:


I. Cinta Tuhan tetapi lebih mencintai dunia 


Kenapa isteri Lot itu menengok ke belakang sesudah dia keluar dari Sodom dan Gomora, padahal sudah diingatkan untuk tidak menengok?
Apa masalahnya hanya dengan menengok kebelakang?


Lukas 17 : 31 
Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali.


Istri Lot bukan berusaha memrontak untuk meninggalkan Tuhan atau tidak memihak kepada Tuhan. Ia masih percaya Tuhan, ia mencintai Tuhan, ia bersedia melayani Tuhan, ia masih menjaga moralitasnya sebagai hamba Tuhan namun pada saat yg sama ia lebih mencintai harta dunia.


Isteri Lot tidak tahan meninggalkan segala sesuatu, propertinya, barang-barangnya, harta bendanya yang ditinggalkan di Sodom. Dia begitu mencintai segala sesuatu yang dimilikinya  perasaannya, sangat amat berat meninggalkan kemakmuran materialnya sehingga berupaya memberi penilaian yg lebih penting dbandingkan dengan mempercayai arah kehendak Tuhan.


Ini adalah profil mereka yg mengaku orang beriman, ia  tidak mau disebut sebagai orang yg tidak beriman bahkan ia tidak mau diglongkan sebagai orang yg pantas untuk dihukum tetapi tetapiorientasi hatinya sesungguhnya sebagaian kecil saja kepada Tuhan selebihnya diberikan kepada dunia.  Mereka secara lahiriah menampilkan pribadi yg setia, saleh dan cinta Tuhan tetapi sebenarnya sedang menggunakan topeng kemunafikan.


Menarik sekali kalau kita membaca ayat sebelumnya di ayat 31 ada kalimat pada waktu berbicara mengenai kedatangan Anak Manusia yang kedua kalinya, Tuhan Yesus mengatakan, “Barangsiapa hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah dia turun untuk mengambilnya.” Kedatangan Anak Manusia itu cepat sekali, seperti kilat yang menyambar dari timur ke barat. Mestinya tidak ada waktu, mestinya tidak ada kesempatan untuk kembali lagi mengambil property, harta benda, barang-barang berharga yang dimiliki dan dicintai di dunia ini.
II.Setia mendengar Firman Allah namun tidak TAAT melakukan


Tuhan mengirimkan malaikatnya datang menyampaikan pesan dari Tuhan untuk meninggalkan Sodom dan Gomora. Lalu ada perintah dan larangan isinya tidak boleh menengok ke belakang. Isteri Lot ini mewakili banyak laki-laki dan perempuan di akhir jaman yang berani sekali mengabaikan firman Tuhan. Dia menengok ke belakang, dia melanggar perintah Tuhan. 


Isteri Lot satu kali saja tidak menaati firman Tuhan, langsung dihukum, satu kali saja tidak taat. Betapa besarnya anugerah Tuhan karena jangan-jangan ada di antara kita yang berkali-kali tidak taat kepada firman Tuhan atau seringkali tidak taat kepada Tuhan dan firmanNya. 
III. Bersedia ditolong Tuhan namun Mengangap rendah pertolonganNya


Dalam Kej.19, isteri Lot itu sebetulnya sudah keluar dari Sodom. Artinya, dia sudah ditolong oleh Tuhan. Dia sudah mengalami apa yang namanya pertolongan Tuhan. Kej.19:16 mengatakan tangan isteri Lot itu dituntun oleh malaikat Tuhan. Itu pengalaman supranatural, bukan? Tetapi sampai dituntun oleh malaikat Tuhan, saya kira itu adalah pengalaman yang istimewa sekali. Dia sudah ditolong Tuhan dan itu bukan dalam mimpi, tetapi dalam pengalaman yang real, yang nyata. Tetapi orang ini tidak memperdulikan perbuatan pertolongan Tuhan. Betapa besar upaya Tuhan dalam memilih, membela dan menyelamatkan Lot bersama keluarganya namun berbalaskan sikap yg apatis. Pertolongan Tuhan tidak didasarkan prestasi imannya namun karena kebesaran hati Tuhan yg memberikan anugerah tak bersyarat kepadanya. Realitanya apresiasi kita kepada Tuhan sering dianggap tidak penting bahkan secara sadar atau tidak kita menempatkan diri sebagai mereka yg menghina kemurahan Allah

Ibadah Sejati

“Karena itu demi kemuliaan Allah aku menasehatkan kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Dalam pergumulan hidup manusia di dalam kegelapan dan dosa, bahasa dari Tuhan yaitu “I love you.” Tuhan tidak berteriak dari surga waktu mengatakan hal itu tetapi dia datang masuk ke dalam dunia ini. Dia menjadi manusia untuk mengatakan secara nyata dan konkrit “I love you.” Bukan cuma kata, tetapi dengan menjadi manusia, dengan menghinakan diriNya demi engkau dan saya. Maka itu sebab Paulus mengatakan di dalam Rom.8 “Ia yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri tetapi menyerahkanNya bagi kita semua,” apalagi bahasa kasih yang lebih konkrit daripada ini? Di dalam surat Roma Paulus sudah menyatakan kita semua berdosa. Tidak ada