Sabtu, 26 Februari 2011

Tuhanpun dibuat kagum olehnya

Pekerjaan iman sering dipresentasikan dengan cara cepat  MENDAPATKAN sesuatu secara supra alami dari atas, seperti upaya membuka genggaman tangan Allah dengan cara melipat tangan kita. Benarkah ?
Jika iman Kristen selalu dikaitkan dengan seni untuk menurunkan tangan Allah guna menfasilitasi KEIINGINAN manusia hanya dengan cara mengangkat tangan saja, maka kita sedang mendikte Allah untuk hanya menuruti kemauan kita saja. Ini adalah tampilan kekristenan yg tidak menggugah selera Tuhan sama sekali. Iman sejati sesunguhnya bukanlah persoalan cara efektif menerima atau meminta sesuatu kepada Tuhan. Iman sejati selalu percaya bahwa Allah selalu memberikan yg paling baik menurut otoritasNya sendiri, baik atau tidak baik menurut penilaian kita. Iman selalu tegas mengambil pilihan : Yesus adalah Tuhan, Yesus adalah tujuan, Yesus adalah prioritas utama lebih dari siapapun dan apapun, lebih dari kebutuhan, lebih dari persoalan bahkan lebih besar dari hidup kita!!
Jika iman kita tidak berorientasi pada keTuhan Yesus Kristus dan hanya berputar pada keiinginan manusia semata? selamanya iman kita tidak pernah mengejutkanNya! 
Bagaimana membuat Tuhan Yesus dapat kagum dengan iman kita?


Lukas 9 : 1-10
Iman kita seharusnya bergerak mendudukkan Kristus sebagai Tuhan, bukan hanya melalui kehidupan yang menderita tetapi juga dikala karir bersinar, reputasi hebat, harta cukup, kondisi mapan, diberkati jauh dari kekusutan hidup.



7:1Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum.
7:2Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati.
7:3Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya.
7:4Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong,
7:5sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami."
7:6Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku;
7:7sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.
7:8Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."
7:9Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!"

I. Mengubah iman dari MENERIMA menuju semangat MEMBERI



Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum.
Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati.
Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya.

Ketika Tuhan Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira Romawi, memohon supaya Tuhan Yesus menyembuhkan hambanya yang lumpuh dan sangat menderita. Hal tersebut tidak lazim, sebab kedatangan perwira Romawi itu biasanya berkaitan dengan urusan politik dan kriminalitas demi stabilitas kekuasaan kolonial Romawi . Namum Perwira Romawi ini berbeda sikap dengan orang Romawi pada umumnya, ia sangat menaruh kasih  terhadap hambanya (budak: dipastikan orang Yahudi), bahkan ia rela bersusah payah mengupayakan kesembuhan hambanya.


a. Iman kepada Tuhan dinyatakan dalam memberi KASIH


Perwira Romawi ini sangat dihormati sekaligus ditakuti oleh rakyat termasuk bangsa Israel  namun demikian demi kesembuhan hambanya, ia mau datang dan memohon kepada Tuhan Yesus. Komunitasnya sebagai tentara yg mencitrakan diri sebagai orang yg tahunya perang, disiplin, melawan dengan senjata, kekerasan namun dalam kisah ini ia tampil sangat bersahaja dengan memberi penghargaan yg sangat tinggi kepada budaknya, kepercayaanNya kepada Tuhan sejajar dengan kasih yg diperbuatnya tanpa pilih kasih.


b. Iman kepada Tuhan dinyatakan dalam kerelaan BERKORBAN


Perwiran Romawawi (Bhs.Inggris), diterjemahkan ‘centurion’, yang menunjuk kepada orang yang mengepalai 100 orang tentara. Tetapi kontras dengan jabatannya sebagai seorang militer karir: 
  • Ia sangat care dengan persoalan sosial, memberi perhatian sedemikian detail dengan persoalan orang lain bahkan seorang budak yg tidak pantas dihargai.
  • Ia all out memberi support pada pembangunan rumah Allah orang Yahudi, walaupun ia seorang Romawi.
Kiprahnya itu melebihi mereka yg profesional dalam pekerjaan Tuhan atau gerakan sosial. Bagaimana mungkin orang yg sudah memiliki reputasi, mapan, berpengaruh, serba cukup tetapi rela berkorban menenggelamkan diri pada persoalan budak? 
Iman selalu merefleksi dirinya dalam kerelaan berkorban untuk kepentingan yg tidak egois.


c. Iman dinyatakan dengan KEBERANIAN melakukan kebenaran


Bukan saja memberi kasih dan kerelaan berkorban yg ditampilkan, keberanian mendobrak TATAPRANATA dimensi sosial dan religius yg sudah dibakukan saat itu.  Kehadiran perwira ini menciptakan komukasi harmoni antara Yahudi dan Romawi juga antara budak dan Tuan, antara karir dan ibadah!
  • Karena orang Romawi menganggap rendah orang Yahudi, sekarang tidak ada lagi sekat antara Yahudi Romawi, 
  • Perbedaan yg jauh bagai bumi langit antara budak dan tuan juga diterabas. 
Iman kita kepada Tuhan tidaklah didemonstrasikan saat kita sedang terjepit persolaan, terhina, tak berdaya. Terbukti dengan iman sang perwira Romawi ini, memperjuangkan bukan untuk kepentingan diri dan keluarganya tetapi orang lain yg notabene seorang budak yg tidak berharga. Iman yg benar tidak akan pernah berhenti dengan kepuasan mendapatkan sesuatu dari Tuhan walaupun Tuhan adalah sumbernya. Revolusi iman akan menjawab bahwa iman sejati selalu bekerja secara enerjik tanpa pamrih menerobos benteng ke-egoisan diri yg hanya maunya : mendapatkan, menerima dan dilayani.
Aplikasi:
Dapatkah iman hidup tanpa perbuatan? tidak mungkin!
namun inilah kenyataan yang terjadi ditengah kita: iman yg egois, yg hanya mau menerima, dilayani dan mendapatkan sesuatu saja. Ini model iman pasar, (kualitas iman yg berhenti dengan tercapainya kebutuhan saya namun tidak berdampak pada orang lain), iman yg tidak memiliki dinamika nyata untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan? iman yg statis? Iman yg hanya terkondisikan untuk mengaku percaya secara periodik disetiap ibadah tetapi tidak mau berkarya dalam kemajuan kerajaan Allah. 
Betapa miskinnya kita yg hanya percaya terhadap keselamatan kekal saja, percaya akan pemeliharaan Tuhan, percaya bahwa Tuhan adalah sumber tetapi tidak berlanjut pada lolalitas iman yang memberi apresiasi yg utuh pada keTuhanan Yesus, karena iman tersebut tidak menunjukkan prestasi yg semestinya mencitrakan hidup kita. 