seorangpun yang tidak berdosa. Orang yang bukan Yahudi berdosa, orang Yahudi yang menyatakan diri sebagai umat Allahpun berdosa. Firman Tuhan berkata, “Karena kamulah nama Tuhan dihujat.” Artinya kamu disebut sebagai umat Allah tetapi kamu gagal memuliakan Allah. Dan itu menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada seorangpun yang tidak berdosa, semua sekaliannya sudah berdosa. Tetapi sementara upah dosa adalah maut, kasih Allah dibicarakan oleh Paulus dengan begitu indah, memberikan kehidupan yang kekal itu di dalam Kristus Yesus. Kasih Allah yang begitu ajaib di dalam Kristus Yesus itu mengubahkan segala sesuatu karena Dia mengasihi kita. Maka sekarang dalam bahasa seperti itu kita lihat apa yang kita baca tadi. Paulus mengatakan “Karena itu demi kemurahan Allah, yaitu demi semua yang sudah kita lihat, yaitu betapa kedahsyatan dosa yang membuat manusia menuju kepada kebinasaan yang kekal, kasih Allah yang begitu ajaib dalam Kristus Yesus, karena itu aku menasehatkan kamu untuk mempersembahkan tubuhmu. Ini artinya jelas menunjukkan bagaimana respons yang seharusnya kalau kita mengerti kemurahan hati Allah, kita mengerti Bapa yang menunggu dari musim ke musim untuk kita kembali. Maka kita tidak menyia- nyiakan anugerah Allah yang seperti demikian tetapi justru kehidupan kita yang sudah diubahkan itu dipersembahkan sebagai satu respons kepada Tuhan yang telah mengasihi kita.
Saya ajak sdr sementara untuk belajar sedikit lebih detail. Pada waktu dikatakan “karena itu demi kemurahan Allah” Allah yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri, yang telah memberi segala-galanya, oleh karena itu persembahkan dirimu. Artinya karena Allah telah memberikan diriNya sendiri, maka sudah sepatutnya sekarang totalitas hidup kitapun dipersembahkan kepadaNya. Kalau dalam PL karya Allah yang menyelamatkan orang Israel lalu berkata, “Kasihilah Allahmu dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatanmu,” maka apalagi di dalam PB yang sudah nyata Dia yang telah terlebih dahulu mengasihi kita, Dia yang telah mati pada waktu kita masih berdosa, Dia yang telah memberi diriNya, jelas sekarang konsekuensi logisnya adalah kita memberi diri juga bukan setengah-setengah.
R.C.Sproul mengatakan kata “karena itu” menunjukkan satu penekanan kepada konsekuensi logis. Karena sesuatu yang terlebih dahulu telah dinyatakan, konsekuensi logis dari semua kemurahan Allah yang begitu besar yang telah memberikan AnakNya, maka like it or not, kita harus mempersembahkan diri kita. John Stott juga menyatakan kata “ibadah yang sejati” yang di dalam bahasa Inggrisnya ialah “reasonable service” berkonsekuensi logis bahwa persembahan ibadah itu adalah sebagai sesuatu yang reasonable, yang masuk akal, karena di dalam bahasa Grikanya memang demikian yaitu logika logiken, masuk akal. Artinya memang ini bukan kalimat imperative tetapi menunjukkan dengan jelas ini adalah suatu konsekuensi logis. Sampai di sini saya kemudian melihat ke dalam konteks kita, sederhana saja, kalau ini bukan bentuk kata perintah, sebenarnya Paulus ingin mengatakan, “Hei, tahu diri dong…” Saya tersentuh dengan pemikiran ini, artinya kalau engkau telah mengalami kemurahan hati Allah yang begitu luar biasa, kalau engkau telah mengerti bagaimana kasih Allah begitu besar datang berkorban bagi kita, hei, tahu diri dong…, kata Paulus. Kira-kira dengan begitu kita bisa lebih mengerti, bukan? Tahu diri dong, untuk bisa memberi yang terbaik kepada Tuhan sebagai suatu respons. Di dalam konteks Natal kita dapati orang Majus yang mencari raja yang telah lahir, dan waktu mereka melihat bintang itu kemudian mereka berjumpa dengan Yesus, mereka menyembah Dia. Siapa yang mau menyembah seorang Anak kecil seperti itu? Mereka datang menyembah dan mereka mempersembahkan persembahan mereka yang terbaik. Apa artinya kita lihat di sini? Kalau orang Majus yang hanya berjumpa dengan Yesus yang masih anak itu menyembah Dia dan mempersembahkan yang terbaik, celakalah orang yang sudah melihat karya Kristus, yang sudah mati di kayu salib, yang bangkit dari antara orang mati, naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa, lalu kemudian tidak menyembah Dia dan mempersembahkan yang terbaik untukNya. Maka kata Paulus dengan jelas, tahu diri dong. Jangan seperti orang Israel, semakin diberkati semakin kurang ajar, semakin diberkati semakin tidak tahu diri.
Saya merasa sukar sekali menghubungi anak saya, miscall tidak dibalas, sms tidak dijawab sampai berapa hari. Akhirnya setelah diterima, dia bilang, “Sorry, pa, lagi sibuk…” Sibuknya seperti apa sih? Banyak orang yang saya kenal sibuknya luar biasa, tetapi sms paling tidak selalu dijawab, miscall juga selalu dijawab. Tetapi sebaliknya kalau giliran dia yang sms atau miscall, mintanya dijawab segera. Dan sdr sudah tahu mintanya apa, bukan? Pa, tolongin transfer segera. Telat sedikit, datang lagi sms-nya, pa, sudah dikirim, belum? Ini pelajaran berharga bagi saya, anak saya menganggap saya harus available bagi dia 24 hours, tetapi kalau saya butuh dia, dia tidak available bagi saya. Sdr mengerti? Terhadap Tuhan, pada waktu kita berseru, “O, Lord, please answer me right now…” Kita mau sekarang Tuhan menjawab doa kita, kita mau Tuhan selalu available 24 hours dalam kehidupan kita. Tetapi waktu Tuhan berkata, “AnakKu, Aku butuh engkau…” Kita bilang, “Aku sibuk.” Kita tidak available. Inilah kebenaran yang saya dapatkan, hai jadi orang tahu diri dong. Kita maju satu langkah lagi, kalau meneliti bahasa aslinya, ternyata ada satu kesimpulan, penggunaan kata “menasehatkan” dan “mempersembahkan tubuh” adalah gabungan dua kata kerja yang menunjukkan kata imperative. Kalau demikian, kata imperative di sini adalah once for all, satu kali untuk seterusnya. Di sinilah perintah Paulus memerintahkan kita sekali untuk seterusnya kita mempersembahkan tubuh kita, tidak ada lagi reserve buat kita tetapi betul-betul kita mau available buat Tuhan anytime. Tidak ada yang akan dapat memisahkan kita dari kasih Tuhan Yesus Kristus. Di dalam Kristus tidak ada penghukuman bagi kita, itu adalah kemurahan Allah yang luar biasa. Dan demikian apapun dan bagaimanapun kehidupan kita, ketelanjangankah, penganiayaankah, kuasa-kuasa yang lain, tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus. Karena itu biar kita mempersembahkan diri kita satu kali untuk selamanya dan kita tidak akan pernah menjadi kecewa. Betul, kita mungkin akan mengalami banyak pergumulan. Tetapi apapun pergumulan itu, kita tidak akan menjadi kecewa tetapi kita akan lebih sungguh berjalan terus mengiring Tuhan. Itu juga yang dikatakan oleh Tuhan Yesus kepada murid-muridNya, bukan? Memang mengikut Aku itu, Aku katakan kepadamu supaya jangan kamu kecewa dan menolak Aku, kamu akan mengalami pergumulan-pergumulan.
Kita berjalan di dalam satu proses dan kita harus mengaku dengan jujur waktu ktia berada di dalam proses itu kita tidak suka, dan bahkan saya memakai kata yang lebih keras lagi, kita benci dengan hal itu. Maka seringkali kita bertanya kepada Tuhan, mengapa begini, Tuhan? Saya sudah melayani, sudah dengan setia mengikut Tuhan, kenapa mengalami seperti ini. Maka Petrus mengatakan, jangan heran dan jangan kaget pada waktu mengalami tantangan dan penganiayaan. Artinya, di dalam dunia sebenarnya tidak ada satupun di dalam kehidupan ini yang membuat kita kaget. Semua yang terjadi itu sudah biasa terjadi. Kita sering berkata, kok bisa ya? Orang mati mendadak itu sebenarnya hal yang biasa, tidak usah terkejut. Coba pikirkan apa sih yang baru terjadi yang sebelumnya belum pernah terjadi dalam kehidupan manusia? Masalahnya kita menjadi kaget karena kita tidak mau kalau itu terjadi pada diri kita. That’s the point. Maka Paulus mengatakan persembahkanlah tubuhmu once for all, satu kali untuk selamanya, berarti apapun yang terjadi itu tidak akan menggoyahkan kita. Kita tidak akan menjadi kecewa, kita tidak akan menjadi kaget. Mengapa? Karena dalam kehidupan kita kita tahu ada proses. Kita benci hal itu tetapi kita tidak akan kecewa berjalan mengikut Dia karena kasih yang begitu ajaib yang diberikan kepada kita.