II. Mengubah iman: dari merasa BERHAK menuju mental KERENDAHAN HATI



7:4Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong,
7:5sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami."
7:6Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku;
7:7sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu

Orang lain memberi mengacungkan dua jempol sebagai penilaian obyektif terhadap perwira Romawi yg layak untuk mendapat penghargaan dari Tuhan karena kasih dan pengorbanannya kepada bangsa Yahudi. Sebaliknya perwira ini sendiri dihadapan Tuhan menempatkan diri sebagai orang yg tidak pantas berjumpa dengan  Tuhan Yesus. dengan serius ia menyampaikan argumentasi ketidaklayakannya:
  • Menganggap diri tidak layak untuk datang kepada Tuhan Yesus
  • menganggap diri tidak layak untuk menerima kedatangan Tuhan Yesus
Walaupun ada yang menganggap bahwa ia mengutus tua-tua Yahudi karena alasan rasial bahwa sesama orang Yahudi pasti mempunyai akses lebih baik untuk melobi Tuhan Yesus,  dibandingkan dengan dirinya yang adalah non Yahudi. Realitanya adalah Perwira itu merasa dirinya tidak layak untuk datang kepada Yesus, dan ia menganggap bahwa para tua-tua Yahudi dan sahabat-saabatnya itu lebih baik dari dirinya sendiri, padahal sebetulnya mutu iman dan sikapnya jauh melebihi mereka, tetapi ia sendiri tidak menyadari hal ini. 
Manusia membuat standar kelayakannya sendiri yg boleh dipromosikan kepada Tuhan, dengan melihat nilai hubungan, peran maupun kontribusi material yg diberikan untuk pekerjaan yg mengatas namakan agama. Tetapi perwira ini sendiri mempunyai ukuran sendiri menilai dirinya, dengan menyebutnya Tuhan Yesus sebagai KURIOS berarti TUHAN
  • ia menempatkan diri sebagai hamba (budak), ia tidak lebih baik martabatnya dari budak, ia juga butuh belas kasihan seperti budaknya yg sakit, ia butuh ada pribadi yg berinisiatif turun tangan memberi pertolongan atas hidupnya.
  • Ia sedang berhadapan dengan Tuhan Yesus yang adalah subyek, tujuan, sasaran iman melebihi dari sejumlah persoalan yg sedang dibawanya.
Aplikasi:
Berbagai masalah yg kita hadapi seringkali menjadi forground (latardepan) yg menutupi kelayakan Tuhan yg seharusnya lebih penting dari persoalan bahkan hidup kita. Tetapi kenyataannya iman kita selalu didorong untuk merebut lebih dahulu simpati Allah dengan perasaan BERHAK atau perasaan LAYAK sebagai seorang anak yg seharusnya dimanja.
Tidak ada yg salah dengan permohonan kita dengan iman kita kepada Tuhan, persoalannya adalah tuntutan kita yg selalu didorong kedepan melebihi kewajiban kita sebagai seorang HAMBA berakibat buruk dalam hubungan kita dengan Tuhan. Karena relasi yg kita bangun hanyanya simbiosis komensalisma dimana kita meminta keuntungan pribadi daripada hubungan benar yg seharusnya terjalin antara Tuhan dan hambaNya.
Dalam praktek berjemaatpun mereka yg telah merasa berjasa dalam pembangunan gereja sering meminta akses nomer satu, diberi attensi lebih besar bahkan harus dilibatkan dalam keputusan yg strategis. Kita tidak dapat menyalahkan hal ini karena gereja sendiri juga ikut mengkondisikan standar kelayakan mereka yg boleh terlibat dalam pelayanan , dipertimbangkan dari dari sisi: peran, hubungan dan kontribusi materi yg diberikan kepada gereja tanpa memasukkan unsur selektivitas karakter dan kapabilitas theologis dalam melayani Tuhan. 


III. Mengubah iman dari percaya diri menuju PENYERAHAN TOTAL



sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.
Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."
Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!"

"Katakan saja sepatah kata, maka hambaku akan sembuh"
Ia membandingkan struktur komando kemiliteran yg selalu menjawab dengan pernyataan "SIAP KOMANDAN" , tidak pernah ada unsur bantahan. Segala perintah harus dijawab dengan "siap" baik atau tidak baik waktunya. Apalagi struktur pemerintahan kerajaan Allah dimana Tuhan Yesus adalah Rajanya diyakini perwira ini sebagai sistem yg jauh lebih besar dan tak terbantahkan dari struktur kemiliteran yg dibangun manusia. Jadi Perkataan Tuhan walaupun sepatah kata saja nilainya akan jauh lebih dahsyat kuasanya untuk mengubahkan segala sesuatu. Inilah keyakinan perwira itu sehingga ia tidak ragu-ragu meletakkan dirinya dan menyerahkan total kepercayaannya kepada Tuhan. 
Sebagai hasilnya Alkitab mencatat perwira ini dinilai mempunyai iman yang luar biasa, iman yg mengundang decak kekaguman Tuhan dan diangggap sebagai prestasi iman diluar batas kebiasaan. Sebagai respon atas imannya, maka pada saat itu juga berkatalah Yesus: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya“ maka pada waktu yang bersamaan Tuhan Yesus berbicara, hambanya yang berada jauh di rumah menjadi sembuh. 
Dari keseluruhan peristiwa ini bahwa proses kesembuhan bukanlah tujuan atau dominasi pembicaraan antara Tuhan Yesus dan perwira. Justru KOMUNIKASI dan RELASI yg sangat indah dari orang yg tidak masuk hitungan bangsa pilihan Allah justru bersinar-sinarnya kepercayaan, kasih, kerendahan hati bahkan ketaatannya kepada Tuhan melebihi bangsa pilihan Allah.
Aplikasi:

Allah tidak pernah melarang kita menggunakan iman sebagai instrumen untuk meminta atau menerima dari Allah, namun pola kecenderungan kita yg mengasosiasikan iman hanya sebagai media efektif untuk mendapat berkat materi, kesembuhan, sukses atau pasangan hidup dll perlu dikoreksi. Kepercayaan kita pada Tuhan seharusnya menjadi infrastruktrur untuk membangun relasi dan komunikasi yg efektif mendudukkan Yesus sebagai Tuhan melebihi segala kebutuhan dan persolaan hidup kita. Realitanya kita sering berlebihan untuk mendapatkan berkat saja mengabaikan pentingnya relasi yg baik dengan Tuhan.
Segala apa yg dapat kita buat untuk Tuhan bukanlah daya dorong yg kita dapat diandalkan untuk merasa layak untuk mendapat apapun dari Tuhan. Sesungguhnya pujian dan penyembahan pada Allah, kerendahan hati dan ketaatan pada Firman Allah menjadi rating nomer satu melebihi daftar belanjaan kita yg sedang kita daftarkan dalam doa kepada Allah.


Sejauh kita mengaplikasikan iman hanya untuk MENDAPATKAN APA dari Tuhan bukan untuk MEMBERIKAN SESUATU bagi Tuhan, tidak ada yg menarik dengan iman kita!
iman yg biasa saja...iman rata-rata pantas jika Tuhan juga santai saja menanggapinya...........
by haris subagiyo
http://sekolahalkitabbatu.blogspot.com

Jumat, 25 Februari 2011

Mencurigai keaslian Kristus

Dalam kamusnya Tuhan adakah kata SUDAH TERLALU TUA atau SUDAH TERLAMBAT untuk berubah? itu hanyalah kalkulasi matematis manusia. Karena Allah selalu menyediakan anugerahNya sebagai kesempatan terbuka bagi siapa saja untuk mengubah diri bahkan sampai pada menit-menit yg terakhir sebelum jantung berhenti berdetak. 
Namun Allah meminta kerelaan kita sendiri untuk mengambil jalan perubahan itu. Dia tidak pernah memaksa kemauan kita bertindak tanpa pengertian dan kerelaan. Kontrasnya, bahwa rencana Allah yg sempurna masih diberi muatan kecurigaan yg tak beralasan sehingga tidak sedikit orang yg dengan sengaja mengambil jalan menyimpang bahkan berani terus terang melawan rancangan Allah. 
Bagaimana mungkin ada orang yg dapat menaruh kecurigaan terhadap Kristus?

Belajar dari Dismas dan Gesmas
Lukas 23: 32- 40

Siapakah Gesmas itu?



Sejarah kedua penjahat ini memang tidak tercatat dalam Alkitab namun tradisi gereja menyebutnya sebagai Dismas dan Gesmas. Pada masa awal kehidupan gereja telah tersebar kisah tentangnya. Suatu ketika ada keluarga  orang percaya melarikan diri dari Betlehem ke Mesir karena ancaman pembunuhan bayi Yesus oleh Herodes, mereka berpapasan dengan dua orang penjahat di tengah jalan, yakni Disamas dan Gestas. Gestas bermaksud menganiaya keluarga miskin ini, namun oleh pertolongan Dismas, Gestas akhirnya melepaskan keluarga ini sehingga dapat melanjutkan perjalanan dengan selamat tanpa dirampok dan dianiaya oleh Gestas. 
Dari antara kedua penjahat ini, satu di antaranya bernama Gesmas, seorang yg  menggabungkan diri dengan barisan para tentara Romawi untuk menghujat Tuhan Yesus.


Mengapa Gesmas harus dihukum salib?

Menurut sejarah, ada tiga macam hukuman yang paling kejam yang diberlakukan kekaisaran Romawi waktu itu. 

  • Yang pertama hukuman salib, 
  • yang kedua dibakar hidup-hidup dan 
  • yang terakhir adalah hukuman pancung. 

Tetapi di antara ketiga hukuman tersebut, salib adalah penghukuman yang paling berat sekaligus memalukan. Tidak sembarangan orang yang menerima hukuman salib. Hukuman salib diperuntukkan hanya bagi para budak (yang notabene tidak punya hak atas hidupnya sendiri), orang asing ( warganegara non Romawi) dan atas para pembunuh, pengkianat bangsa dan pemberontak besar. 
Para pesakitan yang sebelum disalib, harus disesah (dicambuki) hingga berdarah-darah, kemudian diarak keliling kota (tanpa penutup wajah!) dengan memikul salibnya sendiri supaya orang lain takut berbuat kejahatan yang sama. 
Dalam kasus kedua penjahat ini jelaslah mereka dianggap telah melakukan extra ordinary cryme (kejahatan luar biasa), kemungkinan besar kedua penjahat yang disalibkan bersama Yesus adalah anggota dari front radikal-revolusional yang sedang berjuang melawan pemerintah Romawi dengan cara kekerasan. Karena pada saat itu hanya kejahatan dalam bentuk makar inilah yang bisa mengantar seseorang mengecap kematian di palang salib. 
Tuhan Yesus juga dituduh dengan alasan ini, karena Ia secara jelas mengakui bahwa Ia adalah Raja orang Yahudi, itu dianggap sebagai rivalitas yg hendak menggoncang kekuasaan Pilatus, yang memerintah atas nama Roma. 
Apa relevansinya Gesmas dengan kekristenan?

1. Gesmas menuduh Tuhan sebagai Kristus gadungan (ayat.39)


Yesus disalibkan di antara dua orang penjahat, satu di sebelah kiri dan yang lain lagi di sebelah kananNya. Seorang dari penjahat (Gesmas) yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!


Dengan memanggil Yesus dengan sebutan Kristus berarti Gesmas tidak asing dengan nama Kristus yg artinya Juru Selamat, ia pasti pernah atau bahkan sering mendengar nama Kristus dari kehidupan Tuhan Yesus secara langsung selama melayani, dari pernyataan Diri yg ditujukan kepada orang lain atau kata orang lain. Namun kali ini kehadiran Tuhan Yesus didekatnya tidak otomatis memberi radiasi positif yg menyentuh hatinya.

Bagaimana sikap Gesmas terhadap Kristus?


Interaksi antara Tuhan Yesus dan kedua penjahat ini berlangsung disaat semuanya sangat amat menderita ditiang salib di bukit Golgota, hal ini dapat berlangsung selama berjam-jam, bahkan berhari-hari sambil perlahan-lahan ia meregang nyawa karena kehabisan darah, kehausan dan kelaparan. 
Masih ada waktu untuk mempercayai Kristus sebagai Juru selamat namun dimenit-menit terakhir menjelang kematian yg diketahuinya, Gesmas tidak memanfaatkan sedikitpun waktu yg tersisa untuk bergegas memutar arah hidupnya, memfinishing hidup dengan perkara kebenaran, atau sekedar berkata-kata positif menghibur diri sendiri. Tetapi apa yg dikerjakan justru menambah daftar panjang dosanya yg memberatkan dirinya sendiri. Ia secara terang terangan menghujat Kristus sebagai Juru Selamat yg perlu mendapat pertolongan, Juru selamat yg mengecewakan , lemah tak berdaya, takluk dibawah tekanan lawan politik. tidak bisa dipercayai! 

Dibawah tekanan hukuman mati sekalipun tidak membawanya pada konstruksi perubahan hidup! malah menuduh Tuhan sebagai pribadi yg tidak dapat dipercaya, Juru selamat gadungan...