Bagaimanapun persembahan dirimu itu adalah ibadahmu yang sejati. Menarik sekali, kata ini mempunyai terjemahan-terjemahan yang berbeda, reasonable service, pelayanan spiritual. Ibadah yang sejati ini maksudnya ibadah yang rohani, ibadah yang spiritual itu, bagi saya mempunyai arti keduanya yaitu sangat masuk akal karena kemurahan Allah dan sebagai sesuatu yang bersifat spiritual karena kita mempersembahkan tubuh kita dalam konteks surat Roma yaitu tubuh yang sudah mati dan bangkit bersama Kristus. Kita bukan mempersembahkan tubuh kita yang berdosa, tetapi tubuh yang telah ditebus oleh darah Kristus, yang ditebus bukan dengan emas atau perak tetapioleh darah Anak Domba yang mahal dan yang tidak bernoda dan tidak bercacat itu. Dalam karya Kristus itulah diri kita yang telah diperbaharui ini kita persembahkan sebagai persembahan rohani. Artinya, di sini bukan persembahan yang mati, bukan persembahan yang seperti binatang-binatang dalam PL, tetapi di sini adalah satu kehidupan rohani kita yang sudah diperbaharui, dipersembahkan sebagai satu persembahan yang kudus dan yang berkenan kepada Dia. Bukan satu persembahan yang setengah-setengah. Allah berfirman dengan jelas di dalam Alkitab, kebencian Allah adalah kepada orang yang congkak dan kepada orang yang setengah hati. Yang tidak dengan segenap hati dan dengan sungguh-sungguh. Allah menghendaki kita dengan sungguh-sungguh mempersembahkan tubuh kita. Kalau saya boleh pertajam dengan konteks kita, saya dapati bahwa bukan apa yang kita persembahkan tetapi bagaimana sikap hati kita mempersembahkan. Tuhan menghendaki persembahan hati yang hancur. Tuhan berkenan kepada persembahan seorang janda yang hanya dua peser. Bukan soal apa yang dipersembahkan tetapi bagaimana dia persembahkan yaitu seluruh hidupnya yang dia persembahkan. Tuhan Yesus berkata kepada perempuan Samaria akan datang waktunya penyembah-penyembah yang benar akan menyembah Allah di dalam roh dan kebenaran. Spiritual worship, jelas sekali itu yang dibicarakan di sini. Yaitu suatu sikap kehidupan yang nyata yang diberikan kepada Tuhan, yang kudus dan yang berkenan. Sehingga janganlah karena kita nama Allah dihujat. Alangkah celakanya kalau kita dengar orang menghujat Tuhan karena gereja yang tidak karu-karuan. Persembahan yang kudus, yang berkenan kepada Allah, itu jelas. Sama sebagaimana orang Majus yang memberikan yang terbaik itu, demikian persembahan yang kita berikan once for all dari dasar tahu diri kita persembahan dengan kudus dan tidak bercacat, tidak bercabang hati, dengan segenap hati mempersembahkan hidup kita.
Pada waktu saya melanjutkan studi ada satu hal yang membuat saya begitu stress. Saya takut gagal, sebagai dosen pergi studi, mahasiswa saya bisa berhasil sedangkan saya gagal, celaka, bukan? Malu sekali. Sebenarnya salah satu hal yang membuat saya stress bukan hanya rasa malu kalau gagal, tetapi waktu kami mau berangkat, saya tahu ada seorang ibu tua yang datang memberi persembahan mendukung biaya studi kami. Kalau ada orang lain yang berkorban untuk saya pergi studi, celakalah kalau saya tidak menggunakan itu dengan baik. Ini juga mengingatkan saya kalau Tuhan juga sudah berkorban begitu besar, celakalah saya kalau menyia-nyiakannya. Dalam pelayanan saya di LA saya juga mendapatkan satu kalimat yang menyentuh hati saya dari seorang peserta retreat itu. Kami sedang membicarakan misi di Indonesia dan kebutuhan-kebutuhannya. Kemudian dia mengeluarkan satu kalimat yang menyentuh saya, “Pak Buby, please let me feel the pain of sacrifice, the pain of giving.” Dia bukan orang kecil, dia orang yang diberkati Tuhan. Maksudnya, jangan bicara proyek-proyek yang kecil dengan saya. Saya tahu firman Tuhan berkata, berilah dengan sukacita, jangan dengan sedih dan terpaksa. Tetapi saya mau memberi sesuatu yang membuat saya sakit, the pain of giving. Waktu dia sebutkan itu, saya terkejut sekali. Ini adalah orang yang dengan nyata mengerti firman Allah, beri dengan sukacita, tetapi dia mau memberi bukan dari kelebihannya, karena itu nothing, tidak ada rasa sakit di sana. Tuhan telah memberi dengan diriNya korban, please let me feel the same feeling as the Lord. Waktu dia mengatakan begitu, saya berdoa kepada Tuhan, please let me feel the pain of my ministry. Bukan sekedar enjoy, bukan sekedar mencari keuntungan. Kalau dia bisa berkata demikian, saya merasa sebagai hamba Tuhan, dan semua kita, seharusnya kita mempunyai semangat yang sama.