Aplikasi:
Penjahat itu merupakan analogi dari watak kemanusiaan kita saat ini yg sama berpotensi bisa saja mencurigai keaslian Tuhan sebagai Pribadi yg lemah, tak berdaya, terdiam saat kita butuh pembelaan, terlelap saat kita butuh bantuan, sehingga ketertarikan kita kepadaNya makin hari makin berkurang bahkan bisa jadi tidak bergairah lagi dengan pribadi Tuhan!
Jujur saja , harapan besar kita lebih tertuju pada sikap mempercayai Tuhan dalam dimensi kemahakuasaanNya dalam menyediakan berkat-berkat jasmaniah, Kita bertepuk tangan saat Allah mendemontrasikan mujizat besar yg membuat kita woooow....dan memujinya bagus Tuhan, perbuatanMu dahsyat.....itu menguntungkan saya...tambah lagi dooong sambil mengancam awas kalau Tuhan tidak berbuat itu lagi! (sudah menuntut ditambah ngancam lagi)
Sikap kita sadar atau tidak sering memandang rendah karya keselamatan Allah yg sudah membayar lunas hutang dosa kita dengan kematianNya diatas kayu salib menjadi cerita biasa, perkara murahan dan kurang greget dibanding dengan perhatian Tuhan dengan urusan jasmaniah kita setiap hari.

2. Gesmas membuang kesempatan terakhir 


Sebelum benar benar mati karena hukuman salib, butuh waktu berjam-jam atau beberapa hari sampai akhirnya mereka yg disalib kehabisan darah atau gagal jantung. Biasanya untuk mempercept kematian kaki mereka dipatahkan lebih dahulu, namun dalam kasus kematian Tuhan Yesus kakinya tidak dipatahkan karena kematiaNya lebih cepat dari yg diperkirakan. Jadi, sebenarnya masih tersedia waktu bagi Gesmas untuk membuat TITIK BALIK menuju perubahan yg sangat menentukan: mengakui kesalahan dan mohon pengampunan Tuhan- tetapi yg dikerjakan justru membuang kesempatan terkhirnya bersama Tuhan Yesus!
Gesmas justru berkoalisi jahat dengan ikut-ikutan menghujat Tuhan Yesus?  


Bagaimana mungkin seorang penjahat punya nyali untuk menghakimi sesama yg dihukumnya?


a. Ia menggunakan konsep populis:

Dengan melihat secara phisik betapa mudahnya Tuhan Yesus menyerahkan diri tanpa perlawanan untuk dihukum mati oleh tentara Romawi. Memungkinkan Gesmas  telah kehilangan alasan untuk mempercayai Kristus yg berkemampuan menyelamatkan Israel.  
Dengan melihat serunya olok-olokan para tentara Romawi dan para pemimpin agama yg lantang menghujat Tuhan Yesus. Tampaknya lebih mudah mempercayai orang banyak yg punya keberanian menyerang dibanding percaya pada Yesus yg lemah. Coba lihat sebagaian besar orang sepakat melontarkan  hujatan pada Yesus:
Yang pasti ini pola respon yg paling mungkin dan mudah, tanpa harus menata ulang mental yg sudah kacau akibat eksekusi salib.
  • Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. 
  • Pemimpin-pemimpin mengejek
  • prajurit-prajurit mengolok-olokkan Dia; mereka mengunjukkan anggur asam
  • Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia
b. Ia Menggunakan konsep politis 


Kedatangan Mesias dipercayai oleh orang-orang Yahudi seperti superman yg akan memukul hancur pemerintahan Roma yg sedang menjajah mereka. Ini adalah harapan besar orang Yahudi yg menganggap Mesias adalah tokoh politik.
Sampai saat itu masih dipercayai kuat bahwa Mesias akan datang untuk memberikan kemerdekaan orang-orang Yahudi atas penjajahan bangsa Romawi. Jadi tidaklah mungkin Mesias berpenampilan lemah, mudah dikalahkan.


c. Ia menggunakan konsep yang ngawur (Kacau)


Dengan diperdebatkannya berbagai alasan politis maupun populis atau seribu satu alasan apa saja yg dapat dipakai untuk tidak mempercayai Kristus sebagai Mesias. Bisa jadi ada orang yg tidak percaya Kristus! 
Namun pertanyaannya apakah keuntungan yg diperolehnya dengan sikap menyerang Tuhan Yesus dengan hujatan yg tidak membawa perubahan apapun terhadap status eksekusinya diatas kayu salib? karena argumentasinya memang tidak nalar alias NGAWUR
Orang hidup butuh selamat,, orang sakit butuh kesembuhan, orang hukuman butuh kebebasan. Tidakkah Gesmas membutuhkan keselamatan? namun apa yg ia kerjakan sungguh melompat dari logika normatif. 
Aplikasi:
Ah...saya bukanlah Gesmas yg berani mencurigai keaslian Tuhan! Saya juga bukan Gayus! namun saya hanya bertanya-tanya: benarkah Tuhan peduli dengan hidup saya?, benarkah Tuhan menjadi pemelihara hidup saya? , benarkah Tuhan memberikan masa depan cerah untuk saya? benarkah Tuhan adalah Juru Selamat? tetapi keadaan saya tidak lebih baik dari mereka yg tidak percaya Kristus.....
Rupaya Anda juga menaruh curiga dengan keaslian Kristus......
Itu karena kita tidak terbiasa melatih diri mengenal Tuhan setiap hari, sehingga kita tidak dapat menghargai rutinitas kerja Allah yg memberikan oksigen segar, jantung berdetak, panas di bumi, kehidupan alam semesta sebagai karya Allah yg besar tetapi kita katakan sudah biasa....setiap hari juga berjalan seperti itu.

3. Gesmas memilih sendiri eksekusinya


Allah tidak menetapkan manusia untuk mendapatkan hukuman neraka tetapi Dia menyediakan hidup kekal di sorga. Jalan Tuhan bukan jalan terpaksa tetapi kerelaan pilihan yg bertanggungjawab. Gesmas telah memilih sendiri jalannya untuk tetap menikmati saja hukuman seberat apapun, dimanapun, didunia atapun dineraka. Gesmas adalah icon propaganda lebih baik menderita dineraka daripada hidup berbahagia kekal di sorga. Keberhasilannya sungguh nyata: ia sekarang mendapatkan dua penghargaan sekaligus, hukuman salib didunia sekaligus hukuman kekal dineraka. benar-benar tragis.....

Bagaimana sikap orang hukuman sebenarnya? ayat. 40-43

" Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah."  Sejarah gereja mencatatnya orang ini adalah Dismas.
Sikapnya menjelaskan bahwa dimenit-menit terakhir sebelum kematian Dismas berubah pikiran:
  • Ia berani keluar dari suara mayoritas yg merendahkan kepribadian Yesus
  • Ia tidak lagi sebagai pahlawan pemberani yg tiadak takut mati karena manusia namun sekarang ia dapat merasakan takut kepada Allah.
  • Ia sungguh menyadari tindakannya sebagai kesalahan besar yg pantas mendapat hukuman mati.
  • Ia mempercayai Tuhan sesungguhnya adalah Kristus (Juru selamat)
Dikayu salib menjadi tempat yg tepat bagi Dismas untuk mengkonstruksi ulang hidupnya yg rusak supaya diubahkan Yesus.
Kesempatan yg sama berjumpa dengan Tuhan Yesus namun memberi efek yg berbeda! karena saat orang lain berkoalisi untuk menjustifikasi Yesus sebagai Mesias gadungan yg gagal, Dismas justru membuat disetting opinion (pendapat hukum yg berbeda)
  • dikayu salib ia mengakui kesalahan dan dosanya
  • dikayu salib ia memohon untuk tetap dicatat disorga
  • dikayu salib ia mempercayai karya penebusan Tuhan bagi manusia
Happy ending Dismas:

Pada saat hidupnya berada di garis akhir, di kesempatan yg sangat terbatas, di puncak penderitaan. Ia berjuang memampukan dirinya untuk mengakui dosa-dosanya dan bertobat. Pada saat itu juga TUhan Yesus berkata HARI INI JUGA bukan besok lusa engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (Luk 23; 43).
Tuhan sangat bersukacita dengan pertobatan Dismas sang penjahat ini, Berapa besar dan banyak dosa yg telah ia perbuat tak satupun dibicarakan sebagai syarat untuk mendapatkan Kehidupan kekal
Bagi kita yg sudah percaya kepadanya Tuhan Yesus tidak pernah berkata NO WAY namun Dia selalau berkata WELCOME HOME ! Pintu anugerah Allah selalu terbuka untuk kita


Aplikasi:
Dismas hanyalah contoh kasuistik dari terbatasnya kesempatan manusia untuk berbalik kepada Allah. Argumentasinya sebaiknya jangan dibalik! Dismas aja bertobat menjelang ajal jadi nanti saja Tuhanpun senang kalau saya sudah sekarat percaya padaNya....
Persolannya justru kita tidak tahu kapan hari terakhir itu datang, karena sudah menjadi domain pembicaraan Tuhan.
Waktu yg ada sekarang ini merupakan kesempatan kita untuk hidup efektif , memberi kebaikan yg sebesar-besarnya bagi sesama dan kemuliaan bagi Allah.
Sorga pastilah menjadi bagian mereka yg percaya kepadaNya, namun yg membedakan kita dengan Dismas adalah tingkat kemuliaan masing-masing orang disorga! seberapa efektifkah hidup kita didunia ini akan berbanding lurus dengan upah yg kita dapatkan disorga. 
Efektivitas pelayanan: melakukan apa saja yg kita bisa, mulai sekarang ini, dengan apa yg saya bisa selama didunia ini maka Allah akan memperkaya mahkota kemuliaan disorga.
JIka kita hanya puas dengan predikat sebagai jemaat yg rajin kebaktian maka pujian hanya datang dari pendeta saja! Tetapi jika kita bergiat dalam pekerjaan Tuhan maka segala jerih lelah kita digantikan mahkota yg tidak sebanding dengan keringat dan air mata perjuangan selama didunia ini.
Selamat berkarya bagi Tuhan...............


by Haris Subagiyo








MEMULIHKAN WAJAH KEHIDUPAN





Film yang memenangkan hadiah Oscar tahun 2008 adalah “The Counterfeiters” dengan sutradara Stefan Ruzowitzky. Film ini diangkat dari satu diary dari seorang Yahudi yang bernama Adolf Burger di mana dia terlibat di dalam satu operasi penting yang bernama “Operation Bernard.” Adolf Burger bersama satu orang Yahudi lain adalah orang yang ahli memalsukan uang dan mencetak uang palsu. Sebenarnya dua orang ini hendak dibunuh di camp konsentrasi di Auschwitz tetapi tidak jadi sebab mereka memberitahu keahlian khusus mereka.
Karena itu Nazi menempatkan mereka ke dalam satu perusahaan rahasia untuk mencetak uang palsu. Operation Bernard adalah satu operasi yang berencana untuk membawa uang palsu ke Inggris dan melemparkannya dari udara. Tujuannya cuma satu, kalau mata uang palsu itu berhasil bercampur dengan uang asli, maka tidak akan ada transaksi bisnis dan ekonomi akan lumpuh sehingga seluruh perekonomian Inggris akan collapse. Hitler tahu untuk mengalahkan Inggris tidak harus dengan senjata tetapi dengan kehancuran ekonomi.  Untunglah operasi Bernard tersebut dapat dicegah, sehingga uang palsu yang dicetak Hitler tidak sampai menghancurkan perekonomian negara Inggris. Sama seperti uang rupiah akan hancur nilainya saat diedarkan uang rupiah yang palsu dengan akibat rusaknya kehidupan rakyat Indonesia dalam berbagai dimensi. Dengan demikian film Counterfeiter mau menyampaikan pesan bahwa betapa berbahayanya suatu kepalsuan yang begitu sempurna jika beredar dalam kehidupan manusia. Wajah kehidupan akan rusak total dan mengalami kehancuran ketika yang palsu berhasil menggeser apa yang asli dan benar. Tepatnya kepalsuan selalu merusak wajah kehidupan.
                Namun dalam kehidupan sehari-hari kita sering berada dalam pencampuran antara yang asli dengan palsu. Gandum dan ilalang yang telah bercampur sedemikian rupa, sehingga kita seringkali mengalami kesulitan untuk membedakan antara akal licik dan pandai. Kita juga mengalami kesulitan untuk membedakan antara kesalehan dan kemunafikan, antara kawan dengan lawan, antara kasih dan sikap cinta-diri, antara pelayanan dan ambisi, antara kerelaan berkorban dengan sikap masokhisme (gemar menyakiti diri sendiri). Tidak mengherankan jikalau wajah kehidupan kita dipenuhi dengan perasaan curiga, was-was, dan berbagai pikiran negatif terhadap  sesama di sekitar kita. Selain itu di dalam diri kita juga tidak bebas dari percampuran antara yang asli dan yang palsu. Siapakah di antara kita yang berani mengatakan bahwa kita bebas dari kepalsuan, kepura-puraan dan sikap munafik? Percampuran nilai Kerajaan Allah dengan dunia terlihat dalam berbagai kasus, sehingga menyebabkan umat Kristen pernah melakukan hal-hal yang kejam dan mengerikan. Sebagaimana 
kita ketahui bom di Hiroshima dijatuhkan pada tanggal 6 Agustus 1945.  Yang mana tanggal 6 Agustus 1945 saat itu umat Kristen di mana Amerika selaku pengebom  sedang merayakan hari Transfigurasi, yaitu Tuhan Yesus dimuliakan di atas gunung (saat itu belum mengikuti leksionari yang ekumenis). Umat Kristen yang direpresentasikan oleh pemerintah Amerika Serikat telah menodai kekudusan Minggu Transfigurasi Tuhan Yesus dengan kematian sebanyak 160 ribu orang Hiroshima. Tahukah saudara, bagaimana pernyataan presiden Truman setelah peristiwa pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki? Dia berkata: “Syukur kepada Tuhan karena kita memiliki bom itu … dan kita berdoa agar Dia membimbing kita dalam menggunakan bom itu sesuai dengan cara-cara yang Ia kehendaki dan sesuai dengan tujuanNya”. Bukankah kita juga sering menggunakan nama Tuhan, nama pelayanan  gerejawi dan firman Tuhan untuk mendukung argumen, tujuan dan kepentingan kita tertentu? Wajah spiritualitas dalam kehidupan kita sering tidak terlepas dari sikap yang manipulatif. Dengan perkataan lain, sikap memanipulasi iman dan nama Allah telah merusak wajah kehidupan.