Itu yang Paulus katakan, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, itu adalah your reasonable service, your spiritual worship, itulah persembahan tubuh yang sungguh-sungguh di hadapan Tuhan. Alangkah indahnya dalam Natal ini bersama para Majus kita menyembah Dia, tetapi dengan satu penyembahan yang baru yaitu mempersembahkan tubuh kita once for all. Apapun dan bagaimanapun engkau ada Tuhan, dalam pergumulan kehidupan kita, kita bisa mengatakan, Tuhan, biarlah kalau aku Tuhan ijinkan berlelah bagi Tuhan, let me feel the pain. Bukan hanya sekedar mencari kepuasan sendiri tetapi merasakan sungguh-sungguh keseriusan di dalam pelayanan. Inilah kehidupan yang dipersembahkan Tuhan, kita dipanggil untuk melayani Dia, bukan? Marilah kita persembahkan yang terbaik bagi Tuhan yaitu hidup kita. Bukan soal apa yang kau berikan tetapi bagaimana engkau memberikannya, dengan hati yang bagaimana kita memberikan hidup kita bagi Tuhan.(kz)

Kepuasan dan Kesederhanaan Hidup

“Dua hal aku mohon kepadaMu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah daripadaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkalMu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri dan mencemarkan nama Allahku.”
Pada awalnya Agur bin Yake ini menyadari soal masa bodoh dan kesadaran hidup ini adalah titik awal yang penting. Maka dia mengatakan “Saya bodoh” bukan dalam pengertian intelektualnya rendah, tetapi dalam pengertian dia merasa menjalani hidup tanpa menyadari dengan sungguh-sungguh apa yang terpenting dalam hidup itu. Tanpa menyadari sungguh-sungguh hidup ini mau apa. Itu sebab kita menemukan di ayat 5-6 kemudian dia mengambil sikap: hidupku harus ditinjau, dilihat, dikaitkan dan diinteraksikan dengan firman Tuhan, bagaimana berespons kepada firman Tuhan.
Aku orang yang bodoh kata Agur. Sebab selama ini aku mengejar hal-hal yang kukira penting ternyata itu tidak penting di dalam hidup ini. Yang kita kejar itu bukan our “true self,” bukan diri kita yang sejati, tetapi kita lebih banyak mengejar apa yang menjadi atribut di dalam hidup kita. Berhadapan dengan manusia yang lain, semua kita masih bisa memakai segala macam atribut. Atribut kesuksesan, atribut kekayaan, atribut kehebatan. Di hadapan manusia segala atribut kita merupakan hal-hal yang terpenting dan menjadi perbandingan bahkan sumber iri manusia satu sama lain. Tetapi di hadapan Tuhan saya percaya segala atribut itu bukan merupakan hal-hal yang penting. Itu sebab Agur menetapkan satu sikap bagaimana firman Tuhan harus meneropong seluruh hidup kita, itu suara yang benar, itu suara yang harus kita dengarkan. Maka dia mengatakan, “I am ignorant,” bukan karena dia masa bodoh terhadap hidup ini tetapi dia tidak punya kesadaran apa yang dia kejar, apa yang dia mau raih, apa yang dia mau capai, apa yang dipikir merupakan hal yang penting, justru makin dikejar makin membuatnya cape karena dia makin lari menjauh darinya.
Mazmur 23 memperlihatkan satu kontras yang indah. Daud mengatakan Tuhan adalah Gembala yang baik yang merawat dan memeliharanya. Bukan saja Tuhan membawanya ke padang rumput yang hijau dan air yang tenang, Tuhan membimbing dia melewati lembah kekelaman. Mazmur ini ditutup dengan kalimat yang menarik: kebajikan dan kemurahan akan mengikutinya seumur hidup. Daud menyadari when God is my Shepherd, I shall not in want anymore. Bukan aku tidak perlu kebajikan, bukan aku tidak perlu kebenaran, bukan aku tidak perlu semua itu. Tetapi sdr lihat attitude-nya. Biar semua itu yang mengejar aku, bukan aku yang mengejarnya. Tuhan menjadi yang terpenting di depan. Dia tahu semua kebutuhanku itu, tetapi perbedaannya terjadi, bukan aku menghabiskan waktu sepanjang hidup mengejar semua itu, tetapi sebaliknya semua itu yang mengikuti aku.