The best survival



Kisah seorang workaholic yang harus belajar untuk hidup tanpa bekerja, tanpa jam, dan tanpa orang.
Tom Hanks dalam film ”Cast Away” yang dibintanginya  : menceritakan bagaimana seorang yang bernama Chuck Noland karena kecelakaan pesawat telah terdampar di suatu pulau terpencil selama 4 tahun. Agar dia dapat tetap ”survive” dan menjaga kebutuhan manusiawi, Chuck Noland membiasakan diri untuk melakukan percakapan dengan benda-benda di sekitarnya. Foto kekasihnya diletakkan di dalam gua tempat dia berbaring agar dia dapat melihatnya setiap saat. Karena di pulau itu dia tidak memiliki seorang sahabat, (kebanyakan ditembak di Monuriki, Fiji)  maka dia menciptakan seorang sahabat dari bola volley bekas, dan dia panggil dengan nama ”Wilson”. Chuck Noland( 'insinyur Federal Expressse) lalu bercakap-cakap dan menyapa serta mengungkapkan segala beban perasaannya kepada ”Wilson” sahabatnya. Setelah 4 tahun dia bertahan di pulau itu akhirnya Chuck Noland dapat membuat rakit agar dia dapat keluar dari pulau terpencil itu. Dia letakkan ”Wilson” sahabatnya itu pada sebuah tiang selama dia mengarungi lautan yang sangat luas. Di tengah-tengah kesepian dan pergumulannya di laut, dia tidak merasa sendirian sebab ditemani oleh ”Wilson”. 
ini hanya menggambarkan seorang pria mengikuti insting bertahan hidup, yang mendorong dia untuk berjuang untuk tetap hidup hampir di luar kemauannya. 
Namun pada suatu ketika rakitnya diterjang oleh ombak yang sangat besar. Saat dia berjuang, tiba-tiba ”Wilson” sahabatnya itu terlepas dan hanyut dibawa oleh ombak laut. Ketika dia mengetahui apa yang terjadi, Chuck Noland berusaha untuk menyelamatkan bola volley-nya yaitu ”Wilson”. Tetapi sayang sekali, sahabatnya ”Wilson” itu lenyap di tengah laut. 
Dia berteriak dengan tangisan yang sangat mengharukan: ”Wilson, jangan tinggalkan aku!” Bagi Chuck Noland, sahabatnya yang disebut dengan nama ”Wilson” tersebut telah menyatu secara batiniah dengan dirinya selama 4 tahun di pulau terpencil itu. 
Bersama dengan Tuhan Yesus, kita tidak perlu lagi menciptakan imajinasi sahabat sejati dari apa yg ada disekitar kita. Karena Kristus sudah berjanji: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau".
Bersama Yesus, sampai hari ini bahkan sampai kapanpun Anda dan saya tidak pernah ditinggalkan sendiri lagi.
Amin