Itu sebab kita menemukan paradoks terjadi di dalam bijaksana Agur. Saatnya dia sadar dari sikap masa bodoh itu, kesadaran muncul. Yang penting bukan mengejar atribut itu, yang terpenting adalah bagaimana hidupku di hadapan Tuhan.
Sekarang kita melihat Agur melangkah lebih indah. Di ayat 7-9 dia menuliskan permohonan yang amat penting, satu bagian doa yang luar biasa. Tuhan, aku sekarang memohon kepadaMu sebelum aku mati, biarlah ini menjadi hal yang terpenting dalam hidupku. Agur meminta dua hal di dalam doanya. Yang pertama jangan pernah ada keluar kata dusta dan hal yang tidak baik dari mulut saya. Kedua, aku berdoa jangan beri aku kekayaan atau kemiskinan supaya kalau aku kaya aku tidak sombong dan lupa Tuhan, atau kalau aku miskin akhirnya aku mencuri dan menghina Tuhan. Dua hal ini janganlah ada di dalam hidup saya. Doa yang luar biasa. Doa mengenai “Integrity dan Simplicity.” Simplicity. Apa itu simplicity? Dalam bahasa Indonesia kata itu diterjemahkan dengan kesederhanaan atau kesahajaan. Simplicity tidak boleh sembarangan men-simplify definisi kata ini. Hidup kita harus simplicity tetapi tidak boleh di-simplify. Itu dua hal yang berbeda, bukan? Hidup sederhana tidak berarti menyederhanakan hidup.
Simplicity bukan berarti menyederhanakan hidup, dalam pengertian sdr tidak memerlukan banyak hal dsb, lalu kemudian menjadi bersahaja dan hidup di gunung, dsb. Bukan seperti itu. Kita tidak boleh mengerti simplicity seperti itu. Kita juga tidak boleh mengerti simplicity sebagai suatu hidup yang anti dengan banyak kelimpahan. Saya lebih melihat simplicity di dalam pengertian walaupun itu orang yang kaya, memiliki segala macam kekayaan dan kelimpahan harta, namun dia memiliki kondisi hati yang tidak diikat oleh hal-hal seperti itu. Itulah simplicity. Kenapa? Karena kalau kita hidup secara sederhana, makan secara sederhana, tetapi sambil menjalani hidup seperti itu kita iri hati kepada kemujuran orang lain, tidak ada gunanya juga. Tidak ada guna juga kita hidupnya berkelebihan namun terus saja complaint. Jadi di sini bukan soal banyak atau tidak banyak harta, bukan soal sederhana atau tidak sederhana tetapi soal bagaimana isi dan keadaan hati kita.
Kalau kita membaca seluruh Amsal, kita akan menemukan Amsal sangat positif bersikap terhadap kekayaan. Amsal mengatakan yang penting jangan ingin memperoleh kekayaan secara instant. Quick wealth is too good to be true, jadi jangan berkeinginan seperti itu. Amsal juga memberi contoh jangan kaya karena memakai timbangan yang curang. Amsal juga mengatakan tidak guna kalau kita menjadi kaya tetapi kemudian kehilangan kondisi sukacita. Dia mengatakan lebih baik tinggal di ujung atap rumah daripada tinggal dalam rumah megah dengan isteri yang cerewet. Da[atkan kekayaanmu secara prudence, kata Amsal, dengan kerja keras dan jangan hidup boros, pengeluaran lebih besar daripada pemasukannya. Harta itu berkat dari Tuhan.
Dalam Amsal 30 Agur membicarakan hal yang indah, aku minta Tuhan, jangan berikan kepadaku kekayaan dan jangan berikan kepadaku kemiskinan. Jadi minta di tengah- tengah saja. Tengah-tengah yang bagaimana?
Amsal tidak bilang di dalam kekayaan, orang pasti akan menghina Tuhan. Tidak semua ornag yang kaya menghina Tuhan. Dan tidak semua orang yang miskin itu berarti akan mencemarkan nama Tuhan. Jadi bukan soal kaya atau miskinnya. Tetapi dari permintaannya itu Amsal menyadari di dalam keadaan hidup seperti itu bisa terjadi godaan yang besar. Yang miskin akhirnya mencuri apakah karena dia miskin? Ataukah karena serakah? Kalau karena dia miskin lalu dia mencuri, itu berarti keluar kalimat logisnya: semua orang miskin pasti pencuri. Kalau kita bilang seperti itu, kita sudah salah. Karena banyak orang miskin yang tidak mencuri. Kalau begitu pertanyaannya, seseorang mencuri karena apa? Karena serakah, bukan? Saya tidak setuju Robert Kiyosaki mengatakan akar segala kejahatan adalah karena kurang uang. Alkitab bilang akar dari kejahatan bukan karena kurang uang tetapi cinta uang. Jadi temptationnya terjadi di dalam keadaan yang ekstrim itu, terlalu kaya atau terlalu miskin akan membuat saya mengalami suatu godaan yang terlalu besar. Godaan kondisi hati yang tidak pernah merasa cukup. Godaan keserakahan. Godaan kekuatiran, yang membuat kita akhirnya tidak bersandar kepada Tuhan. Godaan untuk menjadi sombong dan berpikir kita mendapatkan semua kekayaan ini karena usaha kita sendiri. Godaan-godaan seperti itu yang Agur tidak mau terjadi di dalam hidupnya. Itu sebab dia mau mengambil sikap hidup bagaimana simplicity di hadapan Tuhan.
Kita semua setuju dan mengaku kita punya lebih daripada yang kita butuh. Kita berada di dalam kondisi “makan di mana kita selesai kebaktian ini”? Tidak ada di antara sdr yang hadir pada hari ini akan berkata, “Apa makan kita hari ini?” Kita punya lebih daripada yang kita butuh. Tetapi pertanyaan selanjutnya adalah kenapa kita sering tidak puas dengan kondisi ini? Ada dua jawabannya. Yang satu sifatnya sedikit positif, dan yang satu saya rasa ada negatifnya. Kita punya lebih daripada yang kita butuh, tetapi kita merasa itu belum cukup karena kita pikir kita butuh lebih daripada yang kita punya. Ini bahaya. Karena akhirnya kita ingin terus tambah lagi dan tambah lagi. Yang satu lagi: kita punya lebih daripada yang kita butuh, tetapi kita merasa belum cukup, karena buat jaga-jaga. Ada dua hal yang kita kuatirkan sehingga kita rasa kita butuh lebih daripada yang kita punya. Yang pertama kalau terjadi hal-hal yang tidak terduga: interest rate naik, kehamilan yang tidak diplanning, sakit, di PHK. Itu sebab kita mau berjaga-jaga supaya ketika hal-hal yang tidak terduga terjadi kita sudah siap. Yang kedua, buat masa depan anak. Bagi sdr yang tidak punya anak tidak punya kekuatiran ini. Untuk masa depan anak membuat kita ingin menyimpan, tidak salah keinginan itu. Amsal juga mengajar kita untuk punya bijaksana ini. Amsal menyuruh kita belajar dari semut yang bekerja di musim panas untuk menyimpan makanannya saat musim dingin. Alkitab mengajar kita bijaksana mengatur keuangan. Cuma pertanyaannya, perlu seberapa banyak uang yang harus kita simpan buat anak sampai kita tidak kuatir lagi? Jawabannya tidak ada yang bisa memberi patokannya, bukan? Karena itu buat saya yang terpenting adalah bagaimana menyadari kondisi hati yang seperti itu, kuatir itu, serakah itu, sombong itu, perasaan tidak percaya kepada Tuhan, itu semua bisa menjadi sumur yang tidak ada dasarnya. Berapa banyakpun yang kita masukkan ke sana tidak ada yang bisa menenangkan kita. Berjaga buat anak, ada rumah, ada buat biaya sekolahnya, untuk melamar, dsb. Pertanyaan saya, sampai berapa banyak kita bisa jaga-jaga untuk anak? Kita kuatir bagaimana kalau kita meninggal lalu dia menjadi miskin. Kalau memang terjadi seperti itu lalu apa kita akhirnya bangkit dari kubur kita? Kita tidak bisa apa-apa lagi, bukan? Saya pernah menanyakan hal ini di dalam Bible Study, apakah kalau kita memberi dan memenuhi semua yang kita pikir itu yang diperlukan oleh anak kita, apakah kita sudah merebut hak dia untuk berjuang buat hidupnya sendiri? Itu sebab kita perlu berjaga-jaga, kita perlu menyimpan, tetapi kembali lagi Agur ingin mengajak kita memiliki satu kondisi hati yang tepat dan benar di sini. Benar dalam pengertian kita tidak memiliki batasan dan ukuran mengenai berapa banyak yang namanya cukup itu, tetapi Agur memberi batas di bawah, supaya keinginan itu tidak menjadi keinginan yang tidak punya dasar. Ditutup dengan perasaan simplicity seperti ini: biarlah aku menikmati apa yang menjadi bagianku. Give me enjoyment apa yang menjadi bagianku. Jangan biarkan saya berada di dalam kondisi yang ekstrim, akhirnya itu mengkaburkan hatiku. Terlalu miskin membuat hatiku terlalu kuatir dan karena tidak bersandar kepada Tuhan akhirnya melakukan tindakan yang tidak baik, mengambil apa yang bukan milik saya sehingga saya menghina Tuhan. Terlalu kaya membuat saya terlalu percaya diri, menjadi sombong dan menjadi serakah dan merasa semua kesuksesan itu karena kekuatan saya sehingga saya merasa tidak perlu Tuhan di dalam hidup saya. Maka Agur menaruh batasan menjadi alasnya: simplicity of life.