by Haris Subagiyo; graciaministry.blogspot.com

Senin, 21 Februari 2011

MELAWAN PENCOBAAN DENGAN KETAATAN FIRMAN TUHAN

Kej. 2:15-17, 3:1-7; Mzm. 32; Rom. 5:12-17; Mat. 4:1-11

Jati diri kita selaku manusia akan terlihat saat kita berhadapan langsung dengan persoalan dan situasi kritis. Dalam situasi yang normal, sehat dan sejahtera pada umumnya manusia akan mampu untuk menyembunyikan sifat dan karakternya yang kurang baik. Tetapi ketika kita menghadapi sesuatu yang mengancam dan membahayakan keselamatan hidup seperti: sakit, kemiskinan, kelaparan dan penderitaan maka sangat sulit bagi kita untuk menyembunyikan ungkapan dan jati diri kita yang sesungguhnya. Saat kita berhadapan dengan situasi “batas akhir” yang mana kita berada dalam kondisi yang sangat buruk dan kritis, maka kita akan mengekspresikan kedirian kita yang paling otentik. 
Karena itu untuk mengetahui kedirian Yesus yang sesungguhnya, Roh Allah membawa Yesus untuk diuji di padang gurun.   Di Mat. 4:1 menyaksikan: “Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis”. Semula di sungai Yordan, Allah telah mengurapi Yesus dengan Roh Kudus sehingga Yesus menjadi Kristus.  Roh Kudus telah memenuhi diri Yesus sehingga Dia menjadi seorang Messias. Tetapi kedirian Yesus sebagai Messias saat itu belum terbukti dan teruji. Apakah Dia dapat menjadi seorang Messias yang taat dan setia kepada Allah, ataukah Yesus berubah menjadi seorang Messias yang  tidak taat kepada firman Tuhan. Karena itu Roh Kudus membawa Yesus ke padang gurun sebagai tempat di mana kedirianNya sebagai seorang manusia sekaligus sebagai Messias diuji secara total. 
Kita mengetahui situasi padang gurun sebagai tempat yang sangat kering dan sangat panas pada waktu siang tetapi sangat dingin pada waktu malam; tempat di mana tidak tersedia makanan dan minuman juga tidak memiliki pohon yang rimbun untuk berteduh. Sehingga padang gurun menjadi tempat bayang-bayang maut bagi siapapun yang berada di sana sebab tidak terjamin keselamatan hidupnya.
                 Lebih berat lagi manakala manusia yang berada di padang gurun yang sangat gersang dan panas tersebut kekurangan makanan, maka pastilah dia  akan mendekati ajalnya. Justru Yesus menjadikan padang gurun sebagai tempat di mana Dia berpuasa selama empat puluh hari dan empat puluh malam. 
Sadhu Sundar Singh seorang pekabar Injil yang sangat terkenal dari India ingin meniru sikap Tuhan Yesus yang pernah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam. Ternyata Sundar Singh tidak berhasil menyelesaikan puasanya sampai 40 hari sebab dia kemudian sakit dan hampir mati. Pada saat Tuhan Yesus berpuasa selama 40 hari, sebagai manusia Dia pasti mengalami perasaan lapar yang luar-biasa. Saat itulah datanglah Iblis untuk mencobai Yesus dengan berkata: “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti” (Mat. 4:3). Iblis menyapa Yesus sebagai Anak Allah. Sapaan Iblis ini hendak mengingatkan Yesus bahwa Dia sesungguhnya memiliki kuasa mukjizat. Sehingga dengan kuasa mukjizatNya sebagai Anak Allah, Yesus mampu mengubah batu-batu yang berserakan di padang gurun itu menjadi roti yang dapat mengenyangkan perutNya yang telah lapar dan menyegarkan tubuhNya yang lemah-lunglai. Dalam pencobaan ini Iblis mengajak Yesus untuk menyadari bahwa Dia dapat menggunakan kekuatan mukjizatNya sebagai Anak Allah untuk sesuatu yang sangat berarti dan vital bagi diriNya, yaitu kebutuhan akan makanan. Sebab makanan merupakan kebutuhan pokok yang paling dasariah untuk kelangsungan hidup semua mahluk hidup. Siapapun yang kekurangan makanan, maka pastilah dia akan bertindak dengan segala macam cara agar dia dapat tetap hidup. Dalam situasi yang ekstrem kita juga dapat menjumpai kasus kanibalisme karena mereka berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, sehingga seseorang dapat tega membunuh dan memakan daging sesamanya. 
Menurut kisah yang beredar waktu kota Yerusalem dikepung oleh tentara Romawi pada tahun 70, penduduk yang berada dalam benteng kota Yerusalem tidak dapat memperoleh pasokan makanan. Akibatnya seorang ibu terpaksa membunuh bayinya karena kelaparan lalu dia memakan dagingnya. Jadi betapa dahyat bilamana manusia  mengalami  kekurangan makanan! Manusia dapat berubah secara emosional dan spiritual secara drastis saat dia kelaparan dan hampir mati.   Karena itu tawaran Iblis agar Yesus mau mengubah batu-batu untuk menjadi roti sebenarnya merupakan keniscayaan. Apa salahnya Yesus menggunakan kuasa mukjizatNya untuk mengubah batu menjadi roti? Bukankah tindakanNya tersebut dapat menyelamatkan kelangsungan hidup dan pelayananNya sebagai Messias?
                 Dalam filosofi Jawa, sering perut (Jw: “weteng”) dihubungkan dengan situasi “gelap” (Jw: “peteng”). Maksudnya adalah kalau perut kita kelaparan, maka pastilah pikiran kita menjadi gelap. Sehingga seseorang  kelaparan  dapat mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan yang gelap mata seperti: perbuatan mencuri, merampas, merampok, menjarah, dan membunuh serta berbuat anarkhis. Kita dapat melihat masalah ketidaktersediaan bahan makanan yang cukup dalam lingkup yang luas dapat menciptakan kerusuhan dan peradaban. Sikap seseorang yang semula santun dan beradab dapat berubah menjadi seorang yang beringas, kejam dan tidak beradab ketika dia tidak memperoleh makanan dalam suatu kurun waktu tertentu. Jadi sesungguhnya pernyataan Alkitab “laparlah Yesus” merupakan ungkapan yang eksistensial tentang situasi pergumulan Yesus yang waktu itu sedang berada pada titik yang paling berbahaya. 
Tetapi pada saat yang paling kritis itu, ternyata Yesus dapat melawan pencobaan Iblis dengan sikap ketaatanNya kepada firman Allah, sehingga Dia berkata: “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat. 4:4). Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak menyangkal masalah makanan merupakan kebutuhan manusia yang paling fundamental. Tetapi Tuhan Yesus juga mengingatkan Iblis dan kita semua bahwa faktor kebutuhan makanan tidak boleh menentukan segala-galanya. Makanan memang diperlukan untuk kelangsungan hidup, tetapi tujuan hidup kita bukan untuk makan. Sebab manusia juga membutuhkan dimensi rohaniah yang menentukan makna dan tujuan hidupnya, yaitu ketaatan kepada firman Tuhan. Apa artinya manusia dapat memperoleh makanan untuk kelangsungan hidupnya, tetapi dia kehilangan makna dan martabatnya sebagai manusia? Justru dalam kehidupan sehari-hari, betapa sering kita melihat manusia mengabaikan martabatnya sebagai manusia yang telah diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dengan tindakan yang tidak beradab dan anarkhis dengan alasan untuk memperoleh makanan. Dalam situasi yang kritis, Tuhan Yesus tetap memilih untuk tidak menggunakan kuasa mukjizatNya untuk mengubah batu menjadi roti bagi diriNya sendiri. Dia menggunakan kuasa mukjizatNya untuk menyembuhkan dan memberi makan kepada banyak orang, tetapi Tuhan Yesus tidak pernah membuat mukjizat apapun untuk kepentingan diriNya sendiri.