Pertama, simplicity of life yang benar adalah kita sebagai orang Kristen tidak boleh memperTuhankan materi sekaligus juga tidak boleh mem-persetan-kan materi.
Menjadikan harta sebagai Tuhan yang mengganti hidup kita, itu salah. Sebaliknya mengatakan materi itu jahat dan kita harus menjauhinya, itu juga sikap yang tidak benar. Kedua, Belajar hidup secara simplicity, mengerti yang kita perlukan dan butuhkan dan menikmati serta menghargainya. Jangan terlalu banyak kali iri, ngedumel untuk hal yang kita idam-idamkan sampai akhirnya kita lupa untuk puas dan menikmati apa yang sudah kita miliki. Itu sebab Agur mengatakan Tuhan, biarlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Kita ingin sesuatu, ingin sekali terhadapnya, akhirnya kita tidak menghargai dan menikmati hal-hal yang sudah kita terima.
Ketiga, simplicity of life mempunyai pengertian banyak hal yang saya perlu dan butuh tetapi saya belajar untuk hidup tidak dikontrol oleh hal itu. Ada orang traveling suka bawa koper yang banyak dan berat. Saya termasuk orang yang tidak suka membawa banyak barang di dalam perjalanan. Kadang saya hanya membawa satu dua potong baju ganti, selebihnya apa yang saya perlu saya beli nanti di tempat tujuan. Point saya ialah: hidup kita ini juga satu perjalan. Kadang-kadang di dalam perjalanan kita harus mengambil sikap, bukan kita tidak perlu itu, tetapi jangan sampai semua yang kita butuh malah menjadi burden, kita bawa sebanyak-banyaknya, akhirnya hidup sdr menjadi tidak ada indahnya.
Simplicity bukan berarti kita tidak perlu apa-apa, tetapi kita menaruh satu kadar yang penting. Baju itu bukan segala-galanya, dia ada, dia tidak ada, dia baru, dia tidak baru, itu tidak akan mengganggu hidup sdr. Itu artinya saya perlu tetapi saya tidak terikat kepadanya. Belajar seperti itu.
Agur meminta kepada Tuhan jangan terlalu kaya dan jangan terlalu miskin, tetapi berikan kepadaku perasaan hidup yang contenment, penuh dengan syukur, selalu berpikir hidup ini adalah anugerah dan berkat Tuhan. Bahagia itu muncul pada waktu kita merasa bahagia itu sesuatu yang tidak layak kita terima. Kalau kita menikah, lihat isteri di sampingmu, apakah sdr merasa being blessed menikah dengan dia? Merasa diberkati dia berada di sisi sdr. Hidup merasa diberkati akan membuat kita bersyukur. Hidup yang contenment itu merupakan hal yang indah dan penting. Bersyukur dan merasa content bukan muncul ketika kita mencapai satu target di dalam hidup kita. Karena kalau itu yang menjadi definisinya kita tidak akan pernah ‘enough’ dalam hidup ini. Orang bilang dia akan content kalau sudah mendapat pekerjaan ini, karier sampai di sini, punya rumah seperti ini, maafkan, saya mengatakan kalau sdr sudah sampai di situ sdr tidak akan enough. Bukan berarti saya melarang sdr punya target dalam hidup ini, itu tidak salah. Tetapi mengatakan kita akan enough kalau sudah sampai kepada target, itu keliru. Saya lebih setuju mendefinisikan enough bukan apa yang saya capai, tetapi apa yang bisa keluar dari hidup saya. Orang yang merasa tidak cukup selalu akan mengatakan, “Wong buat diri sendiri saja belum cukup, buat apa pikir orang lain?” Maka orang yang tidak merasa enough tidak akan pernah berpikir kebutuhan orang lain. Orang yang tidak merasa enough tidak akan pernah bersyukur untuk apa yang sudah dia dapat. Maka dua reaksi ini muncul. Ketika kita enough, kita akan memiliki hati seperti ini: yang ada yang lebih dari diri saya, bagaimana saya bisa menjadi berkat bagi orang lain?
Hidup sederhana, bersyukur akan apa yang saya sudah dapatkan, menaruh satu batasan dalam hidupnya bahwa semua yang diraih dan didapat adalah anugerah Tuhan, itu yang menjadi doa Agur.(kz)