                 Walau Tuhan Yesus dapat membuktikan ketaatanNya kepada firman Tuhan, tetapi tampaknya Iblis tidak menyerah. Di Mat. 4:5 disebutkan Iblis membawa Tuhan Yesus ke kota suci dan menempatkan Dia di atas bubungan bait Allah. Tampaknya dalam pencobaan ini Iblis memberi kepada Yesus suatu penampakan visual seakan-akan Dia berada di atas bubungan Bait Allah di Yerusalem. Sebab tidaklah mungkin Yesus yang sedang berpuasa di padang gurun lalu Dia diajak masuk ke kota Yerusalem dan kemudian naik ke atas atap Bait Allah. Walaupun dalam bentuk bayangan atau visualisasi, tidak berarti pencobaan tersebut hanya kamuflage. Sebab bukankah sikap ketidaktaatan kita justru sering dimulai dari bayangan pikiran atau imaginasi dan berbagai harapan-harapan lainnya? Sebagai seorang Messias, Yesus sangat membutuhkan dukungan dan sambutan dari orang banyak. Sehingga apabila Dia melompat turun dari atas bubungan Bait Allah dengan selamat di hadapan orang banyak, maka pastilah orang banyak itu akan segera menerima otoritasNya sebagai Anak Allah.  Mereka akan menyanjung dan mengakui Yesus sebagai Messias dari Allah. Dalam hal ini Iblis memberi jaminan kepada Yesus, bahwa Dia akan selamat dan tidak terluka sedikitpun ketika Dia  melompat dari atas bubungan Bait Allah; dengan mengingatkan firman Tuhan di Mzm. 91:11-12 dinyatakan: “Sebab malaikat-malaikatNya akan diperintahkanNya kepadamu untuk  menjaga engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk kepada batu”.  Apabila firman Tuhan telah menjamin keselamatan Yesus dan akan menguntungkan Yesus karena orang banyak akan memuji dan mengagumi kehebatanNya yang dapat melompat dengan selamat dari atas bubungan Bait Allah, apa salahnya kalau Yesus mencoba untuk mengikuti saran dari Iblis tersebut? Bukankah usul tersebut juga berdasarkan nubuat firman Tuhan, dan tindakan Yesus yang kelak dapat selamat saat Dia melompat dari bubungan Bait Allah akan membawa efek yang efektif untuk meneguhkan otoritasNya sebagai Anak Allah? Namun Tuhan Yesus menolak tawaran dan saran dari Iblis. Tuhan Yesus berkata: “Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu” (Mat. 4:7). Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak mau mencobai Allah walaupun Allah pernah berfirman dan berjanji untuk menjaga atau melindungi Dia. Tuhan Yesus juga tidak mau memperoleh popularitas sebagai Messias dari orang banyak  dengan cara yang demonstratif dan “supra-natural”.  Tetapi Yesus juga mengingatkan Iblis bahwa dia telah mencobai Tuhan Allah saat Iblis berusaha untuk mencobai diriNya.
                 Sikap Tuhan Yesus tersebut justru sangat berbeda dengan sikap kita pada umumnya. Kita selaku gereja sering tergoda untuk memperoleh popularitas dengan cara menarik perhatian,  demonstratif dan kalau perlu kita menonjolkan segala hal yang berbau “super-natural”. Betapa banyak kesaksian Kristen yang gemar dengan hal-hal yang supernatural dan sangat demonstratif yang ujung-ujungnya penonjolan diri. Bahkan untuk penonjolan diri tersebut beberapa orang mencari legitimasi ayat-ayat firman Tuhan atau kisah penglihatan-penglihatan yang kebenarannya  perlu dipertanyakan secara lebih kritis. Mereka tanpa rasa malu memanipulasi ayat-ayat firman Tuhan untuk pembenaran diri sendiri. Padahal sikap tersebut sangat bertentangan dengan spiritualitas yang diajarkan dan dilakukan oleh Tuhan Yesus. Jadi apabila kita selaku gereja bersikap demonstratif dan mengandalkan hal-hal yang “supranatural” bukankah sesungguhnya kita telah memberlakukan siasat strategi Iblis. Karena itu kita harus senantiasa bersikap kritis dan waspada agar kita tidak menjadi alat atau agen dari Iblis untuk mencari perhatian dan penonjolan diri. Kita juga tidak boleh menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk mencari pembenaran diri. Sebab ayat-ayat firman Tuhan seharusnya dipakai untuk berelasi dengan Tuhan agar kita mengetahui kehendakNya yang mendorong kita untuk terus membaharui diri.
                 Karena Iblis gagal untuk mencobai Yesus untuk memperoleh popularitas dengan cara melompat dari atas bubungan Bait Allah, maka Iblis kemudian membawa Yesus ke atas gunung yang tinggi dan memperlihatkan semua kerajaan dunia dengan segala kemegahannya. Semua kemegahan dan kemuliaan dari kerajaan dunia ini akan diberikan kepada Yesus jikalau Yesus mau menyembah Iblis. Pencobaan yang ketiga ini tentu lebih menarik dari pada semua pencobaan yang lain. Sebab manakala Yesus mau menyembah kepada Iblis, maka Yesus akan menjadi penguasa dari kerajaan dunia seluruhnya. Kuasa dunia dengan segala kemuliaan dan keagungannya akan menjadi milik Yesus. Bukankah godaan memiliki kerajaan dunia ini  yang paling mendorong para penguasa dari zaman ke zaman untuk menjadi penakluk bangsa-bangsa lain agar mereka dapat menjadi penguasa yang adi-kuasa? Kita dapat menyebut ambisi dari penguasa seperti raja Nebukadnezar, Aleksander Agung, Jenghis Khan, para kaisar Romawi, dan sebagainya untuk menaklukkan dunia. Bahkan kini upaya menaklukkan dunia selain dengan cara-cara politis, militer dan ekonomi; juga menggunakan propaganda agama. Kita sangat prihatin bahwa agama yang seharusnya dipakai untuk membawa manusia kepada spiritualitas kerendahan hati justru disalahgunakan untuk meninggikan diri, menindas orang lain yang dianggap tidak seiman, dan menguasai hidup orang lain. Akibatnya agama-agama sering tidak menjadi berkat keselamatan tetapi justru menjadi ancaman dan bahaya bagi umat manusia.  Selama kekuatan agama-agama, politik, ekonomi dan militer dipakai untuk merebut kekuasaan dunia sesungguhnya telah menjadi alat di tangan Iblis. Sikap inilah yang ditolak oleh Tuhan Yesus. Dia sama sekali tidak tergoda untuk memperoleh kekuasaan dunia dengan segala kemegahannya. Itu sebabnya Tuhan Yesus tidak mau menyembah kepada Iblis: “Enyahlah Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti” (Mat. 4:10). Dalam godaan ini Tuhan Yesus mengusir Iblis dari hadapanNya dengan menegaskan agar Iblis harus menyembah kepada Allah saja, dan tidak kepada yang lain. Dengan demikian terbukti bahwa Yesus akhirnya berhasil keluar sebagai pemenang. Dia telah membuktikan bahwa Dialah Messias yang setia dan taat kepada firman Tuhan.
                 Kesetiaan dan ketaatan Tuhan Yesus tersebut sangatlah berbeda dengan sikap manusia pertama yaitu Adam. Manusia pertama menunjukkan sikap yang tidak taat kepada firman Tuhan sehingga menyeret seluruh umat manusia ke dalam kuasa dosa. Jika manusia pertama menyeret umat manusia kepada maut dan hukuman Allah, maka Tuhan Yesus telah ditentukan oleh Allah dan yang terbukti tetap taat saat Dia dicobai akan mampu membawa manusia kepada keselamatan dan pengampunan Allah. Itu sebabnya di Rom. 5:17 rasul Paulus berkata: “Sebab jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satuorang itu, yaitu Yesus Kristus”. Ini berarti mengikuti Kristus berarti kita bersikap seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Mengikut Kristus berarti kita bersedia untuk diuji dan kemudian mampu membuktikan kesetiaan serta ketaatan kita kepada firman Tuhan. Sayangnya banyak orang Kristen mengartikan mengikut Kristus untuk memperoleh keselamatan kekal tetapi mereka tidak bersedia untuk mentaati firman Tuhan dengan setia. Seakan-akan makna keselamatan akan terjadi jikalau mereka sekedar percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi melepaskan makna keselamatan dengan sikap ketaatan. Kita akan dapat menjadi gambar dan rupa Allah yang sesungguhnya jikalau seluruh hidup kita ditandai oleh sikap ketaatan kepada firman Allah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus. Jika demikian, bagaimanakah sikap hidup saudara sebagai orang Kristen? Apakah kehidupan saudara teruji dalam hal-hal yang sederhana dan sehari-hari, namun saudara tetap konsisten memberlakukan firman Tuhan? Apabila kita dapat teruji dan konsisten setia dengan hal-hal yang sederhana setiap hari, maka pastilah kita akan berhasil menjadi pemenang saat kita dicobai dengan hal-hal yang besar. Bagaimanakah jawab dan keputusan saudara saat ini? Amin